Kristus Bangkit Untuk Semua Orang Khotbah Minggu 22 April 2018

11 April 2018

Peringatan Hari Kartini
Stola Putih

 

Bacaan 1       : Kisah Para Rasul 4 : 5 – 12.
Bacaan 2       : I Yohanes 3 : 19 – 24.
Bacaan 3       : Yohanes 10 : 11 – 18.

Tema Liturgis    : Kristus bangkit, percaya dan bersaksilah!
Tema Khotbah :  Kristus bangkit untuk semua orang.

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kisah Para Rasul 4 : 5 – 12.

Karena memberitakan Yesus Kristus yang bangkit dari kematian, maka Petrus dan Yohanes ditangkap oleh para pemimpin Yahudi, imam-imam kepala dan pengawal Bait Allah serta orang Saduki (orang Saduki tidak percaya kebangkitan) lalu dimasukkan tahanan. Mereka semua itu juga dikenal dengan sebutan Sanhedrin yang beranggotakan 70 orang ditambah dengan Imam Besar yang sedang berkuasa saat itu. Ketika Petrus dan Yohanes dihadapkan dan “diadili” oleh para pemuka Yahudi itu, mereka mempertanyakan tentang kuasa Petrus dan Yohanes hingga mampu membuat mujizat (menyembuhkan orang lumpuh, menjadikan orang banyak bertobat, dll). Sebab mereka tahu bahwa Petrus dan Yohanes adalah orang biasa yang tidak mungkin melakukan semua itu dari kekuatannya sendiri.

Kesempatan itu oleh Petrus dan Yohanes dimanfaatkan untuk bersaksi tentang Yesus Kristus yang telah disalibkan oleh orang banyak itu, tetapi  akhirnya bangkit dari kematian. Petrus mengakui bahwa kuasa yang dimiliki berasal dari kuasa Kristus yang telah bangkit dari kematian itu. Bukan hanya itu, Petrus dan Yohanes juga mengakui di depan orang banyak  bahwa keselamatan umat manusia hanya bisa didapat dengan percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat. Yesus Kristuslah yang menyembuhkan orang sakit, yang menjadikan orang lumpuh bisa berjalan, dll. Jadi bukan dari kuasa Petrus dan Yohanes sendiri. Petrus dan Yohanes dipakai sebagai sarana oleh Yesus Kristus untuk menolong banyak orang dari berbagai penderitaan. Kuasa Kristus tidaklah terbatas. Dulu mereka telah membunuhNya seperti tukang bangunan yang membuang sebuah batu yang dianggap tak terpakai. Tetapi mereka tidak sadar bahwa “batu” yang mereka buang itu kini telah menjadi “batu penjuru”, penentu arah dan landasan bagi semua bangunan umat manusia.

 

I Yohanes 3 : 19 – 24.

Keyakinan bahwa anak-anak Allah berasal dari kebenaran, hal itu akan meyakinkan seseorang untuk percaya bahwa dirinya mampu melakukan yang benar di hadapan Allah. Allah mengetahui hati kita, motifasi kita melakukan sesuatu. Kedekatan hubungan kita dengan Allah juga memampukan kita lebih memahami apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan dalam hidup ini.

Dalam hidup ini, paling tidak ada 2 hal yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Pertama, supaya kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kedua, supaya kita hidup saling mengasihi sebagaimana telah Kristus perintahkan. Predikat sebagai anak-anak Allah memang harus nyata dalam kehidupan yang saling mengasihi. Allah memampukan manusia untuk hidup saling mengasihi yaitu dengan keberadaan Roh Kudus dalam diri manusia. Artinya, kemampuan untuk hidup dalam kasih itu juga merupakan karya Roh Kudus dalam hidup manusia, demikian juga dengan memberlakukan hidup benar di hadapan Allah. Allah tidak melepaskan manusia begitu saja untuk berusaha sendiri. Bisa percaya kepada Kristus dan hidup dalam kasih, itu merupakan anugerah Allah.

 

Yohanes 10 : 11 – 18.

Seorang upahan yang menggembalakan domba biasanya hanya karena mengharapkan upah/uang. Tetapi seorang gembala sejati menggembalakan domba karena rasa sayangnya pada domba-domba miliknya. Seorang upahan bukanlah pemilik. Itulah sebabnya, seorang gembala sejati rela melakukan apapun, termasuk jika harus berkorban demi domba-dombanya. Tetapi seorang upahan akan cenderung  meninggalkan domba-domba bila hal itu tidak menguntungkannya. Seorang upahan memang bisa bekerja tanpa landasan kasih sayang. Yesus menyebut diriNya bukan saja sebagai gembala, tetapi sebagai gembala yang baik. Bukan hanya pengorbanan yang Dia berikan, bahkan nyawaNyapun Dia berikan demi menyelamatkan domba-dombaNya. Yesus sebagai gembala yang baik itu juga sangat mengenal karakter masing-masing dombaNya, demikian juga sebaliknya domba-domba itu juga mengenal suara penggembalanya. Ada relasi yang terjalin sangat baik berdasarkan rasa saling mengasihi.

Yesus juga menyebutkan di ayat 16 bahwa ada juga domba-domba lain yang Dia gembalakan dan butuh tuntunanNya. Yang dimaksud adalah mereka yang bukan berasal dari orang Yahudi. Yesus Sang Gembala itu juga mengasihi orang-orang di luar bangsa Yahudi itu untuk digembalakan dan diselamatkanNya. Yesus tidak membeda-bedakan domba gembalaanNya berdasarkan bangsa dan rasnya. Semua mendapat kasih sayang yang sama sebagai umat gembalaanNya. Pemahaman tentang keselamatan yang universal ini dasarnya tidak lain adalah karena Allah mengasihi. Kristus juga memiliki kuasa tiada terbatas untuk menerima siapapaun yang akan menjadi domba gembalaanNya.

 

BENANG MERAH TIGA BACAAN

Menjadi umat Allah, menjadi domba gembalaanNya, merupakan anugerah. Inilah salah satu wujud kasih Allah yang universal. Didalam Yesus Kristus, Allah juga menghendaki manusia untuk saling mengasihi dan itu harus terwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu hidup benar dan melakukan kehendakNya.

 

RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan… bisa dikembangkan sendiri sesuai konteks jemaat)

KESELAMATAN ITU UNTUK SIAPAPUN.
(Nats : Yohanes 10 : 16)

Pendahuluan

Salah satu sifat manusia yang tidak mudah dikendalikan adalah egois. Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena ini alami, sampai-sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), egois artinya orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Secara tidak sadar egois ini juga merambah kehidupan beriman kita. Misalnya pemahaman bahwa hanya orang kristen saja yang akan diselamatkan, Yesus Kristus itu hanya milik orang kristen saja, dll. Sehingga tidak sedikit orang kristen yang tidak “terima” jika dikatakan bahwa siapapun berhak menjadi milik Kristus dan siapapun juga berhak mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Kristus yang sudah bangkit itu bukan hanya untuk orang kristen saja.

 

Isi

Yohanes 10 : 16 jelas sekali menunjukkan bahwa domba-domba Kristus itu ada juga yang berasal dari kandang yang berbeda. Artinya bukan hanya dari keturunan orang Yahudi saja (pada konteks Yesus saat itu). Yesus Sang Gembala Yang Baik itu tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap domba-dombaNya berdasarkan asal kandangnya (keturunannya). Dari kandang manapun, Sang Gembala Yang Baik itu lebih melihat dari kebutuhan mereka. Semua domba itu membutuhkan tuntunan dan Gembalanya. Tuntunan sangat diperlukan supaya domba-domba itu bisa menuju arah yang tepat, tempat rumput hijau sebagai makanannya, tempat air yang segar, dan bahkan tempat yang tidak membahayakan keselamatannya.  Yang jelas, tuntunan Sang Gembala dibutuhkan oleh semua domba agar mereka semua selamat.

Seperti apakah pribadi gembala yang baik itu ? Gembala yang baik itu tidak diskriminatif, tidak materialistis (hanya berorientasi pada materi/uang/upah), sangat mengenali domba-dombanya (demikian juga sebaliknya), mau berkorban hingga nyawanya sekalipun untuk menyelamatkan domba-domba gembalaannya. Gembala yang baik itu juga bisa dipercaya dan relasinya dengan para domba adalah karena kasih sayang. Gembala yang baik itu juga bertanggung jawab atas kesejahteraan semua dombanya, dari kandang manapun asalnya. Semua domba mendapat perlakuan yang sama.

Dalam bacaan 1 dijelaskan bahwa Petrus dan Yohanes harus “diadili” karena telah menyembuhkan orang lumpuh dan menyerukan pertobatan pada semua orang. Memang tidak dijelaskan orang lumpuh yang disembuhkan itu berasal dari bangsa Yahudi atau bukan. Yang jelas, situasi saat itu menempatkan orang cacat sebagai “warga kelas dua” dalam masyarakat. Karena orang itu lumpuh sejak lahir, maka orang Yahudi pasti menganggap orang tersebut terkena kutukan Allah akibat dosa orang tua atau leluhurnya. Orang semacam itu dianggap berada di luar lingkaran keselamatan Allah. Itulah sebabnya banyak orang heran, bahkan ada yang marah karena Petrus dan Yohanes menyembuhkannya.

Menyelamatkan bisa berarti mengakhiri penderitaan, atau menuntun seseorang supaya tidak celaka. Kita bersyukur karena Kristus yang adalah Gembala Yang Baik itu memberikan tuntunan kepada kita domba-domba gembalaanNya. Tuntunan dan keselamatan yang diberikan itu merupakan anugerah yang kita terima secara cuma-cuma, seperti tertulis dalam bacaan 2. Menjadi anak Allah, domba gembalaan Kristus itu anugerah. Kita tidak mengupayakannya. Oleh karena itu kita juga tidak boleh egois dan marah jika ada domba dari kandang lain yang juga digembalakan oleh Yesus. Kita tidak punya hak untuk marah dan berpikir seolah-olah Kristus itu hanya untuk kita, hanya untuk orang kristen. Sebutan menjadi anak-anak Allah bisa disandang oleh siapa saja yang memang berbuat seperti yang Allah kehendaki, yang patuh dan taat pada perintah Yesus sebagai Gembalanya Yang Baik.

Kristus yang bangkit itu telah memberikan teladan bahwa Dia tidak diskriminatif, mengapa kita harus menjadi diskriminatif ? Kebangkitan Kristus untuk menyelamatkan semua orang juga memberi teladan tentang pemberian diri, rela berkorban bagi domba-dombaNya, mengapa kita harus egois dan menganggap Kristus hanya “milik” kita ? Kristuslah yang memiliki kita (sebagai pemilik domba-domba). Sebagai Gembala Yang Baik, Yesus Kristus telah mengatakan bahwa Dia bertanggung jawab penuh menuntun domba-dombaNya, mengapa terkadang kita masih meragukanNya ?

Kasih Kristus yang tidak terbatas untuk manusia itu seharusnya menjadikan kita bersuka-cita karena siapapun bisa menerima anugerah keselamatan dariNya dan bukannya “memelihara” ke-egois-an kita.

Lalu, apakah yang diharusnya kita berbuat sebagai domba gembalaanNya ?

  1. Bersyukur kepada Allah yang telah memberikan anugerah keselamatan secara cuma-cuma kepada kita.
  2. Sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan, maka anak-anak Allah ini disebut berasal dari kebenaran (lih. bacaan 2). Maka kitapun harus hidup benar di hadapan Allah, menjauhi kejahatan.
  3. Menggunakan “kuasa” pemberian Tuhan (Roh Kudus) untuk melakukan kebaikan dan menolong mengakhiri penderitaan sesama, apapun wujudnya. Seperti yang dilakukan Petrus dan Yohanes.
  4. Tidak malu mengakui Yesus Kristus yang mati dan bangkit itu sebagai Tuhan dan Juruslamat kita. Seperti kesaksian Petrus dan Yohanes dihadapan para pemuka Yahudi.
  5. Taat pada tuntunan Sang Gembala Agung kita sebagaimana yang telah Dia firmankan dan tertulis dalam Alkitab, serta tidak meragukan kasih dan kuasaNya.
  6. Tidak egois dan tidak menganggap keselamatan itu hanya milik kita saja.

 

Penutup

     Tuhan Yesus Kristus yang bangkit itu terus berkarya menggembalakan domba-dombaNya hingga kini. Kitapun yang mengimani kebangkitan Kristus juga tentunya dipanggil untuk turut berkarya memberitakan kabar keselamatan untuk siapapun. Menyerukan berita pertobatan dan pengampunan dosa, turut berperan mengakhiri penderitaan sesama, setia dalam iman kepada Yesus Kristus, serta tetap hidup benar, tentunya harus terus diupayakan. Belajar hidup tidak egois, tidak diskriminatif dan rela untuk saling menggembalakan juga menjadi hal penting dalam kehidupan beriman kita. Dengan demikian maka kehadiran Kristus dalam kehidupan orang kristiani akan semakin dirasakan oleh banyak orang. Orang lain akan merasakah kebaikan Kristus sebagai Gembala antara lain juga melalui kebaikan kita. Amin.  (YM)

 

Nyanyian  : KJ. 407 : 1, 3, 4.

 

 

RANCANGAN KHOTBAH : Basa Jawi.

SINTEN KEMAWON SAGED NAMPI KAWILUJENGAN
(Jejer : Yokanan 10 : 16)

Pambuka

Salah setunggaling sipat manungsa ingkang boten gampil dipun atasi inggih punika egois. Egois punika sipat ingkang tuwuh secara alami ing manungsa. Awit punika dipun wastani alami, ngantos manungsa punika boteng saged ngraosaken wontenipun sipat egois punika. Miturut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kaserat : egois artinya orang yang selalu mementingkan diri sendiri.  Tanpa kita sadhari, egois punika ugi saged wonten ing gesanging iman lan kapitadosan kita. Umpaminipun wontenipun pamanggih bilih namung tiyang kristen kemawon ingkang badhe kawilujengaken, Gusti Yesus Kristus punika namung kangge tiyang kristen kemawon, lsp. Pramila lajeng boten sekedhik tiyang kristen ingkang boten “tarimah” menawi dipun wastani sinten kemawon gadhah hak ingkang sami kangge dados pandherekipun Sang Kristus lan sinten kemawon ugi gadhah hak kangge nampi kawilujengan saking Gusti. Sang Kristus ingkang sampun wungu punika ugi boten wungu namung kangge tiyang kristen kemawon.

 

Isi

Yokanan 10 : 16 cetha sanget mratelakaken bilih menda-mendanipun Sang Kristus punika ugi wonten ingkang asalipun saking kandhang sanesipun. Tegesipun, boten namung saking turunipun tiyang Yahudi kemawon (ing konteks jamanipun Gusti Yesus kala semanten). Gusti Yesus Sang Pangen Utami punika mboten mbedak-mbedakaken menda-mendanipun adhedhasar saking pundi kandhangipun (keturunanipun). Saking pundi kemawon kandhangipun, Sang Pangen Utami punika langkung mirsani ing bab kabetahanipun para menda punika. Sedaya menda punika mbetahaken tuntunan saking Pangenipun. Tuntunan punika sanget kabetahaken dening menda-menda punika supados saged tumuju panggenan ingkang leres, panggenan suket ijo ingkang dados tedhanipun, panggenan toya ingkang seger, mekaten ugi panggenan ingkang mboten mbebayani ing kawilujenganipun. Ingkang cetha, tuntunan saking Sang Pangen Utami punika kabetahaken dening sedaya menda supados sedayanipun sami wilujeng.

Kados pundi pribadi pangen ingkang utami punika ? Pangen kang utami punika boten mbedak-mbedakaken (diskriminatif), boten materialistis (namung nengenaken bab bandha/arta/upah), saestu tepang kaliyan para mendanipun (mekaten ugi sak wangsulipun), purun ngetohaken nyawanipun kangge milujengaken menda-mendanipun. Pangen kang utami punika ugi saged kapitados lan sesambetanipun kaliyan para menda punika adhedhasar sih katresnan.  Pangen kang utami punika ugi tanggel jawab ing bab karahayoning sedaya mendanipun, saking pundi kemawon kandhangipun. Sedaya menda kala wau nampi patrap ingkang sami.

Ing waosan 1 kacetha bilih Petrus lan Yokanan kedah dipun “adili” awit sampun nyarasaken tiyang lumpuh lan paring pawartos pamratobat tumrap sedaya tiyang. Pancen boten kaserat, tiyang lumpuh ingkang kasarasaken punika saking bangsa Yahudi punapa boten. Ingkang cetha, kawontenan nalika semanten mapanaken tiyang cacat dados “warga kelas dua” ing masyarakat. Awit tiyang punika sampun lumpuh wiwit lair mila, mila tiyang Yahudi tamtu nganggep tiyang lumpuh punika nampi bebendu saking Allah awit dosa-dosa ingkang sampun katindakaken dening tiyang sepuhipun utawi para leluhuripun. Tiyang ingkang kados mekaten punika dipun wastani wonten ing sanjawining kawilujenganipun Allah. Pramila, kathah tiyang ingkang nggumun, kepara wonten ingkang nesu awit Petrus lan Yokanan nyarasaken tiyang lumpuh punika.

Milujengaken saged ateges mungkasi panandhangipun, utawi nuntun sesami supados boten cilaka. Kita patut saos syukur awit Sang Kristus dados Pangen Utami ingkang paring tuntunan dhumateng kita para mendanipun. Tuntunan lan kawilujengan kang kaparingaken dening Gusti punika dados kanugrahan ingkang kita tampi tanpa bayar, kados ingkang sampun kaserat ing waosan 2. Dados para putraning Allah, dados mendanipun Sang Kristus punika kanugrahan. Sanes kita ingkang mbudidaya. Pramila kita boten saged egois lan nesu menawi wonten menda-menda saking kandhang sanes ingkang ugi dipun engen dening Gusti Yesus. Kita boten gadhah hak kangge nesu lan gadhah pamanggih bilih Sang Kristus punika namung kangge kita, namung kangge tiyang kristen. Sinebut dados para putraning Allah saged kangge sinten kemawon ingkang pancen tumindak miturut karsanipun Allah, ingkang mbangun turut dhateng pangandikanipun Sang Pangen Utami punika.

Sang Kristus ingkang sampun wungu punika paring tuladha bilih Panjenenganipun boten mbedak-mbedakaken (diskriminatif), lajeng kenging punapa malah kita dados diskriminatif ? Wungunipun Sang Kristus kangge milujengaken sedaya manungsa ugi paring tuladha ing bab ngetohaken nyawa, paring pangorbanan kangge para mendanipun, kenging punapa kita malah dados egois lan gadhah pamanggih bilih Sang Kristus namung “kagem” kita ? Kita punika kagunganipun Sang Kristus (ingkang kagungan menda). Selaku Pangen kang Utami, Gusti Yesus Kristus sampun dhawuh bilih Panjenenganipun tanggel jawab ing bab nuntun menda-mendanipun, kenging punapa kita taksih mangu-mangu ?

Katresnanipun Sang Kristus ingkang tanpa winates kagem manungsa punika kedahipun ndadosaken kita bingah awit sinten kemawon saged nampi kanugrahan awujud kawilujengan saking Gusti, lan boten “nyimpen” raos egois kita.

Punapa ingkang kedah kita tindakaken selaku mendanipun Gusti ?

  1. Mugi kita saos syukur dhumateng Allah ingkang sampun paring kanugrahan kawilujengan gratis kangge kita.
  2. Selaku tiyang ingkang sampun kawilujengaken, pramila para putranipun Allah punika kasebut asalipun saking kayekten (waosan 2). Pramila kita ugi kedah gesang ingkang leres ing ngarsanipun Allah, nebihi piawon.
  3. Migunakaken “panguwaos” peparingipun Gusti (Roh Suci) kangge nindakaken kabecikan dan paring pitulungan kangge mungkasi panandhangipun sesami, punapa kemawon wujudipun. Kados ingkang sampun katindakaken dening Petrus lan Yokanan.
  4. Boten lingsem ngakeni ing bab Yesus Kristus ingkang sampun seda lan wungu malih selaku Gusti lan Juruwilujeng kita. Kados dene Petrus lan Yokanan ing ngajengipun para pengajeng Yahudi.
  5. Mbangun turut ing tuntunanipun Sang Pangen Agung kita kados ingkang sampun kapangandikakaken lan kaserat ing Kitab Suci, sarta boten mangu-mangu ing bab katresnanipun lan panguwaosipun.
  6. Boten egois lan nganggep bilih kawilujengan punika namung kangge kita kemawon.

 

Panutup.

Gusti Yesus Kristus ingkang sampun wungu lan tansah makarya ngengen menda-mendanipun ngantos samangke. Kita ugi pitados bilih wungunipun Sang Kristus ugi nimbali kita supados ndherek makarya martosaken bab pawartos kawilujengan kangge saben tiyang. Ngundangaken pawartos pamratobat lan pangapuntening dosa, tumut mungkasi panandhangipun sesami, setya tuhu ing iman lan kapitadosan kita dhumateng Gusti Yesus Kristus, sarta gesang ing kayekten, tamtu ugi kedah tansah dipun upadi. Sinau supados gesang kita boten egois, boten diskriminatif lan purun paring pangurbanan kangge sesami, ugi dados prekawis ingkang wigati ing gesang kapitadosan kita. Kanthi mekaten rawuhipun Sang Kristus ing pigesanganipun umat kristiani badhe langkung saged karaosaken dening tiyang kathah. Tiyang sanes badhe ngraosaken kasaenanipun Pangen kang Utami ing antawisipun ugi lumantar kasaenan kita. Amin.  (YM)

 

Pamuji: KPK.  60 : 1, 2, 3.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak