MINGGU BIASA 31
STOLA PUTIH
Bacaan 1 : Yesaya 1:10-18
Bacaan 2 : 2 Tesalonika 1:1-4, 11-12
Bacaan 3 : Lukas 19: 1-10
Tema Liturgis : Pemuda Yang Bersukacita Menjadi Pilar Iman
Tema Khotbah : Dari Egois menjadi Altruis (peduli kepada yang lain)
Keterangan Bacaan
Yesaya 1:10-18
Kitab Yesaya dimulai dengan suasana yang panas, juga suasana pemberontakan. Yehuda sebagai umat Allah memberontak terhadap Yahweh, Allah yang mengasihi mereka. Mereka lebih mempercayai pertolongan Asyur daripada Yahweh. Pemberontakan politis ini sebenarnya berakar dalam pemberontakan yang sifatnya spiritual.
Penduduk Yerusalem yang murtad dan para pemimpin mereka yang korup (dibawah Ahas yang jahat) disapa di sini sebagai warga Sodom dan Gomora karena mereka secara berdosa dan jahat telah berpaling dari Allah dan suara hati mereka. Nubuat ini agaknya diucapkan nabi Yesaya pada awal karyanya, sebelum tahun735. Sama seperti Amos 5:21-27 Yesaya mengecam ibadat lahiriah yang tidak berjiwa lagi. Kecaman serupa sekali lagi diucapkan dalam Yesaya 29:13-14. Nubuat ini oleh Yesus dikutip untuk mencela orang Farisi, Matius 15:8-9.
2 Tesalonika 1:1-4, 11-12
Ayat 1-2
Surat ini dibuka seperti I Tesalonika. Satu-satunya tambahan adalah dicantumkannya Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus sebagai pemberi kasih karunia dan damai sejahtera.
Ayat 3-4
Kesungguhan dari rasa bersyukur Paulus belum memudar sejak menuliskan surat pertama. Dia dengan hangat memuji orang-orang percaya di Tesalonika itu atas iman, kasih dan ketabahan mereka di tengah penganiayaan yang kejam.
Ayat 11-12
Setelah menjelaskan kepada jemaat Tesalonika maksud-maksud tertinggi Allah dalam penganiayaan mereka serta hasil gemilang yang akan mereka peroleh darinya, sang rasul menegaskan kembali bahwa ia senantiasa berdoa agar pengabdian mereka sesuai dengan rencana Allah.
Lukas 19:1-10
Yesus masih terus-menerus berusaha untuk menyeamatkaan yang hilang (ayat 10). Zakheus, seorang pemungut cukai, mencari nafkah dengan mengumpulkan pajak lebih banyak daripada yang seharusnya ia peroleh dari rakyat. Oleh karena hal ini, para pemungut cukai dipandang rendah oleh masyarakat. Perhatian Yesus terhadap Zakheus memperingatkan kita untuk membawa Injil kepada orang yang ditolak oleh masyarakat.
Benang Merah Tiga Bacaan
Peribadahan yang hanya menyenangkan diri sendiri bukanlah ibadah sejati. Ibadah sejati adalah bagian dari perwujudan rencana dan karya Allah. Liturgi bukan terletak hanya pada ritualnya itu sendiri, tetapi menyangkut keseluruhan hidup yang dijiwai dan dihayati atas dasar rencana Ilahi, dan bukan hanya sekedar memenuhi kesenangan kita. Dari sikap hidup egoistis (mendahulukan kepentingan diri sendiri) kepada sikap hidup altruistis (mendahulukan kepentingan orang lain) merupakan bagian dari pilar iman kehidupan orang percaya, kesanalah kehidupan orang percaya diarahkan.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
Pendahuluan
Suatu hari Minggu, seorang pamong anak memberi tugas kepada salah seorang anak untuk menghafalkan sebuah semboyan berdasarkan Alkitab.
Pamong : “Sekarang Kuncung, saya memintamu untuk menghafalkan semboyan ini: “Lebih baik memberi daripada menerima”.
Kuncung : “Tapi saya sudah tahu tentang hal itu bu,… sebab itu adalah semboyan ayah saya dalam bekerja.”
Pamong : “Oh, betapa mulianya ayahmu, Kuncung! Apa pekerjaannya.
Kuncung : “Petinju, bu,…”
Pamong : “weeeladalahhh!”
Begitulah pekerjaan petinju, semboyannya adalah lebih baik memberi dari pada menerima. Semakin sering memberi, dapat dipastikan peluang kemenangan besar di tangannya. Semakin sering menerima, semakin sering kalah. Jika anda petinju, dan ingin menang, seringlah memberi (pukulan). Mereka yang menang adalah yang sering memberi.
Isi
Dalam era PKP (program Kegiatan Pembangunan) selama 6 (enam) tahunan, yang dituangkan dari PRKP (Pokok-pokok Rencana Kegiatan Pembangunan) sepanjang 30 (tiga puluh) tahun. Selama enam tahun mulai dari tahun 2010 – 2016 (PKP V), kita diajak pada sebuah tema pelayanan “Wujudkan GKJW yang mandiri dan berarti bagi sesama ciptaan”. Memasuki tahun 2017 – 2034 mendatang kita akan kembali diajak dengan tema pelayanan yang secara mendasar mempunyai roh atau semangat yang sama yaitu, “Mandiri dan Menjadi Berkat”. Setidaknya ada kata ‘mandiri’ diulang kembali, dan ada kata ‘berarti’ dan ‘berkat’. Sesungguhnya kita diajak untuk menghayati kemandirian kita. Kemandirian yang dipahami bukan untuk dirinya sendiri, tetapi bersedia berbagi dengan yang lain, memberi diri untuk berarti bagi liyan, termasuk alam semesta, ciptaanNya.
Di Era PPJP (Program Pembangunan Jangka Panjang) sepanjang 18 tahun, kita juga kembali di ajak untuk mandiri, dalam rangka apa? Dalam rangka menjadi berkat bagi apa dan siapa pun, dan sekali lagi, kemandirian itu bukan hanya untuk diri kita sendiri. Sebagaimana panggilan Allah kepada Abraham, dikandung maksud bukan hanya agar keturunannya tak terhitung jumlahnya, tetapi ia dipanggil juga untuk menjadi berkat bagi semua bangsa.
Bacaan pertama menegaskan kepalsuan bangsa Israel dalam menyembah Allah, di rumah Tuhan ibadah mereka begitu semarak, tetapi di luar mereka menindas sesama dan mencelakakan orang yang tidak berdaya (Yesaya 1:16-17). Yesaya menyamakan perilaku umat Tuhan seperti penduduk Sodom dan Gomora yang hatinya sama sekali tidak peka akan kenajisan hidup yang menyakitkan hati Allah. Mereka hanya berpikir untuk kenikmatan dan kesenangannya sendiri, meskipun dengan menindas yang lain. Tidak berlebihan kalau hukuman dahsyat dirancangkan Allah atas mereka.
Bacaan kedua menekankan tentang ungkapan syukur, yang adalah ungkapan terimakasih umat yang ditujukan kepada Allah dalam Tuhan Yesus Kristus karena telah mengaruniakan penebusan yaitu pengampunan dosa. Khusus bagi jemaat Tesalonika, Paulus lebih bersyukur lagi karena iman jemaat makin bertambah dan kasih persaudaraan kepada sesama seiman mereka makin kuat di tengah penderitaan yang mereka alami (2 Tes. 1:3-4).
Bacaan ketiga. Inilah Kasih Allah. Sebagai puncak keteladanan hidup altruis (mengasihi liyan), bahkan yang tertolak sekalipun. Seperti halnya Zakheus, seorang pemungut cukai yang bekerja pada pemerintah Roma. Oleh karena itu, mereka dianggap pengkhianat oleh orang sebangsanya. Apalagi sudah menjadi rahasia umum bila sebagai pemungut cukai, ia memperkaya sendiri dengan memeras bangsanya sendiri atau menggelapkan cukai. Zakheus adalah salah satu dari mereka. Penerimaan Yesus ini membawa dampak bagi Zakheus. Zakheus telah menemukan identitas dirinya selaku anak Abraham (Luk. 9:9) yang dibenarkan dengan iman dan hidup sesuai dengan iman. Anugerah keselamatan dari Allah yang ia terima sudah membawa perubahan sikap yang total terhadap kewajiban sosialnya. Dari sikap hidup egois (mengumpulkan) untuk dirinya sendiri menjadi sikap hidup yang altruis, berbagi. Inilah salah satu ciri umat tebusan.
Penutup
Pada tanggal 22 Mei lalu di Mojokerto terdapat sebuah pelayanan para pendeta, yang diberi nama Road Service, yang dihadiri oleh banyak umat, terutama para pemuda-pemudi. Tema Pelayanan: “Aku Untuk GKJW”, omah gentheng saponana, abot entheng lakonana. Dalam pelayanan ini, juga diadakan doa penguatan untuk jemaat yang hadir, yang ingin didoakan secara khusus. Dengan pelayanan ini, mari kita kembali melihat rumah kita, GKJW!!! Siapa dia? Ya kita. Sayalah GKJW. Bapak, ibu, saudara semuanya, juga GKJW. GKJW telah menjadi identitas kita bersama di dalam Kristus. Gereja bukan yang bersifat gedung, tetapi saya, bapak-ibu, saudara-saudari, pemuda-pemudi, anak-anak sekalian, adalah batu-batu yang hidup, milik Kristus. Sebagai batu-batu yang hidup, yang benar-benar hidup, bersekutu, bersaksi dan melayaniNya. Mari berbagi sesuai dengan kemampuan dan potensi! Sebab, hidup ini tidak untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk pekerjaanNya, kemuliaanNya. Omah gentheng saponana, abot entheng delehna, (eh… keliru) abot entheng lakonana. (pong)
Nyanyian: KJ. 426 / KK (Kid. Kontekstual) 93
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Bebuka
Sawijining dinten Minggu, satunggiling pamong anak maringaken tugas dhateng satunggiling lare ingkang ndherek pangabekti Minggu supados ngapalaken semboyan ingkang mijilipun saking Kitab Suci, inggih punika: luwih becik aweweh, tinimbang narima.
Pamong : “saiki kowe Kuncung, ibu pamong nyuwun sampeyan ngapalake semboyan iki: luwih becik aweweh, tinimbang narima.”
Kuncung : “ah bu, Kuncung sampun mangertos yen bab niku, awit niku semboyanipun bapak kula ing panyambut damelipun.”
Pamong : “wah, hebat le bapakmu. Banjur apa pegaweane?”
Kuncung : “tukang tinju, bu,…”
Pamong : “weeeladalahhh!”
Inggih mekaten semboyanipun petinju, becik aweweh tinimbang nrima. Sangsaya kathah aweweh, kamenangan ndugeni, sangsaya asring nrima, gampil kawonipun. Mila menawi wonten ingkang dados tukang tinju, kedah asring aweweh, supados menang. Ingkang menang ingkang asring aweweh.
Isi
Tema peladosan GKJW, ing salebeting PKP V (2010-2016) punika: “Wujudkan GKJW yang mandiri dan berarti bagi sesama ciptaan”. Wiwit tahun 2017-2034, kita kaatag kanthi semangat peladosan ingkang sami kaliyan saderengipun, inggih punika: “Mandiri dan Menjadi Berkat”. Sejatinipun, kita kaatag mrangguli gesanging pasamuwanipun Gusti ing bab mandhireng pribadi. Mandhireng ingkang boten ateges namung kangge pribadinipun piyambak, nanging mbekta piguna dhateng liyan, klebet sedaya titahipun Gusti ing jagad punika. Kados dene timbalanipun Gusti dhateng Rama Abraham, ngandhut pamanggih bilih timbalanipun Gusti dhateng Abraham punika boten namung supados turunipun kathah boten kaetang, nanging ugi, Abraham katimbalan supados dadosa berkah kangge sedaya bangsa.
Waosan sepisan nedahaken mangronipun bangsa Israel anggenipun nyembah Gusti Allah. Ing padaleman suci, pangibadahipun ngedab-edabi, ananging ing sajawinipun bangsa punika nindhes sesaminipun lan nyilakani tiyang ingkang kacingkrangan (Yes. 1:16-17). Yesaya memperaken tumindaking umatipun Gusti kados dene warga ing Sodom lan Gomora ingkang manahipun boten lilih babar pisan bab najising gesang ingkang ngucemaken penggalihipun Gusti. Bangsa punika namung mikir kangge nikmating piyambak. Mila boten linuwih, menawi Gusti ndhatengaken pituwas ingkang karancang dening Gusti tumraping bangsa punika.
Waosan kaping kalih, negesaken bab pangucap sokur, ingkang punika minangka saosan atur panuwun umat dhateng Yesus Kristus ingkang maringaken sih-rahmat lan tentrem rahayu. Mirunggan kangge, Tesalonika, Paulus adreng panuwun sokuripun karena imanipun warga Tesalonika sangsaya kiyat ing katresnan lan patunggilan ing salebeting kasangsaran ingkang kelampahan (2 Tes. 1:3-4).
Waosan katiga, wujuding katresnanipun Allah. Minangka tuladha laku utama (nresnani liyan), malah dhateng ingkang katampik. Kados dene Sakeyus, juru mupu beya ingkang nyambut damel kagem panguwasa Roma. Mila para juru mupu beya kados dene Sakeyus, kaanggep minangka para duraka dening tunggil bangsanipun. Punapa malih, sampun dados wadi limrah, menawi juru mupu beya punika asring nyugihaken dhiri pribadi srana njiret bangsanipun piyambak. Panampinipun Gusti Yesus dhateng Sakeyus punika mbekta ewah-ewahan kangge Sakeyus. Sakeyus sampun manggihaken identitas dhirinipun minangka tedhak turunipun rama Abraham (Luk. 9:9) ingkang kayektosaken srana iman lan gesang srana iman. Kanugrahan kaslametan saking Allah ingkang sampun katampi mbereg gesangipun bab kuwajiban sosial kamanungsanipun. Gesang saking cethil (mikir awake dhewe) dados asih darma. Punika satunggiling titikanipun umat ingkang sampun katebus.
Panutup
Tgl 22 Mei kapengker, ing Mojokerto katindakaken peladosan saking para pendhita, ingkang dipun paring nama peladosan punika: Road Service. Kathah ingkang sami rawuh, utaminipun para nem-neman. Tema peladosaniun: “Aku Untuk GKJW”. Ing peladosan punika ugi kacawisaken wekdal kangge warga dipun dongakaken dening para pendhita. Kanthi sedaya rancanganing peladosan punika, sumangga kita toleh malih griya kita, GKJW!!! Sinten punika GKJW? Inggih kula lan panjenengan. Kula GKJW, bapak, ibu, sedherek, sepuh anem, anak ugi GKJW. GKJW dados wujuding greja kita. Greja ingkang boten anamung bangunanipun, nanging, kula, bapak ibu, para sedherek sepuh, anem, anak-anak punika minangka sela ingkang gesang, ingkang yekti gesang, nyatunggil, nyekseni, lan leladi. Sumangga kita aweweh saking kasagedan kita! Awit gesang punika boten namung kangge priyangga, nanging ugi kagem pakaryan lan kamulyanipun Gusti. Omah gentheng saponana, abot entheng delehna, (eh… keliru) abot entheng lakonana. (pong)
Pamuji: KPK 163: 1, 2 / KK (Kid. Kontekstual) 93