Mahkota Istimewa-Nya Khotbah Minggu 24 November 2024

11 November 2024

Minggu Kristus Raja
Stola Putih

Bacaan 1: Daniel 7 : 9 – 10, 13 – 14
Mazmur: Mazmur 93 : 1 – 5
Bacaan 2: Wahyu 1 : 4b – 8
Bacaan 3: Yohanes 18 : 33 – 37

Tema Liturgis: Meneladani Kristus Sang Raja Damai
Tema Khotbah: Mahkota Istimewa-Nya

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Daniel 7 : 9 – 10, 13 – 14
Kitab Daniel adalah tulisan yang bercorak Apokaliptis. Jenis sastra apokaliptik ini jamak digunakan dalam berbagai tulisan Yahudi (termasuk teks non-kanonis) yang muncul di masa-masa kritis dan krisis. Istilah “apokaliptik” sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti menyingkapkan yang terselubung. Para ahli berpendapat, jenis sastra ini pertama-tama muncul karena penderitaan umat di masa pembuangan. Tujuan utama dari jenis sastra ini adalah untuk memberikan pengharapan bagi umat yang sedang mengalami beragam penindasan dan penderitaan. Sastra apokaliptik muncul dari rasa pesimisme penulis yang merasa bahwa sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk keluar dari masa sulit yang terjadi, sehingga satu-satunya jalan adalah menghidupkan pengharapan akan terjadinya peristiwa luar biasa dimana Sang Ilahi sendiri yang turun tangan untuk menumbangkan sang penindas. Dengan demikian, teks ini harus didistribusikan tanpa sepengetahuan pihak penindas. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika dalam tulisan bercorak apokaliptis ini, kita sering menemukan berbagai simbol dalam gambaran imajinatif yang unik (jika tidak bisa dibilang aneh). Penggunaan simbol-simbol ini mungkin membingungkan kita sebagai pembaca di masa modern ini, namun sebenarnya bagi penulis dan pembaca asli sastra ini, simbol-simbol itu dapat dimaknai dengan jelas.

Sebagai salah satu teks apokaliptik yang ada dalam Perjanjian Lama, Kitab Daniel tergolong tulisan yang berusia muda. Berdasarkan catatan sejarawan Yahudi, Yosefus, referensi yang muncul dalam Kitab Daniel diperkirakan berasal sekitar abad ke-2 SM, saat Antiokus IV Epifanes berkuasa di wilayah orang Yahudi. Berdasarkan perkiraan historis ini, kita dapat menduga bahwa teks Kitab Daniel berasal dari era pasca Aleksander Agung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pihak penindas adalah kekaisaran yang muncul setelah penaklukan Aleksander Agung. Menariknya, raja yang disebut dalam teks Kitab ini sendiri adalah Belsyazar (lih. Ay. 1) yang memerintah di sekitar tahun 553 SM. Mengingat kitab ini adalah teks apokaliptik, dan bukan ditulis sebagai teks sejarah, dapat disimpulkan bahwa Kitab Daniel menggunakan konteks waktu lampau sebagai latar belakang tulisannya.

Pasal 7 yang menjadi bahan bacaan kita saat ini merupakan bagian istimewa, karena disebut sebagai pusat pemberitaan teologis dari keseluruhan Kitab Daniel. Di pasal inilah Daniel digambarkan mendapatkan penglihatan, mengingat di pasal-pasal sebelumnya Daniel hanya menafsirkan mimpi yang dialami orang lain. Sekali lagi, berbagai simbol yang digunakan dalam Kitab Daniel bersifat apokaliptis. Jadi Kitab Daniel tidak sedang memberitahu kita bahwa di masa depan akan ada “monster-monster hibrid” yang keluar dari lautan. Namun teks ini sedang mengungkapkan realita dalam dunianya, sembari memberikan pengharapan pada sesama umat.

Setelah Daniel melihat empat monster menakutkan yang keluar dari laut besar (lih. Ay. 3-7), Daniel melihat takhta-takhta yang kemudian ditempati oleh “Yang Lanjut Usianya”. Dimana Sang Lanjut Usia dilayani oleh banyak sekali makhluk surgawi, “seribu kali beribu-ribu dan selaksa kali berlaksa-laksa” (Ay. 9-10). Beberapa ahli PL menafsirkan empat monster ini secara historis dan menduga bahwa itu menggambarkan empat kerajaan besar yang menindas Israel: Bibilonia, Medio-Persia, Yunani, dan yang terakhir Kekaisaran Roma. Gambaran penglihatan ini nampaknya mencerminkan sejarah manusia di zaman itu, dimana para raja sejak zaman Nebukadnezar sampai Antiokus Epifanes sama-sama menantang otoritas Allah. Para penguasa justru menggunakan kekuasaannya untuk menindas. Lalu, Allah digambarkan sebagai “Yang Lanjut Usia” dalam segala kemuliaan-Nya. Sejumlah besar makhluk surgawi melayani dan duduk di hadapan-Nya. Dari tahta itulah, Allah berlaku sebagai hakim yang memerintah dan mengadili. Dalam pengadilan surgawi inilah keempat monster itu dibinasakan dan diserahkan ke dalam api (Ay. 11). Pengadilan surgawi adalah gambaran yang cukup umum terdapat dalam teks-teks PL (bnd. Yes. 41:21-24 dan 1 Raj. 22:19). Gambaran ini tidak dapat dilepaskan dari kemuliaan dan keadilan Allah yang digambarkan dalam “adegan” kosmis yang luar biasa.

Ay. 13-14 merupakan klimaks dari penglihatan Daniel. Saat keempat monster itu dibinasakan dalam api, seorang anak manusia yang menerima kekuasaan dan kemuliaan sebagai raja. Tak seperti kekuasaan empat kerajaan besar sebelumnya, kekuasaan anak manusia ini merupakan kekuasaan kekal, dimana segala bangsa mengabdi pada-Nya. Di sinilah saat dimana Kitab Daniel memberikan pengharapan, bahwa Tuhan sendiri turun tangan dalam kondisi kacau itu. Dia turut campur tangan dengan segala otoritas dan kekuasaan-Nya, melalui Sang Anak Manusia (Mesias). Demikianlah penglihatan Daniel menguatkan pengharapan umat akan datangnya pertolongan Ilahi melalui Sang Mesias yang akan memerintah di kerajaan kekal.

Wahyu 1 : 4b – 8
Sama seperti Kitab Daniel, Kitab Wahyu juga merupakan teks berjenis sastra apokaliptis. Bagian yang menjadi bahan bacaan kita hari ini merupakan bagian pendahuluan dari keseluruhan kitab yang sengaja ditulis dalam bentuk surat. Jadi, penulis mengikuti struktur penulisan surat yang berlaku di zaman itu dengan menyebutkan nama dirinya sebagai pengirim (Yohanes) dan juga menyebutkan penerima suratnya, yaitu tujuh jemaat di Asia. Kemudian diikuti dengan salam, “kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu.” Penulis kitab nampaknya sengaja memilih hanya “tujuh” jemaat dengan tujuan tertentu, padahal tentu saja ia dapat menyebut jemaat-jemaat selain yang tujuh itu. Sekali lagi, mengingat tulisan ini bersifat apokaliptik, jadi kemungkinan besar “tujuh jemaat” inipun merupakan sebuah simbol. Penulis menggunakan angka “tujuh” sebanyak 54 kali dalam keseluruhan kitab ini. Ditilik dari konteks Yudaisme, angka tujuh melambangkan kesempurnaan. Bagian salam dalam teks ini juga menarik untuk diperhatikan, karena penulis Wahyu memberikan penekanan pada asal kasih karunia dan damai sejahtera, yaitu “Dia yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya.” (Ay. 4). Di sini Kitab Wahyu menggunakan terminologi Trinitarian untuk menunjukkan sumber dari kasih dan karunia. Jadi, pesan dalam bagian ini sebenarnya bersifat general dan tidak terbatas hanya untuk ketujuh jemaat yang disebutkan.

Lalu di ayat 5 kita dapat melihat Kristologi Kitab Wahyu, dimana Yesus disebut dengan tiga gelar: saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati, dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Ketiga gelar ini berkaitan erat dengan konsep Mesianik, sehingga Yesus terbukti sebagai Mesias yang telah lama dijanjikan sejak dalam PL. Yesus tidak hanya datang untuk membuktikan keterpilihan-Nya, namun juga menjadikan orang percaya sebagai suatu kerajaan dan imam-imam (Ay. 7). Dalam ritus Bait Allah, tidak semua orang dapat berjumpa dengan Allah. Seorang laki-laki Yahudi memang dapat masuk ke pelataran untuk orang non-Yahudi dan juga pelataran perempuan. Namun, ia tidak dapat masuk ke ruang kudus, apalagi ruang maha kudus karena bukan seorang imam. Di dalam Yesus, semua orang dapat menemui Allah secara pribadi, tanpa harus dengan perantaraan imam. Semua orang percaya adalah imam yang bisa berjumpa dengan Sang Bapa dengan perataraan Yesus, Anak-Nya.

Berikutnya, gambaran Mesias dalam PL, terutama dalam Daniel 7 sebagai bahan bacaan pertama kita hari ini digemakan kembali. Ia menyebut bahwa Yesus akan datang dalam awan (sebagai simbol kemuliaan) dan membuat semua orang termasuk yang telah menikam-Nya melihat Dia. Gambaran yang diberikan oleh penulis Wahyu dalam pendahuluan kitabnya merupakan bentuk pengharapan yang diberikan kepada orang-orang Kristen yang imannya masih sangat muda, namun harus menghadapi penganiayaan yang luar biasa. Kedatangan Yesus kembali sebagai Sang Mesias menjadi satu-satunya harapan bagi orang percaya untuk terus bertahan dalam berbagai bentuk kesesakan dan penderitaan.

Yohanes 18 : 33 – 37
Selepas dari interogasi semalam-malaman di Istana Imam Besar, Yesus diserahkan pada otoritas Roma untuk diadili. Para anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama Yahudi) memerlukan waktu yang cukup untuk mempersiapkan dakwaan sebelum membawa kasus ini ke hadapan Pilatus, Gubernur yang sedang bertugas di wilayah Yudea. Saat itu Yesus harus menghadapi dua pengadilan, yang pertama pengadilan Yahudi dan kemudian pengadilan Roma. Alasan diselenggarakannya dua pengadilan ini disebutkan sendiri oleh para pemimpin Agama Yahudi, “Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang” (Ay. 31). Pada saat itu, pemerintah Romawi memang memberikan kelonggaran pada Agama Yahudi memiliki pengadilan sendiri untuk menangani kasus-kasus internal yang berkaitan dengan agama. Namun, mereka dilarang untuk menjatuhkan hukuman mati. Kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati hanya ada di tangan pemerintahan Roma. Pagi itu, mereka membawa Yesus ke gedung pegadilan. Menariknya, penginjil Yohanes memberikan keterangan bahwa para pemuka Yahudi ini tidak bersedia masuk ke gedung pengadilan demi menjaga ketahirannya dalam rangka makan paskah. Jadi, sebenarnya proses penderitaan Yesus bersamaan dengan proses persiapan makan Paskah, dimana ribuan anak domba sedang disembelih di seluruh penjuru Palestina.

Jelas bahwa tujuan Sanhedrin adalah kematian Yesus, oleh sebab itu, sejak penangkapan-Nya (lih. Ay. 2) mereka sudah melibatkan militer Roma. Harapannya adalah mereka mendapatkan legitimasi untuk menghukum mati Yesus dengan tuduhan tak terampuni: makar yang mengancam pax Romana (perdamaian dan stabilitas Roma). Nampaknya Pilatus juga sudah mendengar aduan kasus ini sebelumnya, sehingga pertanyaan pertamanya saat bertemu Yesus adalah “Engkau inikah raja orang Yahudi?” (Ay. 33). Pertanyaan ini tidak dijawab secara langsung oleh-Nya. Yesus hanya menyatakan, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.” (Ay. 36). Oleh Pilatus, pernyataan ini dianggap sebagai afirmasi bahwa memang Yesus adalah Raja. Berdasarkan interogasi ini, Pilatus akhirnya menyatakan “tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya” (Ay. 38). Namun hal ini bukan berarti bahwa Pilatus membela Yesus, karena ia merancang skenario agar orang Yahudi terlihat menuntut kematian raja mereka sendiri (Ay. 39-40). Apa yang dilakukan Pilatus ini bahkan membuat orang-orang Yahudi mengingkari TUHAN sebagai Raja Israel, melupakan sistem teokrasi yang dianut umat pilihan itu. Di hadapan penjajah mereka, para imam kepala berteriak, “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!” (19: 15). Pilatus melanjutkan penghinaan sarkasnya dengan menuliskan “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” (19: 19) di atas kayu salib-Nya.

Dalam narasi dua pengadilan Yesus ini, nampak bahwa baik pemuka Agama Yahudi dan Pilatus sama-sama ingin unjuk kekuatan dan pengaruh. Mereka ingin menggunakan kuasa yang mereka miliki untuk menentukan “nasib” Yesus. Ini menunjukkan bahwa konsep Kristus sebagai Raja tidaklah dipahami oleh para penguasa ini. Bahwa penderitaan dalam salib yang harus ditanggung-Nya bukanlah sebuah kebetulan atau nasib buruk. Jalan salib adalah jalan yang dengan sadar dipilih-Nya untuk “memberi kesaksian tentang kebenaran” (Ay. 37). Memang jalan derita bukanlah jalan yang populer, bukan jalan yang biasa untuk seorang Raja. Namun, Kristus Sang Raja bersedia menempuh derita agar Ia dapat bersolider dengan tiap bentuk susah dan derita yang harus kita hadapi.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Pengharapan dari Tuhan membuat umat percaya tetap bertahan dalam berbagai rupa penderitaan. Dalam teologi Yohanes, pengharapan Ilahi ini diwujudkan dalam keputusan Yesus memilih salib sebagai jalan kerajaan-Nya.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Mahkota Koh-i-Noor adalah mahkota Kerajaan Britania Raya yang ditempatkan di atas peti Ratu Elizabeth yang mangkat tahun 2022 lalu (pelayan dapat menampilkan gambar mahkota dari sini). Nama mahkota ini sebenarnya berasal dari berlian 105,6 karat di tengahnya. Berlian Koh-i-Noor yang berarti gunung cahaya, memiliki sejarah panjang, sebelum kemudian dikuasai oleh Kerajaan Inggris. Konon, berlian besar yang langka ini berasal dari Tambang Kollur, di negara bagian Andhra Pradesh, India. Penguasa pertama yang tercatat sejarah menjadi pemilik berlian ini adalah Dinasti Mughal yang berkuasa di bagian Utara India. Pada masa keemasan dinasti ini, penguasa Mughal menjadikan Koh-i-Noor sebagai salah satu hiasan di takhtanya yang bergelimang batu-batu permata dan mutiara. Pembuatan takhta ini memerlukan waktu 7 tahun dengan biaya empat kali lipat dari biaya pembangunan Taj Mahal yang saat itu juga sedang dibangun. Takhta maha mewah itu menjadi simbol kemakmuran Dinasti Mughal. Namun kemakmurannya tak berlangsung lama, penguasa Persia mengalahkan Dinasti Mughal dan merampas seluruh harta kekayaannya, termasuk tahta yang megah dan mewah itu. Konon Persia membutuhkan 700 gajah, 4.000 unta dan 12.000 kuda untuk mengangkut harta jarahan dari Mughal. Sejak itulah, Koh-i-Noor menjadi lambang kekuasaan dan kemakmuran yang diperebutkan oleh berbagai penguasa. Mulai dari India, Afganistan, dan Persia, lalu akhirnya berlian ini dikuasai oleh Inggris. Banyak kekerasan, peperangan, dan tipu daya dilakukan untuk memiliki Koh-i-Noor. Bahkan Koh-i-Noor disebut sebagai “berlian terkutuk”, karena pihak yang kalah dan terpaksa kehilangannya pasti tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mengutuk. Demikianlah, sebongkah batu mulia di sebuah mahkota menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran yang diperebutkan sampai sekarang.

Mungkin dengan mudah, kita dapat memahami mengapa Koh-i-Noor diperebutkan oleh berbagai penguasa di sepanjang sejarah. Koh-i-Noor adalah salah satu berlian terbesar dan paling bernilai di dunia. Selain itu, dengan sejarah panjangnya, Koh-i-Noor melambangkan kekuatan, kemenangan, dan kekuasaan dari siapapun pihak yang memilikinya. Tidak heran jika sampai sekarang pihak Kerajaan Inggris juga menolak permintaan India yang memohon agar Koh-i-Noor dikembalikan ke negara mereka. Lambang kekuatan dan kekuasaan menjadi sangat penting bagi para penguasa.

Isi
Dalam bacaan Injil hari ini, kita juga bisa melihat bagaimana Sanhedrin (Imam-imam besar Yahudi) dan Pilatus sebagai Gubernur Yudea, sama-sama ingin menunjukkan pengaruh dan kekuasaannya saat mereka menangani “kasus” Yesus. Keberadaan Yesus dengan segala mujizat dan pengajaran-Nya telah lama membuat khawatir para pemuka Agama Yahudi saat itu. Mereka merasa kalah saing dan kalah populer. Berita pembebasan bagi tiap orang tertindas dan kritik pada legalisme yang dibawa Yesus juga mengancam wibawa dan menentang kuasa mereka. Demi menjaga kekuasaan itulah, Sanhedrin mencari cara untuk membungkam Yesus. Pilatus juga melakukan hal yang sama. Sebagai otoritas Roma di wilayah jajahan Yudea, menjaga pax Romana menjadi kewajibannya. Dia tahu benar bahwa Yesus yang dibawa Sanhedrin ke hadapannya sama sekali tak bersalah. Namun demi stabilitas kekuasaan, Pilatus akhirnya menyerahkan Dia yang tak berdosa pada kematian. Demikianlah, bagi mereka kekuasaan harus dipertahankan mati-matian dengan segala cara.

Kitab Daniel juga membicarakan perihal kekuasaan, bukan kekuasaan duniawi namun kekuasaan kekal yang diterima Anak Manusia dari Sang Bapa sendiri. Penglihatan ini digemakan kembali dalam Wahyu yang menguatkan pengharapan umat percaya, bahwa Kristus akan datang kembali dalam kemuliaan yang gilang gemilang untuk mengakhiri segala bentuk derita dan aniaya yang sedang dialami. Jelas, Kristuslah Sang Raja Semesta. Menariknya, kekuasaan yang sedemikian agungnya itu tidak berbentuk kemewahan. Namun sebaliknya, kekuasaan-Nya dibuktikan melalui keputusan Yesus memilih jalan salib demi keselamatan umat manusia. Jadi, mahkota lambang kekuasaan-Nya bukanlah mahkota bertahtakan berlian seperti Koh-i-Noor, melainkan mahkota duri bukti cinta-Nya. Mahkota hina itu sama sekali tak mampu mengurangi kemuliaan dan sifat kerajaan-Nya. Ya, mahkota istimewa-Nya adalah kasih dan cinta Tuhan untuk kita.

Penutup
Hari ini adalah Hari Minggu Kristus Raja. Secara liturgis, Minggu Kristus Raja adalah puncak dari kalender gerejawi. Minggu depan kita akan memasuki masa Adven sebagai awal tahun liturgi. Dengan demikian, kita tidak dapat memahami Minggu Kristus Raja ini lepas dari keseluruhan tahun liturgi dimana dalam peziarahan iman, kita diundang untuk mengalami puncak iman dengan mengakui bahwa Yesus adalah Raja. Pengakuan iman ini sangat penting, karena hanya dengan percaya bahwa Yesus sebagai Raja Semesta, dan (terutama) Raja dari hidup kita, kita dapat menundukkan diri di hadapan-Nya dan memberikan Dia kuasa untuk memimpin hidup kita. Karena itu, mari kita tertunduk di hadapan Sang Raja yang sedang mengenakan mahkota istimewa-Nya dan menyerahkan kendali pada-Nya. Amin. [Rhe].

 

Pujian: KJ. 220 : 1, 2 Yesus Kristus Memerintah

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Mahkota Koh-i-Noor punika mahkota Kraton Britania Raya ingkang dipun papanaken ing sak inggilipun peti Ratu Elizabeth ingkang seda taun 2023 kepengker. Nami mahkota punika dipun pendet saking nami berlian 105,6 karat ingkang wonten tengahipun. Berlian Koh-i-Noor ingkang ateges redi cahya punika, nggadhah sejarah ingkang panjang. Sak derengipun dipun kuwaosi Kraton Inggris, berlian ingkang ageng tur langka punika dipun pendhet saking tambang Kollur, saperangan negri Andhra Pradesh, India. Panguwaos ingkang nguwaosi berlian ing wiwitan, inggih punika Dinasti Mughal, panguwaos India sisih Lor. Ing mangsa jayanipun dinasti punika, pangagenging Mughal dadosaken Koh-i-Noor punika minangka hiasan ing tahtanipun ingkang kebak watu permata lan mutiara. Proses damelipun tahta punika mbetahaken wekdal 7 taun, sarana beaya tikel kaping sekawan beaya mbangun Taj Mahal ingkang dipun bangun wekdal punika. Tahta mewah punika dados pralambang kamakmuran Dinasti Mughal. Nanging kamakmuran punika mboten dangu, Panguwaos Persia ngawonaken Dinasti Mughal lan ngrampas sedaya bandha kagunganipun, kalebet tahta mewah punika. Konon Persia mbetahaken 700 gajah, 4.000 unta lan 12.000 jaran kangge ngangkut bandha rampasan saking Mughal punika. Wiwit saking wekdal punika Koh-i-Noor dados lambang kuwaos lan kamakmuran ingkang dados rebutan para panguwasa. Wiwit saking India, Afganistan, lan Persia, lan pungkasanipun berlian punika dipun kuwaosi Inggris. Kathah tumindak kasar, perang, lan tipu daya ingkang dipun lampahi kangge nguwasani Koh-i-Noor punika. Malah Koh-i-Noor punika kasebat “Berlian Terkutuk”, awit pihak ingkang kawon lan kecalan berlian punika mboten saged tumindak punapa-punapa kejawi namung ngutuk. Mekaten sejarahipun berlian Koh-i-Noor ing satunggaling Mahkota ingkang dados pralambang kuwaos lan kamakmuran ingkang dados rebutan ngantos sapunika.

Menawi kita saged mangertosi kenging punapa Koh-i-Noor dados rebutan para panguwasa ing sejarah, awit Koh-i-Noor punika dados salah satunggaling berlian ingkang paling ageng lan awis ing donya. Ing sejarahipun, Koh-i-Noor punika dados pralambang kakiyatan, kamenangan, lan panguwaos ingkang kagungan berlian punika. Mila mboten gumun bilih Kraton Inggris ngantos dinten punika nolak panyuwunanipun India, ingkang nyuwun supados Koh-i-Noor punika dipun wangsulaken malih dhateng India. Awit Koh-i-Noor ingkang dados pralambang kakiyatan lan panguwaos punika saestu penting kangge para panguwaos.

Isi
Ing waosan Injil dinten punika, kita mangertos kados pundi Sanhedrin (Para Imam Agung Yahudi) lan Pilatus (Gubernur Yudea), ingkang sami kepengin ngetingalaken pengaruh lan kuwaosipun nalika ngadili Gusti Yesus. Kawontenanipun Gusti Yesus ingkang nindakaken mujizat lan piwulang dadosaken Sanhedrin kuwatos wekdal semanten. Sanhedrin rumaos kalah saing lan kalah populer. Pawartos pangluwaran kangge tiyang ingkang katindes lan kritik legalisme ingkang dipun bekta Gusti Yesus ngancem wibawa lan kuwaosipun Sanhendrin. Kangge nglanggengaken panguwaosipun punika, anggota Sanhedrin sami pados cara kangge ngendek Gusti Yesus. Pilatus ugi nindakaken bab ingkang sami. Minangka tiyang Romawi ingkang kagungan kuwaos ing wilayah Yudea, piyambakipun njagi Pax Romana (Pajek kangge Pamrintah Romawi) dados kwajiban. Pilatus mangertos bilih Gusti Yesus punika mboten kagungan kalepatan senadyan dipun adepaken piyambakipun lan Sanhedrin. Nanging kangge njagi kaamanan lan kuwaosipun, pungkasanipun Pilatus masrahaken Gusti Yesus dhateng Sanhedrin kangge dipun pejahi. Kanggenipun Sanhedrin lan Pilatus, panguwaosipun punika kedah dipun jagi kanthi maneka cara.

Kitab Daniel ugi nyebataken bab kuwaos, sanes kuwaos donya ananging kuwaos langgeng ingkang dipun tampi dening Putraning Manungsa saking Sang Rama piyambak. Paningal punika dipun sebat malih wonten kitab Wahyu kangge ngiyataken pangajeng-ajengipun para umat pitados bilih Sang Kristus badhe rawuh malih ing kamulyan kangge mungkasi sedaya kasangsaran lan aniaya ingkang dipun alami para umat. Jelas bilih Sang Kristus punika Ratuning Bumi Saisinipun. Ingkang menarik, saking panguwaos ingkang agung punika sanes awujud kamewahan. Nanging kosokwangsulipun, panguwaosipun dipun buktekaken lumantar kasedyanipun Gusti Yesus milih margi salib kangge kaslametaning para umat manungsa. Dados, mahkota lambang panguwaos-Ipun sanes mahkota kados Koh-i-Noor, nanging mahkota eri ingkang dados bukti katresnan-Ipun. Mahkota eri ingkang dipun anggep hina punika mboten ngirangi kamulyan lan kraton-Ipun. Mahkota istimewah-Ipun inggih punika katresnanipun Gusti Allah dhateng kita.

Panutup
Dinten punika dinten Minggu Kristus Raja. Sacara liturgis, Minggu Kristus Raja punika puncak saking kalender gerejawi. Minggu ngajeng kita badhe mlebet mangsa Adven minangka wiwitaning taun liturgi. Srana punika, kita mangertos bilih Minggu Kristus Raja punika mboten ucul piyambak saking taun liturgi punika. Ing Minggu Kristus Raja punika kita dipun undang ngalami puncak iman kanthi ngaken bilih Gusti Yesus punika Raja. Pangaken iman punika penting, awit srana pitados bilih Gusti Yesus punika Raja Alam Raya Saisinipun lan Raja kangge gesang kita, kita saged ngasoraken dhiri kita ing ngarsan-Ipun. Kita saged ngaturi Gusti Yesus sarana panguwaos-Ipun kangge mimpin gesang kita. Karana punika, sumangga kita ngasoraken dhiri ing ngarsanipun Sang Raja ingkang ngagem Mahkota Istimewah-Ipun. Kita pasrahaken gesang kita ing panguwaos-Ipun. Amin. [Terj. AR].

 

Pamuji: KPJ. 412 : 1, 2 Ratu Adil Kang Sejati

Renungan Harian

Renungan Harian Anak