Gaya Hidup yang Unggul dan Melebihi Rata-rata (Pinunjul – Linuwih ) Khotbah Minggu 25 Oktober 2020

11 October 2020

Minggu Biasa – Pekan Pemuda GKJW
Stola Hijau

Bacaan 1 : Ulangan 34 : 1 – 12
Bacaan 2 :
1 Tesalonika 2 : 1 – 8
Bacaan 3 :
Matius 22 : 34 – 46

Tema Liturgis : BERGAS: Pemuda Ber-Karya, Ber-Gaya dan Ber-Asa dalam Kristus
Tema Khotbah: Gaya Hidup yang Unggul dan Melebihi Rata – rata (Pinunjul – Linuwih )

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Ulangan 34 : 1 – 12
Secara umum kitab Ulangan bertujuan membangkitkan kembali semangat mewujudkan bangsa teokratis. Yaitu bangsa yang memiliki gaya hidup memuliakan Allah dan setia kepada-Nya. Pasca 40 tahun meninggalkan Mesir, bangsa ini diajak untuk kembali memurnikan jati diri sebagai umat pilihan, umat yang dikhususkan bagi Yahweh. Sehingga nuansanya sangat menentang penyembahan berhala, ketidak-adilan dan perilaku korup.

Kisah kematian Musa dalam pasal 34 menunjukkan beberapa hal, diantaranya :

  • Musa digambarkan sebagai seorang yang berelasi sangat dekat/intim dengan Allah. (ay. 1, 10).
  • Musa adalah sosok yang diberkati dengan kekuatan dan kesehatan. Bahkan di masa akhir hidupnya (menjelang umur 120 Tahun) masih mampu mendaki gunung Nebo, ke puncak Pisga (ay. 1, 7).
  • Seorang yang memiliki prinsip kuat berkarya dalam kehendak Allah. Jatuh-bangun dia memimpin Israel keluar dari Mesir menuju tanah yang dijanjikan, tetapi dia hanya bisa melihat tanah yang dijanjikan itu. Dia nabi yang hebat, disertai mujizat dan kuasa, namun kuburannya tidak ada seorang pun yang tahu di mana letaknya (ay. 4, 6, 11-12)

1 Tesalonika 2 : 1 – 8
Beberapa informasi umum tentang Tesalonika, diantaranya: Tesalonika merupakan pusat perdagangan terbesar di bagian tenggara Eropa dan kota yang strategis letaknya. Tesalonika merupakan kota pelabuhan besar (mirip Korintus); bercorak budaya Helenisme (sehingga banyak dewa yang disembah); dan penduduknya terdiri dari pekerja manual, pedagang dan ahli pidato (pengkhotbah) dari Yunani, Asia Kecil dan Italia.

Situasi kota Tesalonika yang seperti ini, menjadi tantangan yang tidak ringan bagi Paulus dalam pemberitaan Injil. Sehingga secara umum surat Tesalonika yang konon ditulis pada tahun 50-an M ini, ditulis dalam rangka menanggapi ajaran-ajaran yang berkembang, termasuk berbagai aliran filsafat dan agama. Juga apologi Paulus dalam menghadapi berbagai tuduhan dari pihak – pihak yang menentangnya. Pasal 2 : 1 – 8 merupakan bagian apologi Paulus itu.

Dari apologi ini kita melihat bebarapa hal :

  • Betapa Paulus memiliki tekat yang kuat terhadap pekerjaan (karya) Allah dalam pemberitaan Injil (ay. 1, 4).
  • Allah adalah harapan (asa) dalam hidup pelayanannya (ay. 2).
  • Paulus adalah seorang yang memiliki prinsip, tidak anut-grubyuk, tidak mencari keuntungan pribadi (tidak korup dan munafik) (ay. 4-6).
  • Pelayanannya dilakukan di dalam dan berdasarkan kasih (ay. 7-8). Kata yang dipakai agaphtoi, berasal dari agape, kasih yang tidak menuntut balas, murni dan tulus iklas dengan analogi seorang ibu.

 Matius 22 : 34 – 46
Injil Matius yang diperkirakan ditulis antara Tahun 60 – 65 M sebelum kota Yerusalem hancur (Th. 70 M), konon awalnya ditujukan untuk bangsa Yahudi. Namun beberapa bagian (misalnya pasal 28 : 18 – 20) menunjukkan dimensi universal Injil ini, yaitu untuk semua bangsa. Secara umum Injil Matius memberitakan tentang Kerajaan Allah atau Kerajaan sorga sebagai upaya menegaskan otoritas atau kekuasaan Allah dalam seluruh aspek kehidupan.

Dalam terang gambaran umum Injil Matius di atas, maka pasal 22 : 34 – 46 bisa dipahami sebagai berikut :

  • Mengasihi Allah mesti diwujudkan/mewujud dalam keseluruhan aspek (hati, jiwa, akal-budi) hidup manusia (orang percaya). Dalam sikap-perilaku hormat, peduli, taat, rindu, setia dan keterikatan kepada Allah. Yang lahir dari kesadaran dan penghayatan karena Allah dengan otoritas kuasa-Nya telah dan terus mengasihi manusia (bdk. Yoh. 3:16).
  • Kasih kepada Allah mesti menjadi dasar dan motif utama (“yang terutama dan yang pertama”) dalam mengasihi sesama dan dalam melakukan segala sesuatu. Sehingga tidak memberi ruang bagi dasar dan motif lain, seperti yang terjadi dengan ahli Taurat dengan gaya hidupnya yang senang mencobai orang lain. (ay. 35).

Benang Merah Tiga Bacaan
Hidup mengasihi Tuhan Allah dalam segala aspek (sebagai wujud kuasa dan kasih Allah berlaku dalam hidup ini), mesti menjadi dasar dan motif utama dalam keseluruhan hidup orang percaya. Dalam relasi kasih dengan sesama, dalam berkarya dan dalam apapun yang kita lakukan di kehidupan ini. Karena hanya di dalam Allah, Sang Bapa ada pengharapan (asa) bagi anak-anak-Nya.

 

Rancangan Khotbah : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan
Ada sebuah cerita tentang seorang pemuda pemberani, untuk mengawali perenungan kita ini. Demikian kisahnya :

Sore itu dengan atribut lengkap seorang pemuda pamit kepada ibunya, “Mak, kula bidhal nggih” sambil mencium tangan sang ibu. Ibunya yang dipanggil “emak” dengan tatapan yang nampak menahan sesuatu menjawab, “Iya, lé, sing ngati – ati ya”. Di depan pintu bapaknya menimpali, “Ora golèk ganti kancamu aé tah?”. Sambil mencium tangan bapaknya, pemuda itu menjawab, “Boten Pak, punika sampun dados tanggel-jawab kula”. Di perjalanan sebenarnya ada teman yang menegur dan membujuknya untuk tidak pergi. Tetapi dengan langkah mantap, dia tetap pergi ke perayaan Natal di sebuah gereja yang tidak jauh dari rumahnya. Ternyata, itu tugas terakhir yang dijalaninya. Dia meninggal karena bom yang berusaha dia jauhkan dari umat yang sedang merayakan Natal. Pemuda ini bernama Riyanto, anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU Kota Mojokerto – memo 24 Desember 2000.

(diinspirasi skrip teater karya Kukun Triyoga, S.Sn. – Persada, Mojokerto)

Isi
Model gaya hidup seperti Riyanto, bertanggung-jawab dan rela berkorban untuk orang lain di jaman ini, nampaknya semakin sulit dijumpai. Karena jaman ini lebih menawarkan model-model gaya hidup yang cenderung berorientasi kepada pemenuhan hawa-nafsu diri. Misalnya, gaya hidup hedonis (bersenang-senang), gaya hidup materialistis (orientasi kepada materi /harta), individualistis, dll.

Melalui gambaran kehidupan para tokoh Alkitab, Alkitab juga menawarkan model – model gaya hidup tokoh-tokoh di dalamnya. Diantaranya sebagaimana yang dipaparkan dalam bacaan – bacaan hari, yaitu gaya hidup Musa dan Paulus.

  • Musa digambarkan dalam perikop bacaan yang pertama, sebagai tokoh yang memiliki gaya hidup berelasi dekat dengan Allah; diberkati Allah (berupa kekuatan dan kesehatannya); kuat dalam berprinsip (khususnya dalam berkarya dalam kehendak Allah).
  • Sedangkan Paulus digambarkan dalam surat pertamanya kepada Jemaat di Tesalonika (bacaan ke-2) sebagai seseorang yang memiliki tekat kuat terhadap pekerjaan Tuhan (khususnya dalam pemberitaan Injil); berpengharapan kepada Allah, memiliki prinsip (tidak mudah goyah); dan mendasarkan segala sesuatu yang dilakukan dengan kasih.

Mungkin dalam setiap benak kita terbersit tanya, “Bagaimana ya gaya hidup seperti Musa dan Paulus itu, dapat diwujudkan dalam kehidupan kita, orang percaya di jaman ini? Karena gaya hidup yang ditunjukkan Alkitab, rupanya sangat bertentangan dengan model gaya hidup yang ditawarkan jaman ini.

Maka mari kita memperhatikan perikop bacaan yang ketiga. Dipaparkan di sana Tuhan Yesus sedang mengingatkan para Farisi yang diwakili oleh seorang ahli Taurat, bahwa mengasihi Tuhan Allah mesti menjadi dasar dan motif utama dalam melakukan segala sesuatu. Dalam membangun relasi kasih dengan sesama dan juga dalam berkarya. Karena mengasihi Tuhan Allah dalam keseluruhan hidup (dengan segenap hati, jiwa dan akal-budi), merupakan wujud bahwa kuasa Allah berlaku atas kehidupan ini. Mengasihi Tuhan Allah nampak dalam sikap-perilaku yang hormat, peduli, taat, rindu, setia dan terikat kepada Allah. Mengasihi Tuhan Allah ini mesti lahir dari kesadaran serta penghayatan karena Allah dengan kuasa-Nya telah dan terus mengasihi umat-Nya. Dengan demikian tidak memberi ruang bagi munculnya dasar dan motif lain (seperti politis, kepentingan pribadi, dll.).

Dengan dasar dan motif mengasihi Tuhan Allah ini, niscaya gaya hidup sebagaimana yang ditunjukkan Musa dan Paulus, dapat kita wujudkan. Juga gaya hidup yang ditunjukkan oleh Riyanto, yaitu gaya hidup yang bertanggung-jawab dan rela berkorban untuk orang lain. Walaupun (mungkin) Riyanto tidak menjadikan penghayatan mengasihi Tuhan Allah sebagai dasar dan motif dalam tindakannya itu. Namun, model – model gaya hidup yang demikianlah yang mesti kita wujudkan di kehidupan ini. Karena model – model gaya hidup yang demikian itu adalah model gaya hidup yang unggul dan melebihi rata – rata (Jawa : pinunjul-linuwih), gaya hidup yang melampaui model – model gaya hidup jaman ini. Maka, mengasihi Tuhan Allah mesti menjadi dasar dan motif utama di dalam keseluruhan hidup orang percaya.

Penutup
Di Minggu Pekan Pemuda GKJW kali ini, bukan hanya kaum muda yang diajak untuk berefleksi tentang gaya hidupnya. Tetapi juga bagi seluruh warga Jemaat, hari ini diajak berefleksi dengan pertanyaan: “Gaya hidup yang bagaimana yang selama ini menjadi kesaksian hidup kita?”

Hendaknya mengasihi Tuhan Allah mesti menjadi dasar dan motif utama dalam gaya hidup setiap orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus. Niscaya kita akan dimampukan untuk mewujudkan gaya hidup yang pinunjul-linuwih, gaya hidup yang selalu mau berkarya di dalam karya kasih Allah bagi kebaikan semua ciptaan. Gaya hidup diberkati dan menjadi berkat. Dan niscaya kita juga terus dimampukan untuk berpengharapan kepada-Nya, karena Dialah Allah, Bapa bagi kita anak–anak-Nya. Amin (WN)

 Nyanyian : KJ. 446a : 1, 3, 4 Setialah

Rancangan Khotbah : Basa Jawi

Pambuka
Kanggé miwiti reraosan kita punika, wonten satunggal cariyos bab nèm – nèman ingkang kendelipun linangkung. Mekaten cariyosipun :

Ing salah satunggaling sonten, kinanthènan atribut jangkep, wonten satunggal nèm – nèman pamit dhumateng ibunipun, “Mak, kula bidhal nggih”, sesarengan kaliyan ngambung astanipun kang ibu. “Iya, lé, sing ngati – ati ya”, mekaten wangsulanipun kang ibu kaliyan ketawis ing paningalipun nyimpen satunggal prekawis. Ing ngajeng kori bapakipun celathu,”Ora golèk ganti kancamu aé tah, le?”. Sesarengan kaliyan anggènipun ngambung astanipun kang bapak, nèm – nèman punika ngwangsuli, ”Boten Pak, punika sampun dados tanggel-jawab kula”. Mekaten ugi ing satengahing margi, nèm – nèman punika ugi pinanggih kancanipun ingkang nyobi ngandheg – ngandhegi lampahipun. Dipun taros lan dipun ujuk – ujuki supados boten bidhal. Nanging kanthi manah ingkang sampun mantep, nèm – nèman punika tetep netakaken lampah. Inggih punika tumuju dhateng pahargyan Natal satunggal gréja ingkang boten tebih saking griyanipun. Pranyata, punika dados tugas pungkasan ingkang dipun lampahi. Piyambakipun tilar-donya amargi bom ingkang mbledos. Ing pundi piyambakipun ngupadi nebihaken bom kalawau saking umat ingkang saweg mahargya Natal. Nèm – nèman punika naminipun Riyanto, anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU Kota Mojokerto – memo 24 Desember 2000.

(dipun inspirasi saking skrip teater seratan Kukun Triyoga, S.Sn.-Persada, Mojokerto)

Isi
Wonten ing jaman samangké, kados-kados sampun èwet manggihaken gaya hidup kados déné Riyanto. Inggih punika gaya hidup ingkang nengenaken tanggel-jawab sarta purun berkorban kanggé tiyang sanès. Amargi ingkang dipun suguhaken déning jaman punika kathah-kathahipun model gaya hidup ingkang langkung nengenaken hawa – nepsu kamanungsan. Kados gaya hidup hedonis (pokoké seneng/bingah), gaya hidup materialistis (ingkang utami bandha donya), gaya hidup individualistis (boten peduli kaliyan tiyang sanès), lan sa’piturutipun.

Kitab Suci, lumantar gegambaran pigesanganing tokoh – tokoh-ipun ugi paring tuladha model-model gaya hidup. Antawisipun ingkang dipun tuladhaaken déning Musa lan Paulus kados ing waosan–waosan dinten punika.

  • Musa, ing perikop waosan satunggal dipun tedahaken minangka sosok nabi ingkang nggadhahi gaya hidup rumaket anggènipun mangun sesambetan kaliyan Gusti Allah; binerkahan (kekiyatan lan bagas kesarasan); nggadhahi prinsip gesang ingkang jejeg (mliginipun ing salebeting pakaryanipun Allah).
  • Wondéné Paulus, katawis saking serat wiwitan ingkang katujokaken dhateng pasamuwan Korinta (waosan 2), kagambaraken minangka tiyang ingkang nggadhahi tékat kiyat dhateng pakaryanipun Gusti (mliginipun wonten ing ayahan mbabar Injil); pangajeng – ajengipun namung dhumateng Gusti Allah; jejeg (boteng miyar – miyur); saha punapa kémawon ingkang dipun tindakaken kalandhesan katresnan.

Mbok bilih ing antawis kita tuwuh pitakènan, “Piyé ya supaya ing jaman iki para wong pracaya isa mujudaké gaya hidup kaya déné Musa lan Paulus?” Awit nyata – nyata punapa ingkang dipun suguhaken jaman punika bènten sanget kaliyan tuladha gaya hidup ingkang wonten ing salebeting Kitab Suci.

Mila mangga kita sami gatosaken perikop waosan ingkang kaping tiga. Ing waosan ingkang kaping tiga nyariosaken Gusti Yesus saweg ngèngetaken para tiyang Farisi ingkang dipun wakili déning salah satunggiling ahli Torèt. Pepèngetipun Gusti Yesus, tresna dhumateng Gusti Allah punika kedah dados landhesan lan motif utami wonten ing sedaya tumindaking manungsa. Wonten ing salebeting gesang tresna – tinresnan kaliyan sesami lan wonten ing sedaya pakaryan. Awit tresna dhumateng Gusti Allah wonten ing sadhéngah lampah gesang (kalawan gumolonging ati, nyawa lan budi) punika minangka wujuding panguwaosipun Gusti Allah tumrap gesangipun manungsa. Tresna dhumateng Gusti Allah punika ketawis ing salebeting sikap lan tumindak urmat, nggatosaken, mituhu, tuwuhing raos kangen, setya saha caket kaliyan Gusti Allah. Tresna dhumateng Gusti Allah kedah tuwuh saking panggrahita bilih Gusti Allah saha panguwaosipun sampun lan tansah nresnani sedaya titah. Landhesan lan motif tresna dhumateng Gusti Allah punika ndadosaken manungsa boten nggadhahi landhesan lan motif sanès ing gesangipun.

              Kanthi landhesan lan motif tresna dhumateng Gusti Allah punika, ugi ndadosaken manusa badhé saged mujudaken gaya hidup kados déné Musa lan Paulus. Lan tamtu gaya hidup kados déné Riyanto, inggih punika gaya hidup ingkang tanggel-jawab saha purun ngurbanaken dhiri kanggé tiyang sanès. Senaosa (mbok bilih) Riyanto boten ndadosaken tresna dhumateng Gusti Allah dados landhesan lan motif utami ing lampah gesangipun. Ananging, model – model gaya hidup ingkang ngaten punika ingkang sampun sa’mesthinipun kita wujudaken ing pigesangan. Awit model – model gaya hidup ingkang kados mekaten punika inggih gaya hidup ingkang pinunjul linuwih, gaya hidup ingkang nglangkungi model – model gaya hidup jaman samangké. Mila, tresna dhumateng Gusti Allah saèstu dados prekawis ingkang wigatos, ingkang kedah dados landhesan saha motif utami ing sadhéngah lampah gesangipun para tiyang pitados.

Panutup
Ing salebeting Minggu Pekan Pemuda GKJW wekdal punika, boten namung para nèm – nèmanipun pasamuwan ingkang kedah berefleksi. Ananging sedaya warganing pasamuwan ugi dipun ajak berefleksi, inggih punika kanthi pitakèn: ”Gaya hidup ingkang kados pundi ingkang selami punika dados kesaksian gesang kita?”

Mugi tresna dhumateng Gusti Allah saèstu dados landhesan lan motif utami ing salebeting gaya hidup saben tiyang ingkang ngaken pitados dhumateng Gusti Yesus. Kanthi mekaten kita tansah pinaringan kasagedan mujudaken gaya hidup ingkang pinunjul linuwih. Inggih punika gaya hidup ingkang tansah cumadhang ndhèrèk ing pakaryan katresnanipun Allah kanggé sedaya titah. Lan ugi sami nampi kesagedan pasrah sumarah ing pangajeng – ajeng namung dhumateng Gusti. Awit, Gusti Allah punika Rama kanggé kita putra – putra-Nipun. Amin. (WN)

Pamuji : KPJ. 452 Tekading Manah Kawula.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak