Minggu Biasa | Penutupan Bulan Ekumene
Stola Hijau
Bacaan 1: Yesaya 53 : 4 – 12
Mazmur: Mazmur 91 : 9 – 16
Bacaan 2: Ibrani 5 : 1 – 10
Bacaan 3: Markus 10 : 35 – 45
Tema Liturgis: GKJW Berekumene untuk Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Kelompok Marginal
Tema Khotbah: Memasukkan Diri dalam Mengatasi Pergumulan di Dunia
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 53 : 4 – 12
Pokok pikiran tentang Hamba Tuhan seringkali diidentikkan dengan satu person di masa nabi. Pada masa kemudian hamba Tuhan yang dimaksud adalah Israel sebagai bangsa secara keseluruhan. Hamba Tuhan Yang Menderita dapat diartikan bangsa Israel secara komunal memang harus menderita, mati dalam pembuangan untuk kemudian dibangkitkan lagi. Saat bangsa Israel mengalami penderitaan, dengan pengakuan mereka layak untuk menerima hukuman, sekaligus dimaknai adanya peran menobatkan bangsa-bangsa kafir. Panggilan orang Yahudi adalah menerima dengan sabar penderitaan mereka. Mereka sadar bahwa penderitaan yang bukan bagiannya adalah cara Allah agar mereka bisa menjadi contoh bagi bangsa-bangsa lain dalam hal ketaatan.
Dalam bacaan ini, secara spesifik ada bentuk dialog yang menggugah kesadaran bahwa ada sosok yang menderita karena ada orang lain yang berbuat salah (Ay. 4). Perjuangannya dalam menolong hingga gambaran menanggung kesakitan, menanggung perkara yang berat bahkan tidak dikenali lagi wajahnya karena beratnya tindakan yang dialami dan dilakukan. Adapun derita tersebut karena berdasarkan ketaatannya kepada Allah (Ay. 10) dan juga memiliki kesadaran diri atas fungsi dirinya (Ay. 12).
Salah satu pokok Yesaya 53 adalah penderitaan orang jujur dapat menanggung dosa orang lain. Ada interaksi dinamis dari memikul dosa orang lain. Gagasan ini berdasarkan analogi korban, dalam bentuk pelepasan kambing korban (Imamat 16). Upacara ini merupakan lambang dan berdampak bagi yang mau terlibat aktif dalam prosesi ini. Sebagai catatan, memahami Hamba Yang Menderita dan menderita untuk orang lain, bisa dibantu dengan membaca kisah hidup Nabi Yehezkiel (Yeh. 4). Ia menjadi sosok yang menanggung derita pada fisiknya, sebagai simbol memikul dosa orang lain. Namun bagaimanapun, simbol ini tetap pada hasil akhir ditentukan dengan kemauan para pihak yang diingatkan atas simbol dan peringatan yang diterima.
Pada makna lainnya, bacaan ini merupakan sumbangan besar dalam perkembangan spiritualitas Yahudi Kristen. Yaitu adanya upaya memandang penderitaan dari sudut pandang positif. Sebuah konsep berpikir yang kemudian bisa memotong tradisi panjang Alkitabiah yang memandang penderitaan sebagai hukuman atas dosa. Dan hal ini memberikan dasar bagi salah satu pandangan dasar dalam kekristenan. Sesuatu hal yang tidak sulit dipahami oleh kekristenan, khususnya dikaitkan dengan gambaran kematian dan kebangkitan Yesus. Perikop ini juga menjadi isyarat tentang bentuk evangelisasi. Tidak dengan memenangkannya, melainkan dengan menanggung beban dan menjadi teladan.
Secara singkat bacaan ini merujuk kepada pemaknaan bahwa dalam kehidupan umat, ada pihak yang mau menderita untuk hal yang telah kita lakukan. Bahwa bagi mereka yang jahat, memberontak, berbuat dosa ada yang mengusahakan kebaikan. Ada sosok yang mau memperjuangkan untuk kebaikan hidup. Jika sadar ada sosok membantu hidup kita, kita bisa ikut meniru sikap sosok yang telah membantu kita itu.
Ibrani 5 : 1 – 10
Pengakuan Yesus sebagai Imam Besar disebutkan beberapa kali, sebagaimana diungkapkan pada ayat 1-4. Penyebutan Imam Besar ini karena Yesus telah memenuhi kriteria antara lain: dipilih dari antara manusia untuk mewakili manusia dalam prosesi kurban, dapat melakukan fungsi mewakili karena telah ambil bagian dalam kelemahan manusia, dan Yesus melakukan semua ini karena dipanggil, bukan karena pilihannya sendiri. Kemampuan ini lantas dipertegas dengan sikap sadar atas diri-Nya dalam bentuk memantapkan rasa solidaritas dengan manusia (Ay. 7-9). Sedangkan pada ayat 9-10 digambarkan peranan Kristus sebagai wakil seluruh umat, yang bagi mereka, Kristus menjadi wakil dalam mempersembahkan kurban. Peranan ini menjadi sumber keselamatan bagi orang lain.
Bacaan ini menegaskan tentang korelasi diri Yesus dengan umat. Yesus dipilih untuk melakukan sesuatu bagi umat. Ia memiliki kesadaran diri menjadi sosok perantara dan melakukan untuk pihak lain. Dengan keberadaan-Nya, Yesus tahu peran dan kapasitas-Nya. Ia tahu peran-Nya sebagai Imam Besar yang sangat penting dalam mewujudkan pendamaian dan Ia melakukan dengan kesungguhan. Satu hal yang penting diperhatikan, saat melakukan peran-Nya, Yesus melakukan sesuai dengan kehendak Allah.
Markus 10 : 35 – 45
Pada bacaan ini, mengisahkan narasi Yakobus dan Yohanes yang meminta kehormatan, diiringi dengan ungkapan kesanggupan turut merasakan apa yang dirasakan oleh Yesus. Hal ini agak aneh, karena setelah pemberitahuan tentang penderitaan-Nya, ternyata para murid bersikap beda. Mau ikut ambil bagian, tetapi memilih yang menyenangkan, sikap menurut alurnya sendiri. Walaupun ini juga hampir seperti Yesus yang senantiasa berbeda dengan pola pikir orang kebanyakan. Kisah tentang Yesus yang akan merasakan penderitaan dengan ungkapan “cawan” dan “baptis” (Ay. 38), dirasakan seakan mendapat sosok-sosok yang siap untuk menggantikan-Nya. Apalagi terdapat ungkapan dari Yakobus dan Yohanes melalui kata “kami dapat” (Ay. 39). Namun secara keseluruhan, yang memampukan untuk bisa melakukan banyak hal bersama dengan Yesus tetap ada unsur keberadaan Bapa yang akan menentukan semuanya. Yang ditekankan bukan sekedar ya dan tidak, atau mau atau tidak, namun kesediaan untuk berjumpa dengan kemungkinan lainnya atas permintaan dan kerelaan hati untuk memikul salib, menerima cawan, dan baptisan Yesus. Pendeknya, siap menderita namun memberi keluasan Allah dalam menentukan apa yang diberikan.
Pada konteks penulisan Injil Markus tahun 70 M, para pembaca mulai ditantang untuk mampu berjalan bersama Yesus. Penjelasan Yesus berikutnya adalah memberikan pemahaman kepada murid lainnya bahwa permintaan yang bernada egois adalah satu-satunya persoalan. Yang hendak mengikuti Yesus harus meninggalkan hal-hal yang bertolak belakang dengan Injil (Ay. 42). Bersama dengan Yesus harus siap untuk menjadi hamba (Ay. 45), siap melayani kebutuhan semua orang (Ay. 44). Secara umum, ini berkaitan dengan perkembangan persekutuan umat percaya kepada Yesus tentang semangat yang memimpin yaitu semangat mau melayani. Melayani kebutuhan saudara yang dilayani apapun yang mereka butuhkan, bahkan jika jalannya dengan meminum cawan dan terpaksa memang harus meminum “cawan”, siap untuk menderita.
Pemaknaan secara garis besar adalah tentang topik keterlibatan dalam misi Yesus dan bentuk keterlibatan para murid, bagaimana dan rencana apa yang sedang diupayakan. Dalam latar belakang masa itu tentang maraknya transaksi jual beli budak, ada Yesus yang berjuang dan menebus, ada tindakan untuk membebaskan dan memberikan uang tebusan. Untuk memenuhi kebutuhan manusia, ada yang mengusahakan bahkan rela berjerih lelah untuk mewujudkannya. Yesus sebagai inisiator yang mengajak para murid untuk melayani dan berbuat kebaikan untuk orang lain. Tidak sekedar fokus kepada kepentingan diri sendiri. Keinginan menjadikan diri sebagai yang dilayani, diperjumpakan dengan kehendak Yesus yang menjadikan para murid pada bentuk baru, yaitu tidak hanya jadi penikmat keadaan, sebagai yang dilayani dengan nyaman, namun turut serta mengusahakannya dalam wujud mau melayani.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Untuk memahami benang merah bacaan, kita diarahkan pada dasar pemikiran dan pesan yang disampaikan tulisan David Rhoads dan Donald Michie pada buku Injil Markus Sebagai Cerita, (BPK Gunung Mulia, 2004 hal 184). Berikut disampaikan kutipannya secara utuh :
“Dalam dunia yang diciptakan oleh pengarang (=penulis Markus, pen.), kita telah mengalami tatanan baru dan radikal yang dituntut pemerintahan Allah. Kemungkinan-kemungkinan berkat iman akan Allah, keluhuran pelayanan kepada orang lain, kebinasaan akibat mau menguasai orang lain, kekuatan tersembunyi dari penderitaan yang membawa penebusan, disalahgunakannya negara dan agama untuk memperoleh kuasa dan sukses, kemungkinan dibutakan oleh komitmen keagamaan, daya pikat mentalitas mempertahankan hidup, penolakan yang mendasar atas penyangkalan diri dan atas sikap tepat dalam menghadapi kematian serta kesulitan untuk memilih menjadi yang terbelakang, keberanian orang-orang kecil, sulitnya menjadi setia pada pemerintahan Allah dan banyak yang lain lagi.
Karena mengalami hal-hal seperti itu dalam dunia cerita, pembaca (=pembaca Markus, pen) dapat melihat dan berjuang di dunia nyata dengan cara yang baru. Mungkin dengan mengalami dunia cerita seperti itu pembaca modern dipersiapkan dengan lebih baik, untuk menghayati hidup secara lebih berani dan manusiawi.”
Dari buku ini disampaikan tentang panggilan bagi para pembaca Injil Markus pada masa abad 20. Bahwa kondisi masa kini bisa tercerminkan dari kisah Markus. Dalam dunia yang saling terhubung, hendaknya dijadikan sebagai kesatuan support system, untuk menolong sesama. Manusia hendaknya tidak sekedar menerima pertolongan. Ataupun malahan menerima semuanya menjadi baik tanpa turut memikirkannya. Tantangan hal yang tidak baik dan yang perlu dilakukan adalah seperti yang tertulis dalam paragraf di atas.
Tahun 2024 sebagai Tahun B, Markus, diharapkan semua perenungan umat bertumpu kepada kesadaran keadaan sekeliling (termasuk pada diri sendiri) yang mungkin sedang tidak baik-baik saja. Rangkaian persoalan yang tersebut di atas tentunya bisa menjadi tolak ukur tentang apa yang sudah terjadi, yang sudah dikerjakan, serta yang akan dikerjakan oleh koinonia GKJW.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing).
Pendahuluan
Kita mengawali renungan saat ini dengan mengingat tokoh internasional bernama Henry Dunant. Henry Dunant (lahir Jean-Henry Dunant 8 Mei 1828 – 30 Oktober 1910), yang dikenal dengan nama Henri Dunant. Dia adalah pengusaha dan aktivis sosial Swiss. Ketika melakukan perjalanan untuk urusan bisnis pada tahun 1859, dia menyaksikan akibat-akibat dari pertempuran Solferino, sebuah lokasi yang dewasa ini merupakan bagian Italia. Kenangan dan pengalamannya itu, dia tuliskan dalam sebuah buku dengan judul A Memory of Solferino (Kenangan Solferino), yang menginspirasi pembentukan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada tahun 1863. Konvensi Jenewa 1864 didasarkan pada gagasan-gagasan Dunant. Pada tahun 1901, dia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang pertama, bersama dengan Frédéric Passy.[1]
(Ket. Tokoh ini bisa diganti dengan tokoh lokal atau nasional sesuai tempat jemaat berada atau yang lebih dikenal. Bagian ini mengajak jemaat untuk mengenal tokoh-tokoh yang menginspirasi di berbagai bidang (pemeliharan lingkungan, penerima Kalpataru, Kick Andy Heroes, dll.)
Bagaimana pemaknaan yang bisa anda berikan? Apakah anda tergerak mengikuti karya para tokoh tersebut dalam konteks yang dekat dengan keseharian kita? (Umat bisa menyampaikan pendapatnya).
Di sekitar kita terdapat banyak ragam dan macam bentuk penghargaan kepada seseorang untuk sesuatu yang telah ia lakukan dan aktivitasnya yang tidak hanya untuk dirinya sendiri. Bentuk penghargaan ini bernada apresiasi dan penghormatan serta harapan agar ada orang lain yang bisa melanjutkan. Salah satu makna lainnya adalah dalam menciptakan kehidupan di dunia yang semakin baik, telah ada orang atau pihak yang peduli dan mengusahakannya terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya. Telah ada yang berusaha membangun kedamaian, kesejahteraan, dan nilai luhur hidup. Bahwa sebenarnya kenyamanan dunia, tidak tercipta serta merta ada, namun melalui proses, pemikiran, dan karya yang sinambung dari banyak pihak. Ada pihak-pihak yang telah turut ambil bagian menciptakan suasana kehidupan yang semakin baik.
Dalam peribahasa Bahasa Jawa ada kalimat ”Melik gendhong lali”, yang artinya menginginkan sesuatu namun melupakan apa yang harus dikerjakan lebih dahulu. Dalam mengupayakan terciptanya kehidupan yang baik, perlu ada yang terlibat supaya jangan sampai ada keinginan (melik) yang tidak tertata dengan baik, dan cenderung tidak mau berusaha atau terlibat (gendhong lali). Melihat banyaknya perjuangan orang untuk kebaikan dunia, kadang tidak sebanding dengan sikap egois dan mementingkan diri sendiri. Karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran diri untuk turut terlibat dalam membangun dunia yang semakin baik.
Isi
Bacaan hari ini berada pada kesamaan kisah, tentang keberadaan seseorang dan komunitas yang melakukan aksi dan upaya memperhatikan dunia dan situasi di sekitarnya menjadi lebih baik. Pada konteks Hamba yang menderita, ditemukan makna: ada pihak yang rela menderita agar kehidupan yang berada dalam dosa bisa diperbaiki. Begitu juga dalam bacaan Ibrani, dalam mengupayakan pemulihan relasi antara Allah dengan manusia, harus ada pihak yang menjadi perantaranya. Dan perantara ini harus memiliki kemampuan, kapasitas serta memenuhi syarat dalam menjalankan perannya. Dia juga memiliki legitimasi serta pengakuan dari masing-masing pihak yang dihubungkan. Sementara itu, dalam Injil Markus, secara terang benderang Yesus memberikan gambaran bahwa hidup haruslah bermakna bagi orang lain. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Berkaca dalam proses Yesus yang sedang menjalankan tanggung jawab yang diterima dari Bapa, para murid, utamanya Yakobus dan Yohanes perlu berpikir dan bersikap mau berperan dalam menciptakan kebaikan untuk sesamanya, tidak hanya terima jadi.
Dalam keseluruhan gambaran bacaan ini, selain tertera sikap ideal yang dimiliki oleh para pihak yang memiliki semangat untuk berperan bagi sesamanya, bisa terlintas makna sebaliknya. Pada perspektif terbalik, bagaimana jika dalam hati manusia tidak muncul perasaan: ternyata dalam hidupnya ada pihak lain yang telah berjerih lelah untuk dirinya? Bagaimana jika ia tidak merasa telah diperdamaikan dengan Allah? Bagaimana jika tidak ada yang mau tahu tentang teladan hidup untuk memikirkan orang lain? Sebab bagaimanapun, pada keberadaan diri kita di saat ini, kita tidak bisa lepas dari pihak ataupun seseorang yang berperan menjadikan hidup kita seperti saat ini. Coba kita ingat, siapakah aktor yang berperan dalam hidup kita saat ini? Mulai benda yang kita pergunakan hingga sarana penunjang hidup. Maukah kita menjadi aktor untuk kebaikan hidup orang lain?
Untuk mengawalinya, kita perlu memikirkan sebuah pola pikir yang tanggap dengan situasi dan perkembangan kehidupan yang ada di sekitar kita. Bahwa dunia juga ada keadaan yang tidak baik-baik saja. Tanda-tanda kehidupan yang tidak sejahtera ada banyak di sekitar kita. Kita perlu peka dengan situasi kesenjangan, termasuk kita mau mulai menghargai orang kecil dan marjinal. Bisa saja terciptanya dunia pada kondisi seperti ini, secara tidak langsung merupakan hasil dari sikap kita. Kita perlu tanggap ing sasmita sebagai sebuah proses semiotika. Peka dengan tanda-tanda dan simbol serta fenomena zaman yang terjadi di sekeliling kita, kemudian memikirkan apa yang perlu kita lakukan. Jika kesadaran kebutuhan situasi mulai ada, selanjutnya kita perlu memikirkan siapakah yang akan melakukannya? Jangan-jangan kita adalah yang menunjuk orang lain untuk mengupayakan kesejahteraan, namun kita tidak turut mengusahakan. Janganlah mengandaikan bahwa karena sudah diusahakan oleh pihak yang lain, kita merasa tidak perlu terlibat. Di dunia yang semakin ter-spesialisasi- tidak menghalangi kepedulian kita kepada orang lainnya.
Berikutnya, bagaimana jika kita menjadi pelaku yang memikirkan kesejahteraan pihak lain demi kemuliaan nama Tuhan? Ada yang mengusahakan kebaikan dan kesejahteraan, maka sudah seharusnya itu diupayakan dalam semangat kebersamaan. Melalui ungkapan Yesus, ajakan untuk terlibat tidak hanya ditujukan kepada Yakobus dan Yohanes, namun juga kepada kita, sebagai pembaca Injil Markus di abad 20.
Sekarang mari kita menyimak yang dituliskan dalam buku “Injil Markus Sebagai Cerita” sebagai berikut :
“Dalam dunia yang diciptakan oleh pengarang (=penulis Markus, pen.), kita telah mengalami tatanan baru dan radikal yang dituntut pemerintahan Allah. Kemungkinan-kemungkinan berkat iman akan Allah, keluhuran pelayanan kepada orang lain, kebinasaan akibat mau menguasai orang lain, kekuatan tersembunyi dari penderitaan yang membawa penebusan, disalahgunakannya negara dan agama untuk memperoleh kuasa dan sukses, kemungkinan dibutakan oleh komitmen keagamaan, daya pikat mentalitas mempertahankan hidup, penolakan yang mendasar atas penyangkalan diri dan atas sikap tepat dalam menghadapi kematian serta kesulitan untuk memilih menjadi yang terbelakang, keberanian orang-orang kecil, sulitnya menjadi setia pada pemerintahan Allah dan banyak yang lain lagi.
Karena mengalami hal-hal seperti itu dalam dunia cerita, pembaca (=pembaca Markus, pen) dapat melihat dan berjuang di dunia nyata dengan cara yang baru. Mungkin dengan mengalami dunia cerita seperti itu pembaca modern dipersiapkan dengan lebih baik untuk menghayati hidup secara lebih berani dan manusiawi.
Bagaimana Rencana Tindakan Anda?
Mau tidak mau, kondisi di era Alkitab ada juga di masa kini. Mau tidak mau kita mesti bergerak saat berjumpa dengan kenyataan di atas. Mau memasukkan diri ke dalam pergumulan nyata dan mengupayakan perbaikannya. Kita bukan sekedar menikmati, namun turut berjuang.
Penutup
Ibadah yang dilakukan pada hari ini merupakan ibadah penutupan Bulan Ekumene. Sebuah semangat kesadaran bahwa hingga saat ini, kita tinggal bersama di bumi yang sama, maka sudah sepatutnya kita mengusahakan kebaikan untuk semua yang ada di dalam bumi ini. Lahan pelayanan tersedia banyak, tinggal kita memilih bagian mana yang akan kita kerjakan. Kita tidak melupakan kerjasama lintas umat, lintas denominasi, lintas gereja, dan lintas agama yang perlu diupayakan semaksimal mungkin. Dalam dunia yang saling terhubung, penting melakukan sebuah kegiatan dalam jejaring yang saling melengkapi. Panggilan untuk pergerakan secara komunal adalah cara yang realistis di masa kini.
Sebagai penutup, mari kita lihat perangkat ponsel kita. Nomor telepon di HP mana sajakah yang akan kita hubungi sebagai upaya saling terhubung untuk kesejahteraan dunia? Mari kita daftar nama-nama yang akan kita hubungi untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan sejahtera. Jangan sampai kita yang mengakui sebagai murid Yesus, ternyata relasi yang kita miliki lebih berorientasi untuk kenikmatan diri sendiri saja.
Mari kita memperluas relasi yang bisa secara bersama menjaga keindahan dunia. Pada ibadah Penutupan Bulan Ekumene ini, siapa sajakah relasi yang pernah kita ajak untuk menciptakan kedamaian seluruh ciptaan? GKJW yang terkenal dengan kegiatan lintas iman kiranya menjadi spirit perjuangan. Kita bukanlah sosok yang dibantu, yang mengatakan berada di balik layar namun ternyata tidak melakukan apa-apa. Dalam derita perjuangan untuk kebaikan kehidupan maka kita akan semakin sepadan dengan Kristus. Amin. [WdK].
Pujian: KJ. 430 Haruskah Hanya Penebus
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Kita miwiti khotbah punika kanthi ngenget paraga ingkang asma Jean Henry Dunant (8 Mei 1828 – 30 Oktober 1910). Piyambakipun punika pengusaha lan remen ing pakaryan sosial ing Swiss. Nalika nindakaken jejibahan padamelan ing tahun 1859, Henry Dunant mirsani kahanan ingkang nrenyuhaken ing palagan perang Solferino ing tlatah Italia. Cariyos punika lajeng dipun serat ing buku A Memory of Solferino (Kenangan Solferino), ingkang lajeng dados bibit kawitanipun tuwuhing Komite Internasional Palang Merah (ICRC) tahun 1863. Henry Dunant lajeng nampi kanugrahan mawujud Nobel Perdamain tahun 1901, sesarengan kaliyan Frédéric Passy.
(Ketrangan: Tokoh punika saged kaganti kaliyan tokoh lokal atau nasional ingkang caket lan cundhuk kaliyan gesangipun warga. Utawi tokoh sanes, upaminipun tokoh-tokoh ingkang nginspirasi ing maneka bidang (pemeliharan lingkungan, penerima Kalpataru, Kick Andy Heroes, lsp)
Kados pundi raos panjenengan dhateng tokoh punika? Punapa panjenengan gadhah pepenginan makarya kados tokoh punika? (warga sawetawis sageda cariyos bab punika)
Wonten ing sakkiwa tengen kita kathah piyantun ingkang nglampahi pakaryan kangge sesaminipun. Mboten kangge gesangipun piyambak. Lan lajeng pakurmatan, mawujud penghargaan maneka warni. Kajawi minangka raos urmat lan pangajeng-ajeng, saged ta wonten tiyang ingkang nglajengaken. Lan ingkang wigati, sageda tuwuh pemanggih bilih kahanan endah ing alam donya, kawontenan ingkang ayem tentrem punika mboten tuwuh piyambak. Wonten paraga ingkang budidaya supados tuwuh raos lan kahanan ayem tentrem punika.
Wonten ing gesang kita wonten sesorah “Melik Nggendhong Lali”, ingkang tegesipun wonten tiyang ingkang kagungan pepenginan nanging kesupen lan mboten purun kangge budidaya. Kedahipun manawi melik gesang ingkang adi, kedah purun makarya. Amargi asring kathah tiyang ingkang melik nanging ingkang nggendhong, saged ta tiyang sanes kemawon. Ateges ugi namung nengenaken pepenginan badanipun piyambak.
Isi
Waosan ing pangabekti dinten punika kaserat kanthi prekawis lan pemanggih ingkang sami ing babagan kawontenan paraga ingkang purun budidaya kangge kasaenan alam donya, kangge tiyang sanes, lan kangge katentremaning donya. Ing cariyos Abdining Yehuwah ingkang nandhang sangsara, kaserat bilih piyambakipun purun ngraosaken kasangsaran kangge tiyang ingkang nglampahi dosa. Makaten ugi ing waosan kitab Ibrani. Punika nyerat wonten paraga ingkang purun nglampahi pakaryan nuwuhaken sesambetan sae malih ing antawising manungsa kaliyan Gusti Allah. Dene wonten ing waosan Markus, kanthi cetha Gusti Yesus dhawuh bilih para sakabat kedah purun manggalih prekawis punapa kemawon kangge tiyang sanes. Mboten malah namung ngupadi kamukten piyambak. Sarta ugi, kangge nampi kamulyan kedah purun sangsara, kanthi paraban minangka abdi ingkang leladi. Mboten namung nampi bab ingkang sae lan sampun cumawis kemawon.
Sedaya waosan kita ngajak dhateng bab ingkang ideal, supados purun makarya kangge kaendahan lan kasaenan donya ugi sesami titah. Nanging sejatosipun, saged ugi lajeng tuwuh pemanggih ingkang kosok wangsulipun. Kados pundi bilih nyatanipun mboten wonten ingkang rumaos manawi gesang kita sejatosipun gumantung saking pakaryanipun tiyang sanes. Kados pundi bilih manawi mboten tuwuh raos sukur sampun nampi rahayu wilujeng kanthi kasangsaranipun Abdining Yehuwah? Cobi sakpunika kita ngenget-enget sinten kemawon ingkang gadhah peran ing gesang kita dumugi sakpunika. Wiwit bab ingkang alit dumugi bab ingkang ageng ing gesang kita. Kanthi gadhah raos punika, tamtunipun saged ta lajeng tuwuh manah ingkang purun makarya kangge sesami kita.
Kangge miwiti, kita kedah sumerep kahanan lan kawontenan ingkang tuwuh ing sakkiwa tengen kita. Bilih nyatanipun ing alam donya punika kathah prakawis ingkang dereng sae lan sampurna. Bab kesenjangan sosial, tiyang kesrakat lan ingkang kaanggep mboten katampi ing alam donya punika. Saged ta kita tanggap ing sasmita bab pralambanging donya ingkang dereng sae lan tentrem punika. Lan saklajengipun budidaya ngrancang prekawis punapa ingkang saged kita lampahi. Sak sampunipun makaten, lajeng kita ngupadi paraga ingkang purun nglampahi ayahan punika. Sampun ngantos kita malah nuding tiyang sanes, ananging kita piyambak mboten purun nglampahi. Punapa malih gadhah pemanggih manawi sampun wonten ingkang ngayahi, kita lajeng mboten purun ndherek lan paring pambiyantu. Langkung sae malih manawi ayahan kangge kasaenaning donya punika dipun lampahi sesarengan kaliyan kathah paraga. Kita emut bilih dhawuhipun Gusti Yesus mboten namung kangge Yakobus lan Yohanes, nanging ugi kangge kita, pandherekipun Gusti ingkang gesang ing abad 20 punika.
Lajeng punapa ingkang saged kita lampahi, mangga mirsani seratan saking buku “Injil Markus Sebagai Cerita” ingkang kados makaten : (kaserat ing Basa Indonesia) :
“Dalam dunia yang diciptakan oleh pengarang (=penulis Markus, pen.), kita telah mengalami tatanan baru dan radikal yang dituntut pemerintahan Allah. Kemungkinan-kemungkinan berkat iman akan Allah, keluhuran pelayanan kepada orang lain, kebinasaan akibat mau menguasai orang lain, kekuatan tersembunyi dari penderitaan yang membawa penebusan, disalahgunakannya negara dan agama untuk memperoleh kuasa dan sukses, kemungkinan dibutakan oleh komitmen keagamaan, daya pikat mentalitas mempertahankan hidup, penolakan yang mendasar atas penyangkalan diri dan atas sikap tepat dalam menghadapi kematian serta kesulitan untuk memilih menjadi yang terbelakang, keberanian orang-orang kecil, sulitnya menjadi setia pada pemerintahan Allah dan banyak yang lain lagi.
Karena mengalami hal-hal seperti itu dalam dunia cerita, pembaca (=pembaca Markus, pen) dapat melihat dan berjuang di dunia nyata dengan cara yang baru. Mungkin dengan mengalami dunia cerita seperti itu pembaca modern dipersiapkan dengan lebih baik untuk menghayati hidup secara lebih berani dan manusiawi.”
Punapa ingkang dados rancangan lampah kita? Kita mboten namung nengga tiyang sanes ingkang makarya. Kita kedah ndherek lan miwiti.
Panutup
Pangabekti punika kalampahan ing pengetan Bulan Ekumene. Bilih kita taksih gesang ing alam donya ingkang sami kaliyan sedaya titah. Sampun sakmestinipun kita budidaya kasaenanipun gesang. Kita kantun ngupadi punapa ingkang laras kaliyan kasagedan kita. Lan ingkang kedah dados prekawis utami, sampun ngantos kesupen kedah dipun lampahi sesarengan, kaliyan greja sanes, kaliyan agami sanesipun, amargi punika margi ingkang trep ing jaman sakpunika.
Minangka panutup, mangga Panjenengan kaaturan mirsani HP panjenengan. Ing ngriku, nomor telepon sinten kemawon ingkang wonten, sinten ingkang asring kita padosi, lan punapa wonten tiyang ingkang dados rencang damel kita kangge makarya mujudaken kasaenaning gesang? Ingkang kita ajak nuwuhaken katentreman gesang? Sampun ngantos rencang kita namung ingkang kangge kabetahan kita piyambak. Ing pungkasanipun, minangka perangan saking GKJW ingkang kondhang minangka greja ingkang gadhah sesambetan kaliyan greja lan agami sanes, mugi mboten namung kandheg ing pamanggih lan boten wonten wujudipun. Sampun wekdalipun kita purun paring pambiyantu, mboten namung dipun biyantu. Kanthi paring pambiyantu, sanadyanta ngraosaken sangsara, ing ngriku saestu kita nuladha Sang Kristus. Amin. [WdK].
Pamuji: KPJ. 441 Kita Sami Tinimbalan