Khotbah Minggu 27 Agustus 2017

17 August 2017

Bulan Pembangunan GKJW
Stola Putih

Bacaan 1         : Keluaran 1:1-10
Bacaan 2         : Roma 12:1-8
Bacaan 3         : Matius 16:13-20

Tema Liturgis  : Kekuatan  Iman, Menguatkan Kita  Membangun GKJW
Tema Khotbah : Bersatu membangun Kerajaan Allah yang Penuh Damai Sejahtera

 

Keterangan Bacaan

(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Keluaran 1:1-10

  1. Orang Israel bertambah berlipat ganda di Mesir. Hal itu dibarengi perjalanan sejarah Mesir yang terus bergulir seiring waktu. Setelah mereka melupakan sejarah Yusuf, hubungan Israel-Mesir yang dahulu merupakan hubungan saling membantu berubah menjadi hubungan politis.
  2. Kondisi Israel: Jumlah Israel yang bertambah sedemikian rupa nampaknya didasari oleh semangat kemapanan hidup. Alih-alih pulang ke negerinya dan membangun negeri mereka memilih untuk tetap tinggal di Mesir, di mana semuanya tersedia. Kecenderungan oportunis (mengambil dan menggunakan kesempatan selagi kesempatan itu masih ada) tanpa mempertimbangkan tujuan jangka panjang untuk bersama menunjukkan pola hidup yang pragmatis (yang benar adalah yang bisa membuktikan diri sendiri secara praktis) dan materialistis.
  3. Kondisi Mesir: Kebijakan politis yang didasarkan pada rasa takut, terutama hasrat berkuasan dan ketakutan kehilangan kekuasaan telah terjadi sejak jaman dulu. Kebijakan politis yang demikian menunjukkan dua hal, yang pertama adalah semangat nasionalisme didasarkan pada kepentingan ras dan golongannya; yang kedua adalah semangat kontestasi (beradu unggul) untuk menjadi pemenang, bukan upaya kesejahteraan bersama yang merangkul semua perbedaan dalam persatuan.
  4. Ketika kondisi Israel bertemu dengan kondisi Mesir di atas, maka pihak yang berkuasa (Mesir) segera bisa mengambil langkah untuk menjajah kelompok tidak berkuasa (Israel). Bangsa yang sebenarnya bisa hidup bersama akhirnya memilih untuk menjadi penguasa dan dikuasai.

Roma 12:1-8

  1. Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan diri yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Hal ini ditunjukkan dari sebuah indikasi awal: dapat membedakan mana yang merupakan kehendak Allah.
  2. Kesadaran pertama dalam membedakan manakah yang kehendak Allah adalah dengan menyadari dan menerima kenyataan dirinya sebagai milik Allah, sehingga dia tidak mencari hal-hal yang tidak lebih tinggi daripada apa yang telah dikaruniakan Allah kepada dirinya. Dan kunci dari hal ini adalah mampu menguasai diri.
  3. Kesadaran kedua dalam menmbedakan adaperbedaan. Allah adalah pemberi pembeda bagi masing-masing orang. Perbedaan adalah karunia supaya setiap orang mengerjakan bagian masing-masing untuk tugas mulia bagi Allah. Hal ini menunjukkan bahwa satu orang tidak akan bisa mengerjakan terlalu semua hal tanpa bantuan yang lain. Bahwa satu dengan yang lain saling membutuhkan untuk terwujudnya kebaikan.

Matius 16:13-20

  1. Pertanyaan Yesus kepada para murid tentang siapakah diriNya adalah tentang bagaimana para murid mengenal Yesus setelah selama ini mereka bergaul bersama Yesus selama sekian waktu dibandingkan dengan orang lain yang mengenal Yesus dari karya pelayanannya tetapi tidak selalu bersama Yesus.
  2. Mereka yang tidak bergaul dengan Yesus mengenal Yesus sebagai salah satu orang besar dalam sejarah iman dan sejarah bangsa mereka. Pembawa suara kenabian di tengah penderitaan bangsa. Yang menarik adalah mereka yang bergaul dekat dengan Yesus menunjukkan pengenalan yang berbeda: bahwa Yesus adalah Mesias, yang telah dijanjikan Tuhan kepada bangsa itu untuk menolong bangsa itu di depan. Namun bukan sekadar Mesias, namun Yesus adalah Anak Allah yang hidup. Ini adalah sebuah kenyataan yang menarik, ada orang-orang yang dikenal di luar begitu luar biasa, tetapi di lingkungan terdekatnya orang tersebut malah tidak terlalu dihargai. Yesus malah dikenal dengan sangat baik oleh orang-orang terdekatNya lebih baik daripada orang-orang di luar mengenal dirinya.
  3. Bagi dia yang mengenal Yesus dengan sedemikian baik inilah gereja didirikan. Gereja didirikan di atas dasar iman bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup; bukan sekadar nabi atau pembawa suara kenabian. Dia adalah benar-benar juru selamat. Namun hal yang menarik adalah para murid terdekat diminta olehNya untuk tidak menceritakan hal ini keluar, mereka dimintanya untuk menjaga hal itu tetap di antara mereka. Hal ini menarik dalam beberapa hal: (1) Kerendahhatian (2) Yesus tidak tidak ingin kehadiranNya mendatangkan perpecahan. Karena menyatakan seseorang sebagai Mesias, Anak Allah akan menantang pemahaman dan harapan besar bangsa di tengah penindasan itu, pemahaman dan harapan yang sedemikian besar ini tentu akan dipahami dengan berlain-lainan oleh setiap orang. Tidak semua orang bisa menerima kehadiran Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup sekalipun mereka bisa menerima Dia sebagai nabi (3) Ada indikasi bahwa mungkin sekali Mesias dipahami oleh banyak orang berbeda dengan yang dipahami oleh Yesus. Orang berharap bahwa Mesias akan membebaskan mereka dari penderitaan, pembebasan yang bersifat pertama-tama bersifat politis, religius, sekaligus nasional, karena bagi orang Yahudi, keyahudian bukan sekadar identitas agama tetapi juga identitas iman, bahkan identitas diri. Nampaknya bukan Mesias demikian yang disadari oleh Yesus dan diwujudkan dalam karyaNya: Kerajaan Allah itu bukan tentang bebas dari penderitaan dan menjadi pemenang, tetapi menjadikan semua bangsa mengenal karya kebaikan Allah yang penuh damai sejahtera, yang bahkan untuk terwujudnya itu perlu keberanian hingga mengorbankan diri. Kerajaan Allah adalah kerajaan kebaikan yang penuh kasih, kebaikan, keadilan, dan damai sejahtera bahkan di tengah – yang disebut dunia – penderitaan.

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Gereja berdiri bukan atas dasar unggul-unggulan, tetapi atas dasar kesadaran iman bahwa Yesus yang mereka ikuti adalah panggilan untuk mewujudkan Kerajaan Allah yang bahkan dalam penderitaan tetap menunjukkan sikap kasih, kebaikan, keadilan dan damai sejahtera. Dan untuk itu kesadaran bahwa Gereja milik Allah dan masing-masing anggotanya tidak bisa mengerjakan semua tugas kecuali dengan bekerja bersama-sama menurut karunia masing-masing adalah penting.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan. . . bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

Pendahuluan

Melihat keadaan bangsa kita Indonesia yang semakin dikenal di dunia luar karena kekayaan alam, kekayaan budaya, destinasi wisata, segala pertumbuhan ekonomi, yang kita alami sekarang tentu sangat membahagiakan hati. Namun bersama dengan itu, kenyataan yang menyedihkan di tengah bangsa ini bahwa intoleransi dari beberapa kelompok sangat tinggi, ketidakadilan bahkan hingga di pimpinan tertingginya, kekuasaan politis yang diperebutkan demi keuntungan diri dan kelompoknya jelas membuat kita sekaligus bersedih dengan sangat mendalam.

Di tengah semua kenyataan demikian, di manakah posisi gereja? Pertanyaan tentang posisi gereja ini perlu dijawab untuk menemukan jawab bagi dua pertanyaan terpenting dalam kehidupan: ‘Siapakah aku?’ dan ‘Mengapa aku di sini?’ Dalam hal ini: Siapakah Gereja? Dan Mengapa gereja ada di dunia?

Isi

Semua orang memiliki cara pandang yang bisa jadi sangat berbeda-beda tentang bagaimanakah keadaan damai sejahtera itu. Dan itu sah. Perbedaan itu membuat orang mengupayakan damai sejahtera dengan cara yang mereka kenal. Maka bisa dimengerti untuk tujuan mulia demikian dengan cara yang bahkan sangat bertentangan. Jalan yang berbeda untuk tujuan yang sama. Tidak jarang di tengah upaya untuk mengupayakan damai sejahtera sesuai dengan yang mereka pahami, satu dengan yang lain akhirnya malah menjadi bertentangan, bahkan sempat berkonflik.

Bacaan kita hari ini menunjukkan beberapa hal tentang itu, bahkan jika boleh disangkutpautkan dengan keadaan bangsa kita, yang akhirnya juga kait-mengait dengan keadaan gereja kita. Beberapa hal tersebut adalah:

  1. Damai sejahtera bukan untuk sekelompok orang saja, tetapi untuk semuanya, bahkan untuk mereka yang sangat berbeda dengan kita. Ketika seseorang hanya mengupayakan damai sejahtara untuk dirinya sendiri atau kelompoknya saja, bisa saja yang terjadi adalah saling menjadi lebih unggul daripada yang lain. Damai sejahtera bukan kontes atau perlombaan adu hebat. Damai sejahtera justru adalah kesadaran untuk menjadi lebih rendah, bahkan kerelaan menderita, demi kebaikan bersama tanpa kehilangan tujuan mulianya.
  2. Upaya awal mengupayakan damai sejahtera adalah dengan menyadari siapakah diriNya. Bagi orang Kristen, hal ini jelas: mereka adalah milik Kristus, sang juru selamat. Mereka yakin bahwa Yesus adalah jalan menuju damai sejahtera.
  3. Dengan kesadaran tentang siapakah dirinya tersebut membawa kesadaran berikutnya: Untuk apa saya hadir di dunia ini? Karena mereka adalah milik Kristus, maka yang harus mereka upayakan pertama kali bukan kenyamanan diri, tetapi terwujudnya kehendak Kristus. Bukan apa yang aku dapat, karena mereka sudah mendapatkan kehidupan ketika mereka mengenal Kristus. Dan Kristus menjamin semuanya. Damai sejahtera bagi semua orang selalu lebih besar daripada dirinya sendiri. Hal ini termasuk kemungkinan bahwa dirinya akan dianggap mungkin sebagai bukan siapa-siapa, tetapi kehadiran dirinya membuat damai sejahtera. Dan dengan itu pun dia tidak merasa lebih rendah, tetapi dia justru bahagia, karena tujuan hidupnya tercapai. Kehadirannya mendatangkan berkat. Kristus yang hadir di dunia bahkan hingga disalibkan dan dianggap lebih rendah daripada penjahat, bahkan mati. Namun dengan itu orang akhirnya mengenal Allah lebih baik. Bahwa Allah adalah kasih. Segala upaya perjuangan keadilan penting didasari semangat ‘karena aku mengasihimu’ bukan semata-mata supaya perjuanganku berhasil.
  4. Dari dua kesadaran besar tersebut, maka akan lahir kesadaran berikutnya: Apakah yang harus saya lakukan dalam waktu yang saya miliki? Jawabannya sederhana: wujudkan ekumene dengan segenap ciptaan. Ekumene bukan sekadar tentang gereja dengan gereja, tetapi juga gereja dengan umat beragama lain, dengan alam, dengan semua yang tinggal beratap langit. Masing-masing mempunyai kelebihan, gunakan kelebihan itu bukan hanya untuk hidupnya sendiri, tetapi gunakan kelebihan itu untuk kebaikan bersama. Jalan pertama kali: duduklah bersama membicarakan apa yang baik untuk semua dan wujudkan itu dengan cara melibatkan semuanya sesuai dengan bagiannya masing-masing. Tidak ada yang menguasai dan dikuasai, semua berjalan untuk tujuan mulia: Damai sejahtera bagi semua.

Penutup

Di tengah keadaan bangsa kita yang demikian, di sinilah peran gereja. Gereja perlu bersatu di dalam dirinya. Selama gereja terus bertentangan untuk hal-hal kecil, maka tujuan yang lebih besar itu tidak akan terwujud. Gereja juga perlu bersatu dengan yang ada di luar dirinya. Batas antara gereja dan dunia melebur untuk tujuan kehidupan. Bukan melebur untuk memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri, tetapi melebur supaya setiap orang bisa merasakan damai sejahtera, lahir dan batin di tanah Indonesia tercinta ini. Setelah duduk bersama, caranya bisa dilakukan sesuai kekuatan masing-masing dan selalu dimulai dari: karena aku telah dikasihi Tuhan, maka aku pun mengasihimu. Amin. [Gide]

Nyanyian: KJ 362, Kidung Kontekstual 162, Kidung Kontekstual 165


RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pembuka

Ningali kawontenan bangsa kita ingkang tan saya dipun tepangi dening bangsa sanes awit kakayaan alam, budaya, wisata, saha tuwuhing ekonomi kita samangke, tamtu manah kita lajeng mongkog. Nanging sesarengan kaliyan punika, kita ugi rumaos sedhih awit kawontenan bangsa ingkang ing ngrika ngriki kita ningali intoleransi saking kelompok-kelompok tartamtu, ketidakadilan malah ing para pimpinaning bangsa, kekuasaan politik ingkang dipun rayah kanthi cara-cara boten leres namung kangge keuntungan kepompokipun piyambak.

Ing tengah kawontenan kados mekaten, wonten ing pundi posisi greja? Kita saged manggihi wangsulan prekawis posisi greja punika wonten ing kalih pitakenan ingkang paling penting wonten ing pigesangan: ‘Sapa aku?’ lan ‘Geneya aku ana ing kene?’ Gandheng kaliyan greja pitakenan punika dados, “Sinten Gereja punika?” lan “Wonten punapa greja dipun papanaken ing jagad?”

Isi

Sedaya tiyang saged nggadhahi pamanggih ingkang benten-benten bab kados pundi sejatosipun tentrem rahayu punika. Benten ing pamanggih punika sah. Tiyang lajeng ngupados tentrem rahayu kanthi cara ingkang dipun mangertosi. Pramila tujuanipun saged sami, nanging caranipun saged benten, malah ngantos dados konflik (pasulayan).

Waosan kita dinten punika nedahaken saperangan prekawis bab punika, malah menawi dipun tingali saking kawontenan bangsa kita ugi dhateng kawontenan greja kita. Prekawis-prekawis punika inggih punika:

  1. Tentrem rahayu punika boten namung kangge sawatawis tiyang, nanging kangge sedaya ingkang tumitah. Ingkang sami, ugi ingkang benten kaliyan kita. Nalika wonten tiyang ingkang ngupados tentrem rahayu namung kangge kelompokipun piyambak, ingkang saged kadadosan malah adu unggul. Kamangka tentrem rahayu punika sanes kontes (lomba) utawi adu unggul. Tentrem rahayu malah kesadharan dados langkung andhap, malah lila ngalami sisah kangge kasaenanipun sedaya tumitah, tanpa kecalan tujuan mulyanipun.
  2. Pangupados ingkang wiwitan kangge mujudaken tentrem rahayu punika mawi sadhar piyambakipun punika sinten. Kados tiyang Kristen prekawis punika cetha. Kita punika kagunganipun Sang Kristus, sang juru wilujeng. Pramila margi dhateng tentrem rahayu boten sanes namung Sang Kristus Yesus kemawon.
  3. Mawi pangertosan ingkang mekaten, lajeng dhumateng pitakenan kaping kalih: Geneya aku ana ing kene? Awit ngrumaosi dhiri dados kagunganipun Gusti, mila ingkang wiwitan dipun wujudaken sanes kenyamanan dhiri, nanging karsanipun Gusti. Sanes kula pikantuk punapa, awit piyambakipun sampun dipun paringi gesang enggal nalika tepang kaliyan Gusti Yesus lan Gusti njamin sedayanipun. Tentrem rahayu kangge sedayanipun tansah langkung ageng tinimbang dhirinipun piyambak. Prekawis punika kalebet nampi nalika dhirinipun boten dipun anggep, ingkang langkung utami dhirinipun gesang mbekta tentrem rahayu. Nalika boten dipun anggep nggih tetep rumaos bingah, awit tujuan gesangipun saged kaleksanan. Dados berkah kangge ingkang sanes. Sedaya prekawis punika dipun tindakaken awit katresnan, boten namung supados perjuanganipun kasil.
  4. Saking kalih pangertosan punika, lajeng lair kesadharan bab punapa ingkang kedah dipun tindakaken. Wangsulanipun prasaja: mujudaken ekumene kaliyan sedaya ingkang tumitah. Ekumene punika boten namung bab greja kaliyan greja, nanging greja kaliyan umat agami sanes, malah kaliyan sedaya ingkang tumitah. Sedaya nggadhahi kaluwihan lan kakiranganipun, punapa ingkang dipun gadhahi kedah dipun ginakaken kangge kasaenan tumrap sedaya. Ingkang wiwitan dipun tindakaken: lenggah sesarengan ngawontenaken pirembagan bab punapa ingkang sae kangge sadaya lan kados pundi mujudaken punika kanthi kakiyatanipun piyambak-piyambak. Boten wonten ingkang dipun kuaosi, boten wonten ingkang nguwaosi, sedaya namung kangge tujuan tentrem rahayu tumrap sedaya ingkang katitahaken dening Gusti.

Panutup

Ing tengahing kawontenan bangsa kita ingkang mekaten, punika peran lan posisi greja. Greja prelu manunggal, prekawis alit ingkang benten sampun ngantos ngawonaken tujuan utami Greja ingkang dados kagunganipun Gusti punika. Greja ugi prelu manunggal kaliyan ingkang wonten ing jawi dhirinipin. Wates antawisipun gereja lan jagad lebur kangge tujuan GESANG kangge sedaya ingkang tumitah. Sanes lebur malah dados awon, namung kangge tujuanipun piyambak. Nanging lebur supados sedaya ing bumi Indonesia malah ing jagad saged ngraosaken tentrem rahayu lair lan batos. Sasampunipun lenggah sesarengan, sedaya saged lumampah lan ngupados mawi kakiyatanipun piyambak-piyambak. Sedaya tansah dipun wiwiti mawi: Awit aku wis ditresnani Gusti, saiki aku uga nresnani sliramu. Amin. [Gide]

Pamuji: KPJ 338, Kidung Kontekstual 158

Renungan Harian

Renungan Harian Anak