Khotbah Minggu, 3 Juli 2016

23 June 2016


MINGGU BIASA
STOLA PUTIH

Bacaan 1         : Yesaya 66 : 10 – 14.
Bacaan 2         : Galatia 6 : 1 – 6.
Bacaan 3         : Lukas 10 : 1 – 11

Tema Liturgis              : Keluarga Kristen Yang Melayani.
Tema Khotbah: Pelayan Yang Mengandalkan Tuhan.

Keterangan Bacaan.

Yesaya 66 : 10 – 14

Dalam satu perikop ini diungkapkan tentang janji keselamatan bagi Israel yang semakin jelas dan rinci. Ayat 10 mengungkapkan tentang kegirangan yang mampu menjadikan orang berkabungpun bisa gembira karena keselamatan yang dari Tuhan. Ini bukanlah kesuka-citaan pribadi, tetapi kolektif sebagai sebuah bangsa. Keselamatan dari Tuhan dinikmati bersama.

Ayat 11-12 menyatakan peran Allah sebagai seorang “Ibu” yang sangat ditonjolkan. Kefemininan Allah dinampakkan dalam ungkapan : “supaya kamu menghisap dan menjadi kenyang dari susu……..dan menikmati dari dadanya yang bernas” (ayat 11). Demikian juga di ayat 12 : “….kamu akan menyusu dan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan seperti seorang yang dihibur ibunya…..(ayat 13).

Pribadi Allah yang memberikan kelembutan dan pemeliharaan sangat jelas disebutkan. Bukan hanya seperti pribadi yang menghukum dan bertindak tegas terhadap pelanggaran Israel. Tetapi dalam ketegasan dan hukuman itu ternyata “ke-Ibu-an” Allah juga dimunculkan dengan sangat jelas.

Ayat 14 menyatakan bahwa ayat-ayat sebelumnya menjadi alasan kegirangan umat karena memiliki Allah yang adil. Bukan saja menghukum, tetapi juga memelihara dan sangat menyayangi umatNya.

 

Galatia 6 : 1 – 6

Rasul Paulus menyerukan kepada jemaat di Galatia tentang semangat untuk saling membantu, saling mengingatkan, termasuk dalam menanggung beban. Di ayat 1, Paulus mengatakan jika ada sesama yang “jatuh”, itu menjadi tanggung jawab sesama sepersekutuan. Ada tanggung jawab membimbing, bukan hanya menegor. Dalam membimbing itu juga termasuk membimbing dirinya sendiri agar tidak “jatuh” juga.

Di ayat 2 Paulus menanamkan rasa kepedulian pada penderitaan sesama. Kepedulian di sini juga termasuk dalam memenuhi hukum Kristus. Sebab kepedulian sesungguhnya menjadi salah satu wujud saling mengasihi. Namun demikian bukan berarti tanggung jawab pribadi tidak ada. Tanggung jawab pribadi tetap ada antara lain berupa pertanggung-jawaban atas pekerjaan, atas perilaku, dan iman seseorang. Dalam hal ini menilai pekerjaan sendiri jauh lebih baik dari pada menilai pekerjaan orang lain atau menghakimi orang lain (ayat 4). Tanggung jawab pribadi memang ada, tetapi tidak boleh menjadikan seseorang menjadi egois dan tidak mau tahu dengan beban orang lain, apalagi sampai tidak mau menolong orang lain. Hidup dalam kebersamaan juga menjadi salah satu wujud memenuhi hukum Kristus.

 

Lukas 10 : 1 – 11.

Ayat 1-2 menunjukkan bahwa murid-murid Tuhan Yesus yang setia kepadaNya tidak hanya berjumlah 12 orang. Yesus mengutus 70 orang murid untuk pergi berdua-dua (dipencar), yang berarti menjadi 35 kelompok. Jelas sekali bahwa mereka juga dipersiapkan untuk menjadi “penuai”, melakukan tugas pengajaran. Orang-orang yang akan mereka ajar jumlahnya jauh lebih banyak. Allah adalah yang punya otoritas untuk memberikan dan mengutus sang “penuai” / pengajar itu.

Tidaklah mudah untuk menjadi “penuai” itu. Para murid yang diutus oleh Tuhan Yesus itu diberitahu bahwa mereka akan menghadapi situasi yang tidak mudah, penuh ancaman, bahkan mempertaruhkan nyawa (bagai anak domba ke tengah-tengah serigala – ayat 3).  Tampaknya ironis, karena Tuhan Yesus tidak mengijinkan mereka untuk membawa bekal apapun sebagai sarana untuk mengatasi persoalan mereka. Dalam hal ini Tuhan Yesus menginginkan agar para murid yang diutus ini benar-benar bergantung sepenuhnya hanya kepada Dia. Mereka tidak boleh mengandalkan bekal mereka untuk hidup, tetapi harus tetap mengandalkan Tuhan dalam mengatasi setiap persoalan dan tantangan. Bahkan jika ada orang lain yang memberi mereka makan dan minum, itu haruslah dihayati sebagai wujud pemeliharaan Tuhan atas mereka. Mereka harus mensyukuri itu, dengan menikmati apa yang mereka dapat dari pelayanan dan pelaksanaan tugas mereka (ayat 7).

Tugas seorang “penuai” ternyata bukan hanya melakukan tugas pengajaran saja, tetapi mereka juga dituntut untuk peka melihat kebutuhan jasmani orang-orang yang mereka layani. Para murid juga ditugaskan untuk menyembuhkan mereka yang sakit. Jawaban atas kebutuhan jasmani yang mereka berikan ini tidaklah lepas dari pemberitaan mereka yang menyatakan bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Menyembuhkan orang sakit, merupakan salah satu jawaban atas damai sejahtera yang menjadi salam mereka dan juga wujud dari  tanda-tanda kerajaan Allah.

Tuhan Yesus juga mengingatkan mereka bahwa tidak semua keluarga dan tidak semua kota akan menerima mereka dan pemberitaan mereka. Mereka juga harus siap jika ada orang, keluarga atau kota yang menolak mereka. Para murid itu tidak perlu kecil hati, yang penting mereka sudah memberitakan bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Artinya mereka perlu mempersiapkan diri juga (ayat 10, 11).

 

Benang merah 3 bacaan.

Pribadi Allah yang dikenal manusia sesungguhnya bukan saja jiwa kemaskulinanNya, tetapi kefemininanNya juga sangat nampak dalam keinginannya untuk menyelamatkan, tidak ingin anak-anakNya binasa. Upaya penyelamatan yang Tuhan lakukan ini juga nampak dalam Dia mengutus para murid untuk mewartakan damai sejahtera dan untuk itu mereka juga harus saling membantu. Tuhan juga melibatkan mereka untuk ambil bagian dalam pelayanan bagi kemanusiaan.

 

 

RANCANGAN KHOTBAH :  Bahasa Indonesia.

AYO, MENJADI “PEKERJA” !
(Nats : Luk. 10 : 2)

 

Pendahuluan

Adalah wajar jika seseorang memberi tugas kepada orang lain, dia terlebih dahulu memberikan bekal untuk di perjalanan atau untuk keperluan lain selama menjalankan tugas itu. Bekal itu bisa berupa sesuatu yang bersifat materi ataupun petunjuk teknis. Tujuannya pastilah supaya orang yang diutus / diberi tugas itu bisa melaksanakan tugas dengan baik dan berhasil.

 

Isi.

Hal di atas sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Tuhan Yesus ketika mengutus 70 orang muridNya. Bekal berupa petunjuk teknis memang Ia berikan, tetapi bekal berupa materi tidak diberikan. Bahkan para muridpun dilarang untuk membawa bekal, baik itu berupa uang, makanan, maupun cadangan pakaian dan kasut. Mengapa demikian, padahal jelas sekali bahwa para murid akan menghadapi situasi yang sangat tidak mudah (ayat 3)?

Tuhan Yesus menginginkan agar dalam melaksanakan tugasnya para murid tidak bergantung pada apa yang menjadi “bekalnya”, apapun wujud bekal itu. Mereka tidak boleh mengandalkan “bekalnya”. Mereka harus benar-benar hanya mengandalkan Tuhan dan bergantung sepenuhnya pada pemeliharaan Tuhan. Ketika mereka tidak memiliki apa-apa untuk menghadapi situasi yang sulit, pastilah mereka hanya mengandalkan Tuhan. Bagi seorang “penuai” / “pekerja” seharusnya memang hanya mengandalkan Tuhan dan melakukan apa yang Tuhan kehendaki.

Dalam memberitakan kerajaan Allah yang sudah dekat itu, para murid tidak dibiarkan sendiri-sendiri, tetapi berdua-dua (ayat 1). Di situlah para murid harus belajar saling membantu dan menopang dalam menghadapi setiap persoalan. Mereka juga diajar untuk menyelesaikan masalah bersama-sama demi keberhasilan mengemban tugas pewartaan (band. Bacaan 2 tentang saling membantu). Mereka pasti akan berhadapan dengan tantangan (bagai domba di tengah serigala) berupa penolakan dan sebagainya yang bahkan mungkin bisa mengancam nyawa mereka. Dengan saling membantu dan tetap mengandalkan Tuhan, mereka akan bisa mengatasinya. Inilah tantangan bagi para “penuai” / “pekerja” Tuhan, yaitu ditolak.

Tugas pewartaan bahwa kerajaan Allah sudah dekat, bukanlah tugas yang mudah. Orang yang diberi warta itu juga harus memahami tanda-tanda hadirnya kerajaan Allah di muka bumi ini. Itulah sebabnya para murid diminta untuk selalu mengucapkan salam damai sejahtera. Artinya, orang yang menerima perwartaan para murid itu juga harus merasakan suasana damai sejahtera sebagai wujud hadirnya tanda-tanda kerajaan Allah. Damai sejahtera yang mereka rasakan tentunya bukan hanya masalah batin dan masalah rohani. Bagaimana mungkin mereka merasakan damai sejahtera kalau secara lahiriah mereka sangat tidak sejahtera. Oleh sebab itu Tuhan Yesus menugaskan mereka untuk menyembuhkan orang sakit, dan menjawab berbagai kebutuhan jasmani mereka.

Apa yang dilakukan para murid ini tentunya tidak lepas dari cinta kasih Allah yang tidak ingin umatNya binasa. Allah berusaha untuk mengingatkan dan menyelamatkan semua umatNya. Bagaikan seorang “Ibu” yang pasti ingin semua anaknya selamat dan berada dalam suasana damai sejahtera (band. Bacaan 1). Dan apa yang dilakukan oleh para murid itu adalah sebagai persiapan menjelang Tuhan Yesus datang ke tempat mereka.

Tuhan Yesus jelas melibatkan banyak orang, banyak pihak, untuk ambil bagian dalam pelayananNya. Sebagai apapun dia, yang bersedia Tuhan pakai, maka Tuhan juga akan melibatkannya untuk berkarya di “ladangNya”. Mereka yang tanpa “bekal”pun justru diharapkan akan lebih fokus pada tugas yang diembannya karena hanya mengandalkan Tuhan.

Jadi, siapapun yang bekerja mewartakan Injil kerajaan Allah, yang mewartakan damai sejahtera, mereka semua adalah “pekerja”. Mereka semua bukan pemilik yang bisa bertindak semaunya, tetapi seorang pekerja harus hanya taat pada kehendak Sang Pemilik, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Dan para “pekerja” ini seharusnya memang hanya mengandalkan Tuhan, bukan yang lain. Dia juga harus tetap fokus pada pemberitaannya, sekalipun menghadapi berbagai mara bahaya.

 

Penutup

Di jaman sekarang, para “penuai” / “pekerja” di ladang Tuhan ini menghadapi situasi yang semakin sulit. Mereka bukan saja berhadapan dengan masalah penolakan saja, tetapi juga berbagai godaan dari dalam diri sendiri. Mereka bisa saja sibuk dengan “bekal” yang dianggap harus dibawa. Dengan demikian mereka tidak lagi sepenuhnya mengandalkan Tuhan dan juga tidak bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Mereka lebih mengandalkan bekalnya dan direpotkan dengan bekal itu. Bekal itu bisa berupa materi, ilmu, kekuatan fisik, ketrampilan, dll. Demikian juga dengan masalah penolakan. Di jaman sekarang banyak orang yang menganggap ada banyak hal lain yang lebih menarik dari “sekedar” mendengarkan peringatan dan pemberitaan bahwa kerajaan Allah sudah dekat.

Persoalan lain yang mungkin dihadapi adalah para “penuai” / “pekerja” ini lupa bahwa mereka bukan pemilik. Mereka cenderung ingin “menguasai” orang-orang yang mereka beri warta damai sejahtera itu. Mereka lupa kalau dirinya hanya pekerja yang seharusnya tidak punya kuasa untuk menguasai. Dan siapapun bisa Tuhan pakai untuk menjadi “pekerja” bagiNya. Yang mereka butuhkan hanya kesediaan untuk Tuhan pakai dan kesediaan melakukan segala perintahNya. Para  “pekerja” ini tidak perlu kuatir akan kelangsungan hidupnya, sebab sesungguhnya Tuhan memelihara mereka melalui orang-orang yang mereka layani. Amin. (YM)

 

Nyanyian : KJ. 428 : 1, 3, 5, 6.

RANCANGAN KHOTBAH :  Basa Jawi

PAYO, DADI “TUKANG DEREP” !
(Jejer : Luk. 10 : 2)

Pambuka

Limrahipun, menawi wonten tiyang ingkang paring jejibahan dhateng tiyang sanes, adatipun paring sangu kangge nyekapi kabetahaipun salebeting nindakaken jejibahan kalawau. Sangu punika saged awujud bandha utawi pitedah-pitedah. Cetha, bilih tujuanipun supados tiyang ingkang kautus kalawau sageda nindakaken jejibahanipun kanthi sae lan ugi kasil.

 

Isi

Punapa ingkang kaserat ing inggil nyatanipun boten katindakaken dening Gusti Yesus nalika ngutus 70 sakabatipun. Sangu awujud pitedah-pitedah pancen kaparingaken, ananging sangu awujud bandha boten kaparingaken. Para sakabat malah boten pareng sami mbekta sangu, sae awujud arta, tedhan, mekaten ugi sandhangan lan trumpah. Kenging punapa mekaten? Estunipun para sakabat badhe ngadhepi kawontenan ingkang boten gampil (ayat 3).

Gusti Yesus ngersakaken supados anggenipun nindakaken jejibahan para sakabat boten ngandelaken “sangunipun”, punapa kemawon wujudipun. Para sakabat boten pareng ngandelaken sangunipun. Para sakabat kedah saestu namung ngandelaken Gusti kemawon lan gumantung kaliyan pangrimatipun Gusti. Nalika para sakabat boten gadhah punapa-punapa kangge ngadhepi kawontenan ingkang ewet, tamtu namung badhe ngandelaken Gusti. Tumraping “tukang derep” kedahipun inggih namung ngandelaken Gusti lan nindakaken karsanipun Gusti ingkang kagungan panen.

Para sakabat martosaken bilih kratoning Allah sampun celak. Lah ing ngriku para sakabat boten tumindak piyambak-piyambak, nanging sami kekalih (ayat 1). Ing ngriku para sakabat kedah sinau sangkul-sinangkul lan sami paring kekiyatan anggenipun ngadhepi samudaya prekawis. Para sakabat ugi kedah sinau saged ngrampungaken sedaya prekawis sesarengan amrih saged kasil ing pawartosipun (band. waosan 2 ing bab sangkul-sinangkul). Tamtunipun para sakabat badhe ngadhepi bebaya (kados cempe ing satengahing asu ajag), awujud katampik dening liyan, kepara ugi prekawis ingkang mbebayani tumrap nyawanipun. Kanthi sangkul-sinangkul lan tansah ngandelaken Gusti, para sakabat badhe saged mrantasi. Lah inggih punika ingkang dipun wastani tantangan tumrap para “tukang derep”, inggih punika menawi katampik dening tiyang sanes.

Jejibahan kangge martosaken bab kratoning Allah sampun celak, sanes prekawis ingkang gampil. Sinten kemawon ingkang nampi pawartos punika kedah mangertos tandha-tandha rawuhipun kratoning Allah ing lumahing bumi. Pramila para sakabat kedah tansah uluk salam tentrem rahayu. Wosipun, tiyang ingkang nampi pawartosipun para sakabat punika ugi kedah ngraosaken kawontenan ingkang kebak tentrem rahayu minangka wujuding pratandha rawuhipun kratoning Allah. Tentrem rahayu ingkang karaosaken tamtunipun boten namung ing bab tata batin lan rohani kemawon. Kados pundi para tiyang kalawau badhe ngraosaken tentrem rahayu menawi nyatanipun ing tata lair boten wonten tentrem rahayu. Pramila, Gusti Yesus paring jejibahan supados para sakabat ugi nyarasaken para tiyang sakit, lan paring pangluwaran ugi ing bab kabetahaning jasmani.

Punapa ingkang katindakaken dening para sakabat tamtunipun boten uwal saking katresnanipun Allah ingkang boten ngersakaken umat kagunganipun punika sami tumpes. Allah mbudidaya kangge ngengetaken lan milujengaken sedaya umat kagunganipun. Kados dene satunggaling “Ibu” ingkang tamtu mbudidaya amrih sedaya para anak sageda wilujeng lan ngraosaken tentrem rahayu (band.waosan 1). Lan punapa ingkang katindakaken dening para sakabat punika dados pacawisan saderengipun Gusti Yesus rawuh ing papan ngriku. Gusti Yesus ngagem kathah tiyang kangge ndherek nindakaken peladosan. Dadosa punapa kemawon, lan sinten kemawon ingkang cumadhang dipun agem dening Gusti, tamtu Gusti ugi ngersakaken tiyang kalawau dados “tukang derep” ing sabinipun Gusti. Para sakabat ingkang tanpa “sangu” punika mugi saged langkung tunggil tuju (focus) dhumateng jejibahan ingkang sampun katampi inggih awit saking namung ngandelaken Gusti.

Pramila, sinten kemawon ingkang martosaken Injil kratoning Allah, ingkang martosaken bab tentrem rahayu, sedaya punika inggih dipun wastani “tukang derep”. Sedayanipun sanes ingkang kagungan panenan ingkang saged tumindak punapa kemawon. “Tukang derep” kedahipun namung miturut ing kersanipun ingkang kagungan panenan, inggih punika Gusti Yesus piyambak. Dene para “tukang derep” punika kedahipun inggih namung ngandelaken Gusti, boten sanesipun. Mekaten ugi kedah tansah tunggil tuju (focus) dhumateng punapa ingkang kedah kawartosaken senadyan kedah ngadhepi samukawis bebaya.

 

Panutup

Ing jaman samangke, para “tukang derep” ing sabinipun Gusti punika inggih ngadhepi kawontenan ingkang sansaya ewet. Para “tukang derep” punika boten namung ngadhepi prekawis katampik kemawon, ananging ugi kathah godha saking dhiri pribadinipun. Para “tukang derep” punika saged kemawon malah repot kaliyan “sangu” ingkang miturut pamanggihipun kedah dipun bekta. Menawi mekaten lajeng para “tukang derep” punika boten ngandelaken Gusti lan boten gumantung kaliyan Gusti. Para “tukang derep” punika langkung ngandelaken sangunipun lan repot kaliyan sangunipun. Sangu punika saged awujud bandha, ilmu, karosan, kaprigelan, lsp. Mekaten ugi menawi katampik. Ing jaman samangke kathah tiyang ingkang nganggep bilih kathah prekawis sanes ingkang langkung merak ati tinimbang namung mirengaken pepenget lan pawartos bab kratoning Allah ingkang sampun celak.

Prekawis sanes ingkang saged ugi dipun adhepi dening para “tukang derep” inggih punika kesupen bilih piyambakipun sanes ingkang gadhah panenan. Para “tukang derep” punika lajeng tumindak kados dene ingkang gadhah panguwaos tumrap para tiyang ingkang nampi pawartos temtren rahayu punika. Lan sinten kemawon saged dipun agem dening Gusti dados “tukang derep” ing sabinipun Gusti. Ingkang kabetahekan inggih namung sumadya kaagem dening Gusti lan ugi sumadya nindakaken sedaya karsanipun. Para “tukang derep” punika boten sisah kuwatos ing bab gesangipun, awit estunipun Gusti tamtu ngrimati lumantar para tiyang ingkang dipun ladosi.  Amin. (YM)

 

Pamuji : KPK  63 : 1, 2, 3.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak