MINGGU OIKUMENE
STOLA MERAH
Bacaan 1 : Habakuk 1 : 1-4; 2 : 1-4
Bacaan 2 : II Timotius 1 : 1-14
Bacaan 3 : Lukas 17 : 1-10
Tema liturgis : Iman Kepada Kristus yang Mempersekutukan Kita
Tema khotbah : Saling mengingatkan dan saling mengampuni.
Keterangan bacaan:
Habakuk 1 : 1-4; 2 : 1-4
Habakuk merasa sedih melihat kejahanatan di tengah-tengah umat yang merusak seluruh hidup keagamaan. Hukum (Taurat) kehilangan kekuatannya, artinya lumpuh, tidak berkekuatan. Tidak pernah muncul keadilan, artinya tidak diterapkan dalam hidup sehari-hari. Mengapa Allah tidak mau campur tangan ? Jika memang ada Allah yang esa itu, yang mempunyai kekuasaan yang tidak dapat dielakkan , dan mempunyai keadilan yang tak menyimpang, maka hati manusia menuntut suatu keterangan mengenai pengalaman-pengalaman hidup yang bertentangan dengan hakekat Allah itu : mengapa Allah diam saja… mengapa Allah membiarkan semuanya ini dst..? Ada saatnya dalam hidup orang , ketegangan ini timbul secara khusus dalam keadaan sangat gawat seperti di bagian ayat kita ini. Orang fasik mengepung orang benar, seperti seorang musuh yang bermaksud menimbulkan kecelaan.
Habakuk tahu dan yakin bahwa ia akan mendapat jawaban yang memuaskan dari Allah, terhadap keluhannya ini. Keangkuhan dan ketidaksetiaan masing-masing(bangsa Kasdim dan Israel), walaupun Bangsa Kasdim merupakan alat penghajaran di tangan Allah, masing-masing mempunyai ganjarannya; seperti orang-orang yang menantikannya akan melihat sendiri. Tetapi kemudian didapati satu hal yang jelas, bahwa satu-satunya unsur yang dapat tetap bertahan dalam dunia yang goyah dan jahat ini ialah perilaku yang baik. Kelaliman, ketamakan, dan keangkuhan semuanya pasti akan hancur sendiri; hanya kelutulusan hati yang bisa bertahan. Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Hidup disini dipakai dalam pengertian yang sangat luas sekali, yaitu menikmati kasih karunia Allah dengan atau tanpa berkat-berkat duniawi sekarang ini. Yang disoroti disini “kesetiaan” maupun “percaya”. Tetapi kesetiaan ini harus timbul dari iman: dalam Yer 5:3 kata ini berarti “kebenaran” sebagai lawan dari tipu muslihat atau dusta. Dalam Yes 11:5 kata ini sejajar dengan keadilan. Maka artinya yang umum ialah keteguhan hati. “Orang yang lurus hati itu akan tetap hidup, dan pada akhirnya akan menang jika ia memegang terus ketulusan hatinya”.
II Timotius 1 : 1-14
Iman kepercayaan Timotius sangat membanggakan Paulus dan ini semua tidak lepas dari pengajaran dengan penuh kasih yang dilakukan oleh ibunya(Eunike) dan neneknya(Lois), yang mengajarnya untuk melayani dan menyembah Allah dengan kesungguhan yang dalam.
Paulus mengingatkan Timotius bahwa ia memiliki karunia rohani, dan bahwa pemberian-pemberian Allah diberikan bukannya untuk membuat orang pengecut, melainkan kuat, pengasih dan dapat menahan diri. Oleh karena itu dalam kekuatan dari Allah kiranya Timotius mengambil bagian dalam setiap penderitaan, dalam mana dia mungkin dilibatkan oleh Injil, dengan tidak ragu-ragu melibatkan diri dalam kesaksian mengenai Tuhan dan menemani Paulus yang menderita pemenjaraan demi Kristus. Untuk memperkuat tantangan ini, Paulus mengingatkan Timotius akan betapa indahnya Injil itu. Sebab karena kasih karuniaNya yang rahmani Allah telah menyelamatkan kita, dan itu bukan karena sesuatu yang kita perbuat. Demikian juga hasil diberitakannya Injil itu, maka timbullah hidup yang tidak bisa binasa. Itulah Injil yang kami beritakan, dan yang saya sampaikan kepadamu, ajaran ini harus kau miliki dan kau pelihara, dalam iman dan kasih kepada Kristus. Ingatlah bahwa Roh Allah berdiam di dalam kita untuk menguatkan kita supaya pelayanan kita dapat terlaksana.
Timotius bukan hanya dinasehati untuk mencari anugerah yang baru; dia malahan diingatkan akan karunia yang telah dilimpahkan , dan dinasehati untuk menggalakkannya.
Panggilan Allah adalah kudus, karena itu kita terpanggil untuk kekudusan atau kesalehan(bndk I Kor 1:2, I Pet 1:15,16). Kalau kita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik, itu adalah buah dari keselamatan, dan bahwa pekerjaan-pekerjaan baik dari manusia bukanlah penghasil keselamatan. Iman dan kasih, mencakup semangat dan kelakuan Kristen, yang harus diterapkan oleh Timotius, dan ini bergantung dalam persekutuan erat dengan Kristus.
Lukas 17 : 1-10
Perikup ini bagian dari pengajaran Yesus kepada para muridNya. Sekalipun Yesus mengetahui bahwa batu-batu sandungan tidak dapat dielakan di dunia ini, namun Ia memperingatkan dengan keras terhadap bahaya menjadi sebab orang lain jatuh dosa/berbuat dosa. Adalah lebih baik bagi orang yang menyesatkan itu bahwa ia mati tenggelam di laut daripada mengalami nasib yang dicadangkan bagi para penyesat. Karena itu biarlah setiap orang menjaga dirinya. Sebaliknya, para murid harus menolong setiap saudara yang sudah jatuh ke dalam dosa dengan memperingatkan dia mengenai apa yang telah dilakukannya dan dengan bersedia untuk memberi ampun, tidak peduli berapa kali. Untuk memungkinkan melakukan kehendak Yesus ini diperlukan iman.
Kalau seorang hamba telah melakukan tugasnya, ia tidak mempunyai hak untuk mengharapkan lebih daripada upahnya yang biasa dan ia tetap tinggal “tidak berguna”, yaitu tidak mempunyai apa-apa yang dapat dibanggakan, karena semuanya atas dasar kasih karunia dan iman.
Benang Merah Tiga Bacaan
Keadaan kacau balau dalam segala segi kehidupan, termasuk kehidupan keagamaan ada dan terjadi sepanjang masa. Tugas kita harus saling mengingatkan dan mengampuni termasuk mengingatkan dan mengampuni diri sendiri. Di samping itu, harus selalu menjaga diri supaya tidak menyebabkan orang lain jatuh dosa. Semuanya ini harus kita lakukan dalam iman dan kasih.
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
Pendahuluan.
Menegor/ mengingatkan dan mengampuni yang salah adalah tugas panggilan kita bersama, dan ini merupakan tugas panggilan yang sungguh amat mulia. Tetapi dalam kenyataan ternyata melaksanakan tugas panggilan ini tidak semudah mengucapkannya. Banyak hal yang menjadi kendala dan hambatan, baik yang datang dari luar ataupun dari dalam diri kita sendiri.
Isi
Melalui mass media yang ada, kita bisa membaca, melihat, mendengar situasi dan kondisi dunia pada umumnya dan Indonesia khususnya. Berbagai bentuk kejahatan telah dan sedang terjadi di sekitar kita: maraknya perampokan, pencurian, penodongan, pembunuhan yang sadis dan tidak berperikemanusiaan, kekerasan dan pelecehan sexsual terhadap perempuan dan anak, penyalahgunaan narkoba oleh berbagai kalangan masyarakat, korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan non pejabat, hilangnya budaya malu hampir di semua kalangan masyarakat, dsb. Ini semua telah merusak kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan keagamaan kita.
Agama telah kehilangan kemampuannya untuk menjadi filter terhadap segala bentuk kejahanatan baik fisik maupun non fisik. Hukum kehilangan kekuatannya, keadilan tidak diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari. Situasi ini sungguh-sungguh menyedihkan. Tidak jarang kemudian menimbulkan pertanyaan di antara kita: kalau memang ada Allah yang kekuasaanNya tidak dapat dielakkan, yang keadilanNya tidak bisa menyimpang, mengapa Allah tidak campur tangan? Mengapa Allah membiarkan ini semua terjadi? Dalam situasi dan kondisi yang kacau balau ini, kita diingatkan dan diberi nasehat melalui bacaan kita kali ini, untuk saling mengingatkan dan mengampuni serta selalu menjaga diri.
- Setiap kejahatan yang dilakukan manusia, masing-masing mempunyai ganjarannya. Kelaliman, ketamakan, dan keangkuhan hidup pasti akan hancur sendiri. Allah tidak pernah dan tidak akan pernah berkompromi dengan segala bentuk kejahatan, artinya Allah pasti menghukum setiap kejahatan yang dilakukan manusia. Oleh karena itu berhentilah berniat dan berbuat jahat.
- Orang benar akan hidup oleh percayanya, artinya orang yang hidup jauh dari segala tipu muslihat dan dusta, akan menikmati kasih karunia Allah dengan atau tanpa berkat-berkat duniawi sekarang ini. Di tengah dunia yang goyah dan jahat ini, satu-satunya unsur yang tetap dapat bertahan adalah perilaku yang baik, setia, benar dan adil, serta lurus hati. Orang seperti ini yang akan tetap hidup dan pada akhirnya menang.
- Kita semua, sebagaimana Timotius juga memiliki karunia-karunia rohani. Karunia-karunia rohani pemberian Tuhan ini, diberikan kepada kita bukan untuk membuat orang jadi pengecut, melainkan menjadi kuat, pengasih dan dapat menahan diri dari segala macam bentuk kejahatan yang ada, sambil selalu mengingat keindahan dari Injil Yesus Kristus, yang melaluinya kita memperoleh anugerah hidup yang tidak dapat binasa.
- Panggilan Allah adalah kudus, karena itu kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan kesalehan serta kebaikan. Dan kalau kita melakukan semuanya itu, adalah buah dari keselamatan yang kita peroleh, dan bukan penghasil keselamatan. Bersyukurlah kita!
- Jangan sampai tingkah laku atau perbuatan atau perkataan kita, membuat orang lain jatuh ke dalam dosa atau menjadi sesat atau menjadi murtad. Hal ini bisa saja terjadi di antara warga jemaat “yang terkemuka” atau “pejabat gereja”, yang membuat anggota jemaat lain menjadi kecewa atau sakit hati, dan akhirnya bukan hanya menyalahkan si Kristen itu, tetapi juga membuang segala sesuatu yang berhubungan dengan iman dan agama.
- Celakalah (lawan dari berbahagialah), sebuah peringatan dan ancaman hukuman yang keras, terhadap orang-orang yang menjadi batu sandungan bagi orang lain. Digambarkan dengan tegas dan kuat : sebenarnya lebih baik, kalau orang semacam itu dihukum mati, yaitu dimati-lemaskan dengan menggantungkan batu kilangan pada lehernya dan melemparkan dia ke dalam laut. Dan itulah yang lebih baik daripada membiarkan dia menjadi skandalon/batu sandungan untuk “salah satu dari orang-orang yang lemah ini”
- Dalam hubungan pribadi kita dengan sesama atau dengan saudara kita, tidak disangkal atau dipandang ringan atau ditutup-tutupi kenyataan adanya dosa dan kesalahan. Maka kalau saudaramu berdosa atau berdosa kepadamu, tegorlah dia! Kalau kemudian ternyata bahwa ia sungguh-sungguh menyesal, ampunilah dia! Kita harus bersedia memberi ampun secara tidak terbatas (bilangan “tujuh” yang dalam Mat 18:21-22 diperbesar menjadi “tujuh puluh kali tujuh”, adalah lambang kesempurnaan atau keseluruhan/totalitas).
Di sini Yesus berbicara secara lebih mendalam tentang dosa/kesalahan dan pengampunan. Pengampunan yang sungguh-sungguh di antara saudara-saudara adalah didasarkan atas keinsafan bahwa kita sendiri sebagai manusia sama-sekali hidup berdasarkan pengampunan yang dianugerahkan Allah kepada kita (bnd.Ef 4:32; Kol 3:13). Kita boleh hidup dalam sukacita bahwa Allah telah menghapuskan dosa dan salah kita secara radikal. Oleh karena itu, kita juga harus mengampuni saudara/sesama kita secara radikal pula, sehingga tidak ada lagi sisa-sisa sakit hati dalam hati kita. Pengampunan berarti bahwa sesuatu perkara sudah dibereskan 100%, bukan dengan menutup-nutupinya, tetapi dengan membongkarnya. Mengampuni tidak perlu menunggu saudara kita mengakui kesalahannya dan minta maaf kepada kita, sebab mengampuni sebenarnya demi kebaikan kita sendiri, dengan mengampuni kita tidak menyiksa diri kita sendiri dengan berbagai bentuk sakit hati/luka batin. Pengampunan semacam itu membuka jalan kepada pergaulan yang lebih kokoh dasarnya dan lebih dalam sifatnya. Berbahagialah kita yang hidup besama-sama berdasarkan pengampunan yang sungguh-sungguh, sebab akan terwujud keselamatan dan damai sejahtera (Luk 2:14), dimana orang-orang, berdasarkan pengampunan dosa hidup dalam hubungan yang baik dengan Allah dan sesama.
- Saling mengingatkan dan mengampuni -termasuk mengingatkan dan mengampuni diri sendiri- harus disertai tekat dan niat untuk selalu menjaga diri, seperti kesaksian Firman Tuhan: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan” (Gal 6:1)
- Untuk melaksanakan dan mewujudkan peringatan dan nasehat saling mengingatkan dan mengampuni, serta menjaga diri, dibutuhkan iman. Jika kita sungguh-sungguh percaya kepada Allah, artinya hidup dalam ikatan pertalian dengan Allah, sehingga Allah menjadi realitas dalam hidup kita sehari-hari, bagi kita menjadi mungkin apa yang tampaknya tidak mungkin di kalangan manusia, yaitu hidup berdasarkan pengampunan dosa, jadi juga sungguh-sungguh memberi ampun kepada orang lain.
Penutup
Ada pepatah yang mengatakan: Jaman iki jaman edan, yen ora edan ora keduman. Sabeja-bejane sing lali isih beja sing eling lan waspada. Zaman boleh edan, tetapi kita jangan ikut “ngedan”. Baiklah selalu menjaga diri, dengan hidup saling mengingatkan dan saling mengampuni, termasuk mengingatkan dan mengampuni diri sendiri. Amin.(SS)
Nyanyian: Kidung Jemaat 343:1,3
—
RANCANGAN KHOTBAH : Basa Jawi
Bebuka
Ngengetaken lan ngapunten dhateng sesami ingkang nandhang kalepatan, mujudaken timbalan kita sami lan menika mujudaken timbalan ingkang mulya lan adi sanget. Ananging pranyata nindakaken dhawuh timbalan menika boten gampil. Kathah bab-bab ingkang dados pepalang, menapa menika saking salebeting diri kita piyambak, utawi saking sakjawining gesang kita, ingkang ngrendheti malah kepara murugaken kita boten saget nindakaken dhawuh timbalan ingkang adi menika.
Isi
Lumantar mass media ingkang wonten, kita saged maos, ningali, mirengaken kawontenaning jagad umumipun lan Indonesia mliginipun. Kathahipun tumindak ingkang sampun nalisir saking tatananing negari lan agami, kadosta: ngrampok, maling, nodong, mejahi sesami kanthi cara ingkang bengis lan boten prikamanungsan, “kekerasan dan pelecehan sexsual” dhateng para wanita lan anak-anak, korupsi ingkang katindakaken dening pejabat lan sanes pejabat, icalipun “budaya malu” ing sedaya kalangan masyarakat, “penyalahgunaan” narkoba dening sedaya kalangan masyarakat. Sedaya menika sampun ngrisak gesang kita bangsa Indonesia, kalebet tataning gesang agami.
Agami sampun kecalan kekiyatan anggenipun dados “filter” (saringan) tumraping sedaya tumindak ingkang cengkah kaliyan karsanipun Gusti Allah. Hukum kecalan kekiyatanipun, kaadilan sampun boten kaetrapaken ing gesang padintenan malih. Kawontenan ingkang mekaten menika saestu mrihatosaken sanget. Lajeng asring nuwuhaken pitakenan ing manah kita: menawi pancen wonten Gusti Allah ingkang pangwasanipun tanpa winates, kaadilanipun boten saged nyimpang, kenging menapa sedaya menika kelampahan/ kedadosan? Kenging menapa Gusti Allah ngendelaken sedaya menika wonten lan kelampahan? Ing kawontenan ingkang worsuh menika kita kaengetaken lan kaparingan pitedah, lumantar waosan dinten menika, supados kita sami gesang enget-ingengetaken, apura-ingapura sarta rumeksa badan kita piyambak.
- Saben tumindak awon/jahat ingkang katindakaken dening manungsa, nggadhahi pituwasipun piyambak-piyambak. Pratingkah rusuh, kamurkan, angkuh mesthi badhe sirna piyambak. Gusti Allah boten nate lan boten badhe nate ngendelaken sawarnining tumindak awon/jahat, artosipun Gusti Allah mesthi paring paukuman dhateng sok sintena ingkang tumindak awon/jahat. Pamila saking menika sumangga sami kendel saking sedaya niyat lan tumindak awon/jahat.
- Wong kang bener iku uripe awit saka pracayane, artosipun tiyang ingkang gesangipun tebih saking sedaya tumindak culika, badhe ngraosaken sih rahmatipun Gusti Allah. Ing satengah-tengahing jagad ingkang worsuh lan kebak tumindak awon/jahat menika, taksih wonten bab ingkang lestantun lan kedah kalestantunaken, inggih menika tumindak sae, setya tuhu, leres lan adil, sarta burus ing manah. Tiyang ingkang tumindak kados mekaten menika ingkang badhe lestantun “gesang” lan ing wusananipun mesthi mimpang saking sedaya tumindak awon lan piawon.
- Kita sedaya kadosdene Timotius inggih kaparingan peparing rohani ingkang pinta-pinta setunggal lan setunggalipun. Peparing rohani menika kaparingaken dening Gusti Allah dhateng kita supados saged ngiyataken ngasanes, gesang kebak katresnan, lan saged ngemudheni diri saking sedya pratingkah utawi tumindak awon, kanthi tansah ngengeti kaendahanipun Injil Yesus Kristus, ingkang kanthi Injil menika kita sedaya nampeni kanugrahan gesang ingkang boten saged risak.
- Timbalanipun Gusti Allah menika suci, awit saking menika kita katimbalan gesang ing salebeting kasucen lan kamursidan sarta kasaenan. Lan menawi kita tumindak mekaten, menika wohing kawilujengan ingkang sampun kita tampeni, lan boten ngasilaken kawilujengan. Pramila sampun samesthinipun menawi kita tansah saos sokur.
- Sampun ngantos tingkah polah, pandamel, lan pitembungan kita ndadosaken tiyang sanes dhawah ing dosa utawi malah murtad. Bab ingkang kados mekaten menika saged kemawon kelampahan ing antawisipun warga pasamuwan ingkang “kajen kelingan” utawi pejabat greja, ingkang murugaken warga pasamuwan sanesipun dados kuciwa lan sakit manahipun, ingkang tundhonipun boten namung nglepataken Kristen, ananging ugi mbucal sedaya prekawis ingkang gegayutan kaliyan iman lan agami.
- Bilai (kosok wangsulipun tembung rahayu), menika mujudaken pepenget bab paukuman ingkang awrat tumraping tiyang ingkang murugaken tiyang sanes kesandhung lan dhawah ing dosa. Kagambaraken kanthi cetha langkung prayogi menawi tiyang menika kaukum pejah srana dipun kalungi sela gilingan lajeng kacemplungaken ing seganten, lan menika langkung prayogi katimbang nasaraken salah satunggaling tiyang ingkang ringkih. Saestu anama prayogi sanget menawi kita tansah rumeksa dhateng badan kita piyambak.
- Ing salebeting kita sesambetan kaliyan sesami lan sadherek kita, mesthi wonten kemawon dosa lan kalepatan ingkang kelampahan. Pramila menawi sedherek kita nggadhahi kalepatan, kita katimbalan sami ngengetaken utawi melehaken, menawi sedherek kita menika keduwung, kita katimbalan paring pangapunten. Kita kedah tansah cumadhang paring pangapunten tanpa wates (angka “pitu” ing Mat 18:21-22 kasebat pitungpuluh kaping pitu), dados gegambaran kasampurnan utawi kanthi “totalitas” lan tulus iklas.
Ing ngriki Gusti Yesus paring dhawuh kanthi langkung lebet pangertosanipun bab dosa/ kalepatan lan pangapuntening dosa. Pangapunten ingkang estu-estu ing antawisipun sedherek kalambaran raos pangraosing manah bilih kita piyambak gesang adhedhasar pangapunten ingkang kaparingaken dening Allah dhateng kita (Ef 4:32; Kol 3:13). Kita kepareng gesang kanthi suka bingah bilih Allah sampun ngapunten dosa lan kalepatan kita sacara “radikal”, pramila menika kita kedah ngapunten dhateng sesami kita ugi kanthi “radikal”, satemah boten wonten malih sakit manah ing salebeting manah kita. Ngapunten ateges bilih kelepatan/prekawis ingkang wonten sampun karampungaken 100%, boten kanthi nutup-nutupi, ananging kabongkar. Ngapunten boten perlu nengga sadherek kita ngakeni kalepatanipun lan nyuwun pangapunten dhateng kita, awit ngapunten sejatosipun kangge kasaenan kita piyambak. Kanthi ngapunten kita boten nyiksa diri kita piyambak, kanthi mendhem sakit manah. Saestu rahayu kita sedaya ingkang gesang sesarengan adhedhasar pangapunten ingkang estu-estu, awit badhe kebabar tuwin kacihna kawilujengan lan tentrem rahayu (Luk 2:14), ing pundi para tetiyang adhedhasar pangapuntening dosa gesang ing salebeting sesambetan ingkang sae kaliyan Gusti Allah lan sesami.
- Gesang sami enget-ingengetaken lan apunten-ingapunten kalebet ngengetaken lan ngapunten dhiri pribadi, kedah kinanthenan tekat lan niyat tansah rumeksa dhateng badanipun piyambak, kados dhawuh ing Gal 6:1.
- Kangge mbabaraken pepenget lan pitedah supados gesang sami enget-ingengetaken dan apunten-ingapunten, sarta rumeksa dhateng badanipun piyambak, mbetahaken iman. Menawi kita estu-estu pitados dhateng Gusti Allah, artosipun gesang ing salebeting sesambetan kaliyan Gusti Allah, matemah Gusti Allah kacihna ing gesang kita padintenan, kangge kita ingkang kawastanan mokal menggahing manungsa, inggih menika gesang adhedhasar pangapuntening dosa. Kanthi makaten saged kanthi estu-estu ngapunten tiyang sanes, mesthi badhe kalampahan lan saged kelampahan.
Panutup
Wonten unen-unen: jaman iki jaman edan, yen ora edan ora keduman. Sabeja-bejane sing lali, isih luwih beja sing eling lan waspada. Jamanipun saged kemawon edan ananging kita sampun ngantos”ngedan”. Prayogi menawi tansah rumeksa dhateng badan kita piyambak, kanthi gesang ing salebeting kawontenan sami enget-ingengetaken lan apunten-ingapunten, kelebet ngengetaken lan ngapunten diri kita piyambak, satemah kita kalis saking piawon lan tumindak awon. Amin.(SS)
Pamuji: KPK 109:1-3