Minggu Adven I
Stola Ungu
Bacaan 1 : Yesaya 64 : 1 – 9.
Bacaan 2 : 1 Korintus 1 : 3 – 9.
Bacaan 3 : Markus 13 : 24 – 37.
Tema Liturgis : Setia dan Berjaga-jaga Menanti Kedatangan Kristus.
Tema Khotbah : Menjaga Iman dan Kekudusan Hidup di Masa Adven.
Penjelasan Teks Bacaan
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 64 : 1 – 9
Nabi Yesaya “membandingkan” kemuliaan dan kebesaran Allah dengan keberdosaan manusia. Karena manusia penuh dosa, bahkan dikatakan tidak ada telinga yang mendengar, tidak ada mata yang melihat (ayat 4a), tidak ada yang memanggil nama-Nya, tidak ada yang bangkit untuk berpegang pada Allah (ayat 7a). Keberdosaan manusia inilah yang menjadikan manusia tidak memahami kemaha-kuasaan Allah, sekalipun Dia telah menyatakan melalui berbagai keajaiban alam (ayat 1, 2). Semakin besar keberdosaan manusia dihadapan Allah, tentunya semakin menyulitkan manusia untuk memahami kemuliaan dan kebesaran Allah. Keberdosaan manusia ini pula yang mendatangkan kemarahan Allah.
Situasi itu tentunya tidak menjadikan Allah terus-menerus menolak manusia. Ada keyakinan dalam diri nabi Yesaya bahwa Allah tidak akan marah untuk selamanya. Itulah sebabnya Yesaya meminta Allah untuk tidak murka dan tidak lagi mengingat-ingat dosa manusia (ayat 9). Yesaya hanya berharap kiranya Allah memandang umat-Nya. Pengertian memandang tentunya juga memperhatikan. Bahkan wujud dari keinsyafan manusia itu ditunjukkan dalam pengakuan bahwa Allah kini menjadi Bapa bagi Israel (ayat 8). Bahkan pengakuan itu ditindak-lanjuti dengan kesediaan untuk menjadi tanah liat yang dibentuk oleh Allah. Ada “kepasrahan” untuk dibentuk sesuai dengan kehendak Allah. Artinya bukan lagi bertindak seperti kemauannya sendiri, tetapi seperti yang dikehendaki Allah. Tanah liat yang dibentuk juga menjadi lambang kebergantungan yang penuh pada pembentukkan, yaitu Allah.
1 Korintus 1 : 3 – 9
Rasul Paulus bersyukur atas apa yang dialami oleh jemaat di Korintus. Mereka mendapatkan anugerah Tuhan menjadi kaya dalam segala hal. Kekayaan yang diterima bukan secara materi, tetapi justru kaya dalam perkataan dan berbagai pengetahuan. Bahkan Paulus mengatakan bahwa jemaat Korintus tidak kekurangan dalam suatu karuniapun. Artinya, warga jemaat Korintus memang hidup dalam berbagai macam karunia pemberian Tuhan, sangat heterogen. Keberagaman itu sesungguhnya semakin memperlengkapi kehidupan jemaat. Berbagai karunia yang bermacam-macam itulah yang menjadikan Jemaat Korintus disebut oleh Paulus memiliki berbagai kekayaan. Berbagai karunia itu juga bisa membekali jemaat Korintus untuk menjaga kekudusan hidupnya dalam menanti hari kedatangan Kristus.
Hari kedatangan Kristus memang harus disambut dengan hidup dalam kekudusan dan tidak bercacat di hadapan Allah. Hidup yang tidak bercacat ini membutuhkan kesungguhan dan kemampuan dari Tuhan untuk menjalaninya. Paulus mengingatkan agar jemaat Korintus tidak perlu khawatir, karena mereka pasti bisa, karena Allah telah memperlengkapi mereka dengan berbagai karunia yang sudah diberikan kepada mereka. Anugerah ini bukan sesuatu yang “datang-pergi”, karena pada dasarnya Allah itu setia. Maka Diapun pasti setia dalam memberikan kemampuan pada jemaat Korintus untuk menjaga hidupnya tetap tidak bercacat di hadapan Allah.
Berbagai karunia yang Allah berikan itu adalah untuk memampukan mereka menjadi benar-benar siap menyambut hari Tuhan yang akan datang. Dengan kata lain, tidak ada alasan bagi jemaat Korintus untuk mengatakan tidak siap dan tidak mampu menjaga kekudusan hidupnya dalam menyambut kedatangan Kristus.
Markus 13 : 24 – 37
Markus menggambarkan kedatangan Anak Manusia diawali dengan berbagai peristiwa alam yang menakjubkan, sebelum menampak kemuliaan-Nya. Semua itu bisa dipelajari sebagai sebuah penanda. Seperti juga manusia mengetahui bahwa ranting-ranting pohon ara yang melembut dan mulai bertunas menjadi penanda musim panas sudah dekat (ayat 28). Semua itu bisa dipelajari, demikian juga dengan tanda-tanda kedatangan Anak Manusia.
Kedatangan Anak Manusia secara persis memang tidak ada seorangpun yang tahu. Yang penting tentunya bukannya kapan Dia akan datang dan apa tanda-tandanya, tetapi yang lebih penting adalah keadaan berjaga-jaga, keadaan siap sedia ketika Dia datang. Kedatangan Anak Manusia bisa demikian tiba-tiba, tanpa pemberitahuan. Semua hamba harus dalam keadaan “terjaga”, tidak sedang tidur, tetapi siap mempertanggung-jawabkan pekerjaan yang telah dipercayakan kepada masing-masing orang (ayat 34). Dalam keadaan siap ataupun tidak siap, kenyataannya Anak Manusia pasti datang. Seruan untuk berjaga-jaga menjadi amat penting, karena dibutuhkan kesetiaan menanti dan juga hikmat untuk memahami tanda-tanda yang telah Tuhan serukan.
Siap sedia menyambut kedatangan Anak Manusia, bukan dalam keadaan tidur (terlena) menjadi hal utama. Banyak orang lebih meributkan soal tanda-tanda akan datangnya Anak Manusia. Kapanpun saatnya sebenarnya tidaklah menjadi soal, sebab yang lebih penting adalah kesiapan masing-masing pribadi untuk menyambut-Nya. Penekanan dalam perikop ini adalah kesiap-sediaan ketika Anak Manusia itu datang. Di ayat 36 dinyatakan jangan sampai ketika Anak Manusia itu datang, hamba-Nya dalam keadaan tidur. Artinya hamba itu dalam keadaan terlena, “tidak sadar”, yang tentunya tidak mungkin bisa mempertanggung-jawabkan pekerjaan yang telah dipercayakan kepadanya. Dia tidak bisa menyambut “tuannya”, apalagi bersukacita atas kedatangannya.
Benang Merah Tiga Bacaan :
Menanti kedatangan Anak Manusia sepatutnya dimaknai menjadi masa yang penuh pertobatan (karena Allah yang setia tidak akan marah untuk selamanya) dan menjaga kekudusan hidup hingga tak bercacat dihadapanNya. Inilah wujud dari hidup berjaga-jaga di hadapan Allah.
Rancangan Khotbah : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)
Pendahuluan
Ketika mendengar istilah: “siaga satu”, apa yang terlintas dalam benak kita? Hampir semua orang bisa mengucapkannya, tetapi tidak semua dari mereka yang mengucapkan itu bisa membuktikannya. Yang jelas istilah “siaga satu” sangat berkaitan erat dengan kewaspadaan, keadaan berjaga-jaga, sedia berbuat sesuatu setiap saat, tidak lengah, tetap sadar, dll. Istilah “siaga satu” biasanya diterapkan pada keadaan yang berkaitan dengan situasi bencana, atau apapun yang bersifat bahaya.
Bagaimana halnya jika keadaan “siaga satu” itu juga diterapkan dalam kehidupan iman kita? Bagaimana jika keadaan itu juga diterapkan di masa-masa Adven ini? Dalam banyak hal memang tidak persis sama. Istilah “siaga satu” dalam konteks tanggap bencana tentunya diliputi dengan suasana hati yang was-was, namun harus tetap waspada dan berjaga. Berbeda dengan masa Adven. Sama-sama harus waspada dan berjaga, namun suasana hati orang beriman diliputi pengharapan dan suka suka cita karena menanti kedatangan Kristus, Sang Juruslamat manusia.
Isi
Adven memang sebuah masa penantian. Namun demikian, penantian itu bukanlah penantian dalam ketidak-pastian. Sebaliknya, merupakan masa penantian yang penuh suka cita akan perjumpaan dengan Sang Kristus. Memang tak seorangpun tahu kapan persisnya waktu kedatangan Sang Anak Manusia itu, tetapi Dia telah meminta semua orang untuk siap siaga, berjaga-jaga menyambut kedatanganNya yang pasti terjadi. Itulah saat-saat yang sangat membahagiakan semua orang percaya, bahkan dinantikan oleh semua orang.
Dalam Injil Markus ditekankan pentingnya berjaga-jaga dalam menanti kedatangan Sang Anak Manusia (ay. 37). Berjaga-jaga bukan sekedar tidak tidur atau diam menanti, tetapi orang yang berjaga-jaga adalah orang yang siap sedia melakukan apapun yang diperlukan. Orang yang berjaga-jaga itu menyadari sepenuhnya tentang dirinya, tentang apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Bahkan orang tersebut juga tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam rangka menjaga keselamatan dirinya. Orang yang berjaga-jaga juga sadar betul akan kekuatan dan kemampuannya, kelemahannya dimana, juga sadar tentang bagaimana harus bersikap dan siap melakukan aktifitas. Tidaklah berlebihan jika orang yang berjaga-jaga itu bagaikan berada dalam kondisi “siaga satu”.
Berjaga-jaga merupakan kegiatan aktif, termasuk dalam kewaspadaan penuh. Orang yang berjaga-jaga adalah juga orang yang sedang bekerja di saat “tuannya” datang, dan siap mempertanggung-jawabkan pekerjaannya itu. Diapun setia melakukan apa yang telah dipercayakan kepadanya, ada ketaatan didalamnya. Diapun berharap dan yakin bahwa “tuannya” yaitu Sang Anak Manusia itu pasti datang. Penantian itu sekaligus merupakan pengharapan dan kerinduannya untuk berjumpa dengan Sang Anak Manusia, dan itupun diisi dengan berbagai aktifitas sebagai wujud kesetiaannya. Salah satu aktifitas bagi orang beriman adalah dengan cara menjaga hidupnya dalam kekudusan dan dalam keadaan tak bercacat hingga kedatangan Kristus. Orang beriman telah diperlengkapi berbagai karunia oleh Tuhan, yang semua itu bisa dimanfaatkan untuk menjaga kekudusan hidupnya. Tidak ada alasan untuk menyatakan tidak mampu, atau bahkan beralasan bahwa manusia itu penuh kelemahan. Hidup dalam kekudusan dan dalam kehendak Allah itu juga merupakan bukti nyata kesetiaannya pada Kristus dan perintahNya (lih. bacaan 2).
Apakah yang mendasari kesetiaan kepada Kristus dan kehendakNya? Tidak lain adalah kesetiaan Allah pada janjiNya. Janji pengampunan dan penyelamatan umat-Nya (lih. bacaan 1), demikian juga janji-Nya untuk datang yang kedua kali (Mark. 13:31). Percaya penuh pada janji-janji Allah itulah yang menjadikan orang beriman setia berharap menanti kedatangan Kristus. Allah tidak pernah dan tidak mungkin mengingkari janji-Nya. Hal ini sudah terbukti sejak jaman Perjanjian Lama, khususnya yang telah disaksikan oleh nabi Yesaya.
Kapankah Kristus akan datang? Kedatangan pertama sudah terjadi dalam peristiwa kelahiran-Nya yang kita peringati sebagai hari Natal. Namun demikian Dia berjanji akan datang yang kedua kali, yang tidak seorangpun tahu kapan saatnya (Mark. 13:32). Kapan dan dimana Dia akan datang tidaklah penting, yang terpenting adalah kapanpun Dia datang, manusia dalam keadaan berjaga-jaga (=siaga satu), tidak lengah, bahkan siap mempertanggung-jawabkan apapun yang Dia percayakan sebagai sebuah karunia. Ini waktu yang dinanti oleh orang beriman karena mereka akan berjumpa dan menyambut kehadiran Kristus, Sang Penyelamat dunia.
Hari ini merupakan Minggu Adven pertama di tahun 2020. Adven berasal dari kata Latin Adventus yang berarti kedatangan. Masa Adven bagi orang Kristen merupakan masa untuk mempersiapkan diri menyambut Natal yang memperingati kelahiran dan kedatangan Yesus Kristus, namun sekaligus juga merupakan masa penantian kedatangan-Nya yang kedua kalinya pada akhir zaman. Jadi, tidaklah berlebihan jika masa Adven menjadi masa suka cita karena ada persiapan “pesta” natal, namun hal itu tidak boleh menjadikan manusia terlena/lengah oleh suasana pestanya saja dan melupakan kesiap-siagaan dalam menanti kedatangan-Nya yang kedua. Hal yang tidak boleh dilupakan di masa Adven adalah juga menjadi masa yang diliputi suasana pertobatan (seperti seruan Yesaya). Suasana pertobatan juga akan menjadi kontrol bagi manusia agar tidak terlena hanya dalam suasana “pesta”, namun tetap waspada. Salah satu wujud berjaga-jaga atau situasi “siaga satu” ini adalah dengan berjuang mempertahankan kesetiaan iman kepada Kristus, dan sekaligus juga berjuang menjaga kekudusan hidup seperti yang Dia kehendaki. Supaya ketika Dia datang yang kedua kali itu, kita kedapatan tak bercacat di hadapanNya. Masa Adven juga menjadi masa pengharapan penggenapan janji Allah, karena itu juga menjadi masa suka cita. Ya, suka cita pasti ada, namun tetap disertai kehati-hatian tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut Allah.
Penutup
Masa Adven telah tiba. Masa berjaga-jaga dan “siaga satu” juga telah dimulai. Namun demikian hal ini bukan menjadikan kita berada dalam masa penantian yang penuh kekhawatiran dan ketakutan. Sebaliknya, ini merupakan masa penantian yang membahagiakan karena kita akan menyaksikan penggenapan janji-janji Tuhan. Apa yang sudah kita persiapkan di Minggu Adven yang pertama ini? Tentunya bukan berbagai keruwetan dan kesibukan menyiapkan pesta natal hingga menjadikan kita lengah menjaga kekudusan hidup kita, bahkan melupakan suasana pertobatan yang bisa menjadi kendali hidup kita. Menjaga kekudusan hidup sesuai kehendak Kristus membutuhkan perjuangan, demikian juga menjaga kesetiaan iman kepada Kristus juga butuh perjuangan yang tidak mudah. Itulah bagian dari aktifitas orang-orang yang berjaga-jaga. Namun perjuangan itu ditempuh dengan suka cita, bukan dengan was-was, karena keyakinan pada janji Kristus untuk datang, menjumpai dan menyelamatkan umat-Nya.
Jangan terlena dalam suasana pesta, ingatlah bahwa masa “siaga satu”, masa berjaga-jaga sedang berlangsung. Selamat berjuang dalam menyambut kedatangan Tuhan. Amin. (YM).
Nyanyian : KJ. 76 : 1, 2 Kau yang Lama Dinantikan
—
Rancangan Khotbah : Basa Jawi
Pambuka
Nalika mireng tembung: “siaga satu”, punapa ingkang wonten ing pamikiran kita? Meh saben tiyang saged ngucap mekaten, ananging dereng tamtu ingkang ngucap punika saged mbuktekaken. Ingkang cetha, tembung “siaga satu” punika sesambetan kaliyan bab tumindak waspada, kawontenan ingkang tansah jumaga, sumadya nindakaken punapa kemawon ing saben wekdal, boten lena, tansah melek, lsp. Tembung “siaga satu” asring kepireng ing kawontenan ingkang kebak prahara lan bebaya.
Kados pundi menawi kawontenan “siaga satu” punika ugi katindakaken ing salebeting gesang kapitadosan kita? Kados pundi menawi kawontenan punika ugi katindakaken ing mangsa Adven? Pancen boten persis sami kawontenanipun. Tembung “siaga satu” ing kawontenan ingkang kebak prahara lan bebaya tamtu kalimputan manah ingkang was-was, ajrih, nanging kedah tansah waspada lan jumaga. Punika saestu benten kaliyan ing mangsa Adven. Pancen sami-sami kedah tansah waspada lan jumaga, nanging kawontenaning manah para tiyang pitados ing mangsa Adven kalimputan pangajeng-ajeng dan kabingahan awit ngrantos rawuhipun Sang Kristus, Sang Juruwilujeng tumrap manungsa.
Isi
Adven punika pancen mangsa kangge ngrantos utawi masa penantian. Ananging, mangsa kangge ngrantos punika boten ateges ngrantos prekawis ingkang boten tamtu. Kosok-wangsulipun, dados mangsa kangge ngrantos ingkang mbingahaken awit badhe pinanggih kaliyan Sang Kristus. Pancen boten wonten ingkang mengertos kapan wekdalipun Sang Putraning Manungsa badhe rawuh, ananging Panjenenganipun sampun paring piwucal supados sedaya manungsa tansah cecawis, jumaga, mapag rawuhipun ingkang tamtu badhe kelampahan. Punika saestu wekdal ingkang mbingahaken sedaya tiyang pitados, mekaten ugi wekdal ingkang dipun rantos dening sedaya tiyang.
Ing Injil Markus kaserat kados pundi wigatosipun bab jumaga ing salebeting nganti-anti rawuhipun Sang Putraning Manungsa (ay.37). Jumaga punika boten namung kawontenan ingkang boten tilem (melek) ing salebeting ngrantos, ananging tiyang ingkang jumaga punika tansah sumadya nindakaken samudaya prekawis ingkang kabetahaken. Tiyang ingkang jumaga punika saestu sadhar ing bab dhirinipun pribadi, mekaten ugi punapa ingkang wonten ing sakiwa-tengenipun. Tiyang punika ugi mangertos punapa ingkang saged katindakaken lan ingkang boten pareng katindakaken kangge njagi kawilujenganipun. Tiyang ingkang jumaga ugi saestu mangertos ing bab kekiyatan lan kesagedanipun, ing pundi karingkihanipun, ugi mangertos ing bab kados pundi tumindakipun. Mbok bilih sampun sakmesthinipun menawi tiyang ingkang jumaga punika kados dene wonten ing kawontenan “siaga satu”.
Jumaga punika tumindak ingkang aktif, kalebet ing kawontenan ingkang tansah waspada. Tiyang ingkang jumaga ugi tiyang ingkang saweg nyambut damel nalika “Bendaranipun” rawuh, lan sumadya tanggel jawab ing bab pedamelanipun. Piyambakipun ugi setya nindakaken punapa kemawon ingkang sampun kapitadosaken dhateng piyambakipun, lah ing ngriku wonten pambangun turut ingkang saestu. Piyambakipun ugi ngajeng-ajeng lan pitados bilih “Bendaranipun” inggih punika Sang Putraning Manungsa tamtu badhe rawuh. Anggenipun ngrantos punika ugi dados pangajeng-ajengipun lan pepinginanipun kangge pinanggih kaliyan Sang Putraning Manungsa, lah punika ugi dipun isi kanthi nyambut damel kangge mujudaken kasetyanipun. Salah satunggaling wujud tumindaking para tiyang pitados inggih punika kanthi njagi gesangipun supados tansah wonten ing salebeting kasucen lan tanpa cacat ngantos dinten rawuhipun Sang Kristus. Para tiyang pitados sampun pinaringan mawerni-werni kanugrahan saking Gusti, lan sedaya punika saged kaginakaken kangge njagi kasucening gesangipun. Boten wonten alasan kangge ngucap boten sagah, utawi rumaos kebak karingkihan. Gesang ing salebeting kasucen lan wonten ing karsanipun Allah punika ugi dados bukti nyata ing bab kasetyanipun dhumateng Sang Kristus lan sedaya pangandikanipun (mugi mirsani waosan 2).
Punapa ingkang dados landhesan ing bab kasetyan dhumateng Sang Kristus lan karsanipun? Boten wonten sanes kejawi kasetyanipun Allah tumrap prajanjinipun. Prajanji ing bab pangapuntening dosa lan kawilujenganipun umat (mugi mirsani waosan 1), mekaten ugi prajanjinipun ing bab rawuhipun ingkang kaping kalih (Mark. 13 : 31). Saestu pitados ing bab prajanjinipun Allah punika ingkang ndadosaken para tiyang pitados setya ing pangajeng-ajeng ngrantos rawuhipun Sang Kristus. Gusti Allah boten nate lan boten badhe nglirwakaken prajanjinipun. Prekawis punika sampun kabukti wiwit jaman Prajanjian Lami, maliginipun kados ingkang sampun sineksenan dening nabi Yesaya.
Kapan Sang Kristus badhe rawuh? Kerawuhanipun ingkang wiwitan sampun kelampahan ing wiyosipun ingkang kita pengeti ing pahargyan natal. Ananging, Panjenenganipun sampun aprajanji badhe rawuh ingkang kaping kalih, lan boten wonten setunggal kemawon manungsa ingkang mengertosi ing bab wekdalipun (Mark. 13:32). Kapan lan ing pundi dunungipun Sang Kritus badhe rawuh, estunipun kirang wigati. Ingkang langkung wigati inggih punika : samangsa Panjenenganipun rawuh, manungsa tansah wonten ing kawontenan jumaga (=siaga satu), boten lena, kepara sumadya tanggel jawab ing sedaya prekawis ingkang sampun kapitadosaken dados kanugrahanipun. Punika satunggaling wekdal ingkang saestu dipun ajeng-ajeng dening para tiyang pitados, awit badhe pinanggih lan mahargya rawuhipun Sang Kristus, Sang Juru Wilujenging jagad.
Dinten punika kita lumebet ing Minggu Adven ingkang wiwitan ing tahun 2020. Adven punika saking basa Latin Adventus ingkang tegesipun rawuh (=kedatangan). Ing mangsa Adven punika tumrap tiyang Kristen dados wekdal kangge cecawis mahargya Natal, inggih pengetan wiyosipun lan rawuhipun Gusti Yesus Kristus, nanging ugi dados pangajeng-ajeng ing bab rawuhipun ingkang kaping kalih ing pungkasaning jaman. Pramila saged dipun wastani bilih mangsa Adven punika dados mangsa ingkang mbingahaken awit wonten cecawis pahargyan Natal. Nanging, prekawis punika sampun ngantos ndadosaken manungsa lena ing swasana pahargyan (pesta) kemawon, wusananipun nglirwakaken ing bab jumaga, waspada wonten anggenipun nganti-anti rawuhipun Sang Kristus ingkang kaping kalih. Prekawis ingkang ugi boten saged kalirwakaken ing mangsa Adven inggih punika dados mangsa pamratobat (kados dene dhawuhipun nabi Yesaya). Swasana pamratobat ugi badhe tansah dados “kontrol” tumrap manungsa supados boten lena namung ing swasana pahargyan kemawon, nanging kedah tansah waspada.
Salah satunggaling wujud tansah jumaga utawi swasana “siaga satu” inggih punika kanthi tansah ngupadi gesang ing kasetyan lan kapitadosan dhumateng Sang Kristus lan ugi tansah ngupadi gesang ing kasucen kados ingkang kakersakaken dening Sang Kristus. Menawi Panjenenganipun rawuh ingkang kaping kalih, supados kita tansah gesang tanpa cacat ing ngarsanipun. Mangsa Adven ugi dados mangsa pengajeng-ajeng prajanjinipun Allah dipun tetepi, punika ugi dados mangsa kabingahan. Kabingahan tamtu wonten, nanging kedah tansah dipun kantheni pepinginan kangge nindakaken ing bab punapa ingkang pareng lan boten pareng katindakaken miturut karsanipun Allah.
Panutup
Mangsa Adven samangke saweg kita alami. Mangsa kangge tansah jumaga lan “siaga satu” ugi sampun kawiwitan. Ananging kawontenan punika boten ndadosaken kita wonten ing pangajeng-ajeng ingkang kebak raos was-was lan ajrih. Kosok-wangsulipun, punika dados pangajeng-ajeng ingkang mbingahaken awit badhe anyekseni prajanjinipun Allah dipun tetepi. Punapa ingkang sampun kita cawisaken ing Minggu Adven ingkang wiwitan punika ? Tamtunipun sanes mawerni-werni keruwetan lan kerepotan nyawisaken pahargyan Natal ngantos ndadosaken kita lena ing bab njagi kasucening gesang kita, mekaten ugi nglirwakaken ing bab swasana pamratobat ingkang estunipun saged ngemudheni gesang kita.
Njagi ing kasucening gesang miturut karsanipun Sang Kristus saestu mbetahaken pambudi-daya, mekaten ugi ing bab njagi kasetyan ing iman kapitadosan ugi mbetahaken pambudi-daya ingkang boten gampil. Punika salah satunggaling wujud tumindakipun tiyang ingkang tansah jumaga. Ananging pambudi-daya kalawau tinempuh ing salebeting kabingahan, boten kanthi was-was, awit wonten kapitadosan dhumateng prajanjinipun Sang Kristus ingkang badhe rawuh, nuweni lan milujengaken umatipun.
Sampun ngantos kita lena ing swasana pahargyan kemawon. Swawi sami tansah enget ing bab kawontenan ing swasana “siaga satu”. Samangke, kita saweg wonten ing mangsa tansah jumaga. Sugeng cecawis kangge mahargya rawuhipun Gusti. Amin. (YM).
Pamuji : KPJ. 231 : 1, 3 Kados Pundi, Dhuh Gusti