Khotbah Minggu 25 September 2016

13 September 2016

MINGGU BIASA (Bulan Kitab Suci)
STOLA PUTIH

 

Bacaan 1  : Amos 6:1 – 7
Bacaan 2  : 1 Timotius 6:6-19
Bacaan 3  : Lukas 16:19-31

Tema Bulan Kitab Suci: Iman yang Bertumbuh dan Berbuah Bagi Sesama
Tema Khotbah Minggu: Mengandalkan Tuhan, memberkati Manusia

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca diatas mimbar, cukup dibaca saat dibawah mimbar sebagai refrensi)

Amos 6:1 – 7

Pasal ini merupakan peringatan akan datangnya pembuaangan bagi bangsa Israel. Ada apakah gerangan? Ternyata karena kebiasaan hidup yang dilakukan oleh orang-orang Israel yang gemar berpesta dan berhura-hura serta yang suka hidup dalam kekerasan. Apakah salah berpesta ? Tentu tidak tetapi, akan menjadi masalah jikalau kemudian kebiasaan berpesta itu menjadikan orang Israel lupa daratan dan bahkan lupa kepada Tuhan. Rupanya sikap melupakan Tuhan dan menenggelamkan diri dalam pesta pora itulah yang ditegur oleh Amos sebagai nabi Tuhan.

Ayat 3-6 menceriterakan kepada kita tentang kebiasaan umat Israel yang hidup dalam pesta pora dan biasa melakukan tindak kekerasan. Dalam ayat 3 bahkan umat Israel diceriterakan mendekatkan pemerintahan kekerasan. Kata yang digunakan untuk kekerasan dalam bahasa Ibrani adalah chamac yang berarti pula kekerasan, kesalahan dan ketidakadilan. Jadi dapatlah kita simpulkan dalam ayat 3 ini bahwa yang dimaksud mendekatkan pemerintahan kekerasan sesungguhnya adalah bangsa Israel mempergunakan tatanan hidup yang penuh dengan kesalahan dan ketidakadilan dalam keseharian mereka. Dan tatanan hidup yang demikian dipandang buruk dan jahat di mata  Tuhan Allah.

Selain tatanan hidup yang jahat yang dipraktekkan, umat Israel juga masuk dalam kumpulan orang yang senang dengan hidup kemewahan dan pesta pora. Ayat 4 – 6 menjelaskan sikap hidup bermewah-mewahan dan pesta pora itu. Kehidupan dalam pesta pora itu menjadikan mereka lupa kepada penderitaan dan kesengsaraan leluhur mereka (keturunan Yusuf ayat 7) sehingga mereka tidak ingat lagi pertolongan Tuhan yang datang dalam sejarah leluhur mereka. Inilah rupanya yang menjadikan Tuhan marah kepada bangsa Israel. Oleh sebab itu dalam ayat 7, Amos menegur keras dengan mengancam bahwa orang-orang yang hidup dalam kemewahan dan pesta pora itu akan mengalami pembuangan dan kesengsaraan.

 

1 Timotius 6:6-19

Nasehat Paulus kepada Timotius dalam bagian ini menampakkan kekontrasan yang sangat serius antara kehidupan manusia yang dikendalikan nafsu dengan manusia Allah. Manusia yang dikendalikan nafsu adalah manusia yang hidupnya diarahkan untuk mengejar dan mencari kekayaan. Pokok masalahnya bukan pada mencari kekayaannya tetapi kepada keserakahan yang menggelapkan mata mereka sehingga tidak pernah puas dengan apa yang didapatkan dalam hidupnya. Orientasi kehidupan mereka adalah mendapatkan…mendapatkan dan mendapatkan sehingga lupa akan semua yang sudah didapatkan saat ini. Karena matanya yang gelap itulah maka ibadah pun dipandang dalam kaca mata mendapatkan keuntungan (ayat 5).

Mereka yang dikendalikan nafsu tersebut lupa bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah kecukupan yaitu tersedianya makanan dan pakaian (ayat 8). Di sinilah Paulus melihat bahwa yang menjadi awal petaka adalah cinta uang (ayat 10). Setiap orang yang mengejar kekayaan terjatuh karena mencintai uang melebihi segalanya termasuk juga nurani dan iman kepada Tuhan. Mencintai uang menyebabkan manusia jatuh ke dalam pencobaan, jerat dan bahkan nafsu yang hampa karena semua nilai hidup ditinggalkan demi mendapatkan kekayaan.

Dalam konteks orang yang demikian itulah Paulus mengingatkan kembali kepada Timotius bahwa yang perlu dikejar dalam kehidupan ini adalah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (ayat 11). Menjadi orang yang mengerti arti kata cukup adalah menjadi orang yang selalu mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Dan itulah sejatinya panggilan hidup orang beriman yang selalu harus diperjuangkan. Dan orang yang mengerti arti kata cukup adalah mereka yang selalu menyandarkan diri kepada Tuhan bukan kepada harta dan kekayaan yang dimilkinya. Dan Paulus memerintahkan Timotius untuk mengingatkan orang-orang kaya supaya hanya mengandalkan Tuhan saja dalam kehidupan mereka bukan kepada segala yang dimiliki termasuk harta kekayaannya. Jadi sesungguhnya bagi Paulus yang menjadi penyebab kejahatan hidup bukanlah uang tetapi cinta uang. Karena cinta uang berarti mengandalkan uang dalam hidupnya padahal sesungguhnya yang harus dilakukan adalah mengandalkan Tuhan saja.

 

Lukas 16:19-31

Kekontrasan pula yang disuguhkan oleh perikop Injil Minggu ini. Lazarus si miskin dikontraskan dengan orang kaya raya. Dalam kehidupannya mereka berdua sangat berbeda gaya. Bagaiaman tidak, Lazarus adalah seorang pengemis yang miskin sedangkan orang kaya ini adalah memiliki segala yang diperlukannya. Si kaya biasa bermewah-mewah dalam segala gelimangnya, sementara Lazarus untuk makan saja tidak punya dan berharap dari sisa makanan yang terjatuh dari meja pesta si kaya.

Toh demikian, keduanya mengalami nasib yang sama yaitu mati. Setelah mati, kekontrasan berlanjut kembali tetapi dengan peran yang berbeda dan berkebalikan dari kehidupan sebelumnya. Kini Lazarus yang mengalami segala kenikmatan dan si kaya mengalami kesengsaraan tiada tara. Lazarus tinggal dalam kenikmatan hidup bersama  Abraham sementara si kaya mengalami sengsara dalam maut. Lazarus bertempat tinggal di atas sementara si kaya itu tinggal dibawah. Namun toh keduanya sama-sama bisa melihat. Sebab itulah melihat nasib Lazarus kini, si kaya meminta kemurahan hatinya dengan meneteskan air untuk membasahi lidahnya. Namun Abraham justru menolak dan menjelaskan bahwa antara Lazarus dan si kaya saat ini menerima bagiannya masing-masing. Walaupun antara Lazarus dan si kaya dapat saling melihat tetapi tetap ada jurang yang memisahkan keduanya suapaya memang tidak bercampur.

Kisah ini menimbulkan banyak perdebatan diantara penafsir Alkitab. Namun sesungguhnya, kisah ini adalah juga bagian utuh dari perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus. Secara khusus bagian ini sebenarnya sindiran kepada orang-orang Farisi yang disebut sebagai hamba-hamba uang (ayat 14). Sindiran tersebut sekaligus mengingatkan kembali kepada orang Farisi bahwa uang dan kekayaan tidak menjamin kehidupan akan datang. Orang Farisi adalah golongan orang yang berpegang kepada aturan-aturan Taurat dan mempercayai akan adanya hari penghakiman dan kehidupan yang akan datang. Karena itulah kisah Lazarus dan si kaya tersebut menegaskan bahwa jikalau hidupmu saat ini mengandalkan kekayaanmu dan membiarkan orang miskin menderita maka nasibmu bisa sama dengan si kaya dalam kehidupan akan datang.

 

BENANG MERAH BACAAN

Mengandalkan Tuhan dalam kehidupan ini membawa kita semakin menyadari bahwa kita juga bertanggungjawab atas kehidupan orang lain. Karena itulah kita harus memiliki kepedulian untuk berbagi dan mengasihi orang lain sebagai perjuangan untuk menegakkan kebenaran, keadilan , ketulusan hati sebagai ibadah kepada Tuhan.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia

PENGANTAR

Jemaat yang terkasih, mungkin tidak semua orang menilai orang lain dari penampilan karena menyadari bahwa penampilan adalah tempelan yang terlihat. Namun tidak jarang di antara kita sering sekali menaruh penilaian tertentu kepada orang lain atas apa yang terlihat. Dan apa yang dinilai oleh orang lain kepada diri kita sering itu yang membanggakan kita. Ya, KEBANGGAN… pasti semua orang memilikinya. Apapun penyebab kebanggan itu tentu kita akan berusaha menjaga bahkan melanggengkannya. Dan umumnya kebanggaan itu sering bersumber dari apa yang di luar diri kita (kekayaan, kedudukan, perawakan rupawan, dll) bukan dari apa yang ada dalam diri kita (sikap hidup, nilai-nilai kebenaran, dll).

Jika sumber kebanggan berasal dari luar diri kita pasti kita akan habis-habisan mempertahankannya karena selalu merasa terancam. Namun jika kebanggan itu berada dalam diri kita yaitu melalui sikap, budi pekerti, nilai hidup pasti kita akan lebih senang membagikannya daripada mempertahankannya. Sayangnya apa yang ada dalam diri kita itu dianggap belum cukup membanggakan sehingga banyak orang yang mencari penyebab kebanggaan dari luar dirinya yaitu dari apa yang terlihat oleh mata.

 

PESAN

Demikianlah juga dengan kisah Lazarus dan orang kaya dalam Lukas 16:19-31. Andaikan berteman, tentu jauh lebih membanggakan memiliki teman orang kaya. Penampilannya jelas lebih menarik, jubah ungu dan kain halus yang merupakan simbol kemegahan dan kemewahan adalah pakaian kesehariannya. Sementara mendekati  saja rasanya jijik ketika melihat Lazarus si miskin, pengemis yang badannya penuh borok.

Belum lagi jika dikaitkan dengan kebanggaan lain dari apa yang dimiliki keduanya, pasti jauh lebih membanggakan punya teman orang kaya tersebut daripada berteman dengan Lazarus. Tetapi apakah memang keduanya harus dibandingkan? Tentu saja tidak. Dalam kehidupan nyata kedua tipe orang itu selalu ada di sekitar kita. Bisa saja kita berperan pada salah satunya. Tetapi yang menjadi inti pesan dalam kisah perumpamaan ini adalah: adakah kepedulian di antara kedua orang yang berbeda kondisi tersebut?

Rupanya, walaupun keduanya sering bertemu bahkan bersinggungan namun keduanya tidak pernah memiliki kepedulian. Lazarus jelas peduli kepada si kaya tetapi bukan peduli kepada penampilannya. Kepedulian Lazarus adalah kepada makanan yang terjatuh dari meja si kaya, karena itu yang dapat mengisi perutnya. Demikian juga si kaya, dia tidak peduli dengan keberadaan Lazarus karena senyatanya Lazarus tinggal di dekat pintu rumah orang kaya itu tetapi tidak pernah dipedulikan. Permasalahan dalam perumpamaan ini adalah kepedulian. Keduanya tidak saling mempedulikan. Karena itulah mari kita belajar dari ketiga bacaan kita hari ini supaya kita mendapatkan pengetahuan akan kebenaran firman Allah yang dapat kita pergunakan dalam kehidupan kita, yaitu:

  1. Membangun kepedulian kepada orang lain. Dari manakah hal itu kita lakukan? Mari bermula dengan memandang wajah orang-orang di sekeliling kita. Menatap orang lain dengan penuh kehangatan bukan kebencian. Tentu itu sederhana sekali tetapi harus diakui sangat sulit dilakukan saat ini. Lebih banyak orang yang kini rela berjam-jam memandang layar Android atau Tab atau HP canggihnya daripada memandang orang-orang yang bertemu setiap hari. Ketidakpedulian selalu bermula dari tidak adanya kontak di antara sesama. Orang kaya itu tahu Lazarus karena saat dia meninggal dia mengenalinya. Tetapi keduanya tidak pernah berkontak karena si kaya terlalu sibuk bersukaria dalam kemewahannya.
    Pesta pora dalam kemewahan pula yang oleh Amos (Amos 6) dianggap sebagai penyebab tumpulnya perasaan dan hati umat Israel. Pemujaan diri dalam riuh pesta pora menjadikan umat Israel tidak mengenali lagi orang lain dan bahkan mereka melupakan segala kebaikan Allah yang telah menuntun leluhur mereka untuk sampai ke tanah perjanjian. Pemujaan diri sendiri dengan membanggakan diri sendiri adalah awal dari kehancuran nurani untuk peduli kepada yang lain dan bahkan juga menghancurkan hubungan dengan Allah. Karena itu Amos mengingatkan lagi hukuman yang akan umat Israel terima jika mereka terus hidup dalam ketumpulan perasaan dan nurani. Peduli kepada orang lain adalah tanda memuliakan Allah.  Dan itu bermula dari kesediaan berkontak dengan mereka, bukan asik dengan diri kita sendiri.
  1. Kesediaan berbagi dengan orang lain. Mungkin terlalu banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain. Ya, itu baik tetapi sungguhkah kita saat memberi kepada orang lain bagian dari yang kita miliki berkurang? Ataukah justru kita memberi kepada orang lain karena yang kita berikan itu sudah tidak berguna lagi bagi kita? Atau sering sekali kita terhalang oleh diri sendiri saat kita ingin berbagi dengan orang lain. Halangan diri sendiri untuk berbagi adalah selalu merasa kurang. Rasa kurang tidak akan pernah terpuaskan, sebab semua orang di setiap waktu terus-menerus akan merasa kekurangan. Dan kekurangan itulah yang menyeret kita dalam pemenuhan hawa nafsu, sehingga kita kemudian mengejar kecukupan yang sejatinya sebenarnya mengejar hawa nafsu diri sendiri. Dan rasa kurang itulah yang membawa diri kita sampai kepada tahapan mengasihi diri sendiri.
    Kita adalah manusia Allah yang hidupnya tidak diisi dengan memenuhi hawa nafsu. Manusia Allah hidupnya dipenuhi oleh ucapan syukur. Hanya orang yang mengucap syukurlah yang tahu arti kata “CUKUP” dalam kehidupannya. Memang tidak berlebih tetapi cukup karena selebihnya adalah syukurnya. Orang yang mengerti arti kata cukup akan mampu mengisi hidupnya dengan keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Orang yang mampu berbagi adalah mereka yang hidupnya mengerti arti kata cukup.
  1. Mempergunakan semua kesempatan untuk menolong orang lain. Memberi pertolongan tidak pernah mengenal kata terlambat. Namun betapa menyesalnya kita di saat kita mampu menolong tetapi kita tidak melakukannya. Karena itulah memberikan pertolongan kepada orang lain tidak dapat ditunda-tunda. Saat kita diberi kesempatan melakukannya, lakukan itu daripada menyesal di kemudian hari. Syukurilah kesempatan yang diberikan untuk menolong orang, sebab banyak orang yang tidak memiliki kesempatan menolong orang lain walaupun dia berkelimpahan banyak harta.

PENUTUP

Jadi, saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, bukan bahwa orang kaya tidak bisa masuk surga atau harus miskin dulu supaya bisa dipangku Abraham yang dikisahkan dalam perumpamaan kita hari ini. Bukan pula mana yang dikasihi Tuhan antara yang kaya atau yang miskin seperti Lazarus. Yang menjadi penekanan kuat adalah kesediaan diri kita untuk bersandar kepada Tuhan. Hanya membanggakan Tuhan bukan harta kekayaan, jabatan atau apapun yang kita miliki. Lazarus si miskin yang hidup dalam kesusahan mengerti benar apa artinya bersandar kepada Tuhan. Itulah sebabnya jikalau Lazarus setelah kehidupannya di kemudian dia dipangku Abraham, semata-mata karena penyerahan dirinya dan hanya mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya di dunia. Orang yang mengandalkan Tuhan berarti dia peduli kepada orang lain, sebab sebagaimana Tuhan kita yang peduli kepada kehidupan setiap ciptaan demikianlah kita jika dengan sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan. Tuhan Yesus mengingatkan kita demikian: “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku……… Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.“(Mat 25:35,36,40 ITB)

Sekali lagi saudara-saudara, menyembah Tuhan berarti peduli kepada orang yang menderita. Dan melayani orang yang berkekurangan adalah melayani Tuhan. Ibadah kita, persembahan kita dan pelayanan kita adalah tanda kita menyembah Tuhan. Menyembah Tuhan berarti kita mengandalkan Tuhan saja dalam kehidupan ini. Tetapi jangan hanya berhenti sampai di situ. Mari penyembahan kita kepada Tuhan juga semakin membawa hidup kita memberkati sesama, sebab kita peduli dan kemudian memberkati sesamanya. Yakinilah, Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.(to2k)

Kidung Pujian: KJ 364:1,3,4

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Bebuka

Pasamuwan kekasihipun Gusti, mbokmenawi mboten sedaya tiyang anggenipun paring pangurmatan dumateng tiyang sanes awit rasukan ingkang dipun agem lan ingkang ketawis. Sanadyan mboten sakedik tiyang ingkang paring pangurmatan awit punapa ingkang ketawis. Malah, punapa ingkang dipun pirsani tiyang sanes dhateng diri kita punika ingkang mongkogaken manah kita. KEBANGGAAN….Tamtu sedaya tiyang kagungan kebanggaan. Punapa kemawon ingkang njalari tiyang ngraosaken bangga tamtu badhe dipun udipaya supados lestantun. Limrahipun ingkang njalari kita punika mongkog ing manah (bangga) saking perangan kahanan ingkang saking sajawinipun diri kita (raja-kaya, pangkat, dedeg-pengadeg lsp) sanes ingkang wonten ing lebetipun gesang kita (kharakter, sikap nilai-nilai lsp). Ingkang sedayanipun kala wau namung sumampir kemawon sanes ingkang dados getih lan daginge gesang kita.

Bilih underanipun kebanggaan punika saking perangan jawinipun diri kita, tamtu kita tansah badhe mati-matian mbujeng ing sauruting gesang awit tansah rumaos kaancam dening pihak sanes. Menawi underaning kebanggaan punika saking perangan lebeting diri kita sae lantaran sikap, luhuripun budi pakerti, nilai-nilai gesang tamtu kita badhe tansah bingah weweh. Emanipun, punapa ingkang saking salebeting diri kita punika asring dipun anggep dereng cekap kangge kita saged bangga. Pramila lajeng kathah tiyang ingkang pados underan tambahan ingkang njalari sansaya bangga, lha tambahan punika saking sajawinipun diri: kadonyan, pangkat lan drajat ingkang saged dipun pirsani dening tiyang sanes.

 

PESAN

Mekaten ugi cariyos Injil Lukas 16: 19-31 bab Lazarus lan tiyang sugih donya-brana punika. Upami dipun aturi milih kekancan srawungan tamtu kathah ingkang langkung milih tiyang sugih katimbang Lazarus ingkang sekeng malah kawastanan mlarat. Saking penampilanipun, tamtu langkung nengsemaken tiyang sugih punika kabandhing Lazarus ingkang mlarat. Tiyang sugih menika saben dintenipun ngagem rasukan ingkang endah, jubah ungu minangka pralambang kamulyan. Dene Lazarus, badhe nyelak kemawon kathah tiyang ingkang nampik awit jijik ningali kahananipun ingkang mlarat, ngemis malah badanipun kathah borok.

Punapa malih menawi dipun etang kebanggaan sanesipun, tamtu langkung bangga gadhah rencang ingkang sugih katimbang gadhah rencang Lazarus ingkang mboten gadhah punapa-punapa. Ananging, punapa pancen kekalihipun kedah kabandhingaken? Tamtu kemawon mboten. Wonten ing padintenan model tiyang kekalih punika rak asring ugi kita panggihi. Malah kepara, saged ugi kita nggadhahi peran sugih utawi mlarat. Pancen kekalihipun punika mboten saged dipun bandhingaken awit ingkang dados intinipun piwulang pasemon sanes donya brana punapa malih sandhanganipun. Ingkang dados inti pesan inggih punika: punapa kekalihipun sami anggadhahi raos peduli sanadyan kahananipun njomplang sanget?

Ketawisipun, kalih piyantun punika mboten nate gepok-senggol sanadyan asring pinanggih malih jarakipun caket ing padintenan. Lazarus tamtu kemawon perduli dhateng piyantun sugih punika ananging mboten perduli dhateng piyantunipun ananging dhateng tetedhan ingkang dhawah saking meja pestanipun tiyang sugih punika. Pancen gesangipun Lazarus mbetahaken tedhan lan krana punika pikiranipun anamung pikantuk tetedhan. Mekaten ugi tiyang sugih punika, mboten perduli kaliyan Lazarus sanadyanLazarus manggen wonten ing saamping-ampingipun pager dalemipun. Kekalihipun sami-sami mboten perduli. Pramila para sedherek sumangga kita sinau saking pasemon punika ingkang saged kita tindakaken wonten ing gesang kita inggih punika:

  1. Nuwuhaken raos perduli dhateng sesami. Saking pundi wiwitaipun? Estunipun kepedulian punika kawiwitan saking anggen kita sumedya nyawang pasuryanipun tiyang sanes ing sakiwa-tengen kita. Nyawang tiyang sanes kanthi raos sumanak sanes srana drengki. Tamtu punika sepele sanget, nanging jaman samangke estunipun punika ewet sanget, awit kathah tiyang ingkang langkung asik nyawang HP, Tab utawi Android-ipun katimbang nywang tiyang sanes kanthi katresnan. Sikap mboten perduli dhateng tiyang sanes tamtu kawiwitan saking mboten sumedya gepok-senggol kaliyan tiyang sanes. Tiyang sugih wonten ing Injil Lukas 16 kala wau mboten nate gepok-senggol kaliyan Lazarus sanadyan mangertosi Lazarus. Katitik nalika tilar donya kekalihipun saweg sami tepang. Piyantun sugih punika saweg sibuk kaliyan kabingahanipun piyambak lantaran pesta ingkang kawangun.
    Nabi Amos nyebataken bilih pesta srana mewah-mewahan punika ingkang ndadosaken wangkotipun manahipun umat Israel (Amos 6). Sedaya sami ngegungaken diri ngantos lirwa dhateng Gusti Allah ingkang sampun paring pangluwaran dhateng bangsa Israel. Ngegungaken diri lan rumaos gumunggung punika ingkang njalari bubrahipun nurani kagem perduli dhateng tiyang sanes malah dhateng Gusti Allah ugi. Pramila nabi Amos paring pameleh dhateng umat Israel menawi bangsa punika mboten mratobat, Gusti Allah badhe paring bebendu dhateng bangsa punika. Perduli dhateng tiyang sanes punika pratanda kita mulyakaken Gusti Allah. Lan punika kawiwitan saking sedya kita kontak/ gepok-senggol kaliyan tiyang sanes, mboten anamung mikiraken diri pribadi.
  1. Weweh dhateng tiyang sanes. Tamtu sampun kathah anggen kita weweh dhateng tiyang sanes. Punika sae, ananging punapa anggen kita weweh punika ndadosaken darbek kita suda? Utawi anggen kita weweh punika estunipun mboten nyuda punapa-punapa awit ingkang kita paringaken punika pancen sampun mboten piguna kangge kita? Utawi kita malah owel awit asring mawang diri ingkang kraos dereng cekap malah kirang. Pambengan ageng ingkang njalari kita mboten saged weweh inggih menika raos kirang. Raos kirang mboten nate saged ngraosaken kecekapan lan raos kirang punika ingkang asring nyeret kita dhateng hawa nafsu awit pengin terus nyekapi. Pramila mboten sadar menawi kita namung ngraosaken kekirangan kita sampun gesang kepimpin dening hawa nepsu diri kita malah kepara ndadosaken kita sansaya namung nresnani diri pribadi, mboten perduli kaliyan tiyang sanes.
    Kita punika kawastanan para abdinipun Allah ingkang gesangipun mboten kaisi malih dening hawa nafsu. Abdinipun Allah gesangipun tansah saos sokur. Namung tiyang ingkang saos sokur ingkang mangertos maknaning tembung “CEKAP” wonten ing gesangipun. Pancen mboten sarwa turah, awit turahanipun punika raos sokuripun. Tiyang ingkang mangertos maknaning tembung CEKAP punika ingkang gesangipun kaisi kaadilan, kamursidan, kasetyan, katresnan lan pangibadah tulus dhateng Gusti Yesus, kasabaran lan budi sareh. Lan piyantun ingkang saged weweh punika piyantun ingkang mangertos maknaning tembung cukup.
  1. Migunakaken sedaya wewengan (kesempatan) kagem paring pitulungan. Paring pitulungan pancen mboten nate wonten kasepipun. Ananging iba getun kita menawi kita kaparingan wewengan mitulungi tiyang sanes ananging kita mboten ngginakaken wewengan punika. Pramila sumangga kita paring pitulungan dhateng tiyang sanes. Lan sumangga saos sokur menawi kita taksih dipun pitados dening Gusti Allah murih kita saged nulungi tiyang sanes, awit katah tiyang ingkang sarwa cekap ananging mboten saged paring pitulungan dhateng tiyang sanes.

 

Panutup

Pungkasanipun para sedherek ingkang dipun tresnani dening Gusti, mboten krana tiyang sugih lajeng mboten saged mlebet swarga, ugi sanes kedah mlarat rumiyin supados saged dipun pangku dening rama Abraham wonten ing pasemon kita dinten punika. Sanes ugi pundi ingkang dipun kasihi dening Gusti, tiyang sugih punapa Lazarus tiyang mlarat. Ingkang dados intisarinipun waosan kita dinten punika inggih punika kasetyan kita ingkang tansah sumendhe dhumateng Gusti Allah. Anamung ngendelaken Gusti Allah sanes donya-brana, jabatan utawi sanes-sanesipun ingkang saged muspra. Lazarus minangka tiyang miskin mangertos kanthi estu punapa tegesipun sumendhe dhateng Gusti, awit pancen daya kekiyatanipun mboten saged dipun gungaken. Pramila menawi Lazarus wonten ing gesang kelanggengan dipun pangku dening Rama Abraham, estunipun krana gesangipun ing alam donya tansah sumendhe dhateng Gusti Allah. Tiyang ingkang tansah ngendelaken Gusti tamtunipun gesangipun tansah perduli kaliyan sesaminipun, awit kados dene Gusti ingkang estu perduli hateng sedaya titah mekaten ugi kita samangke katimbalan perduli dhateng sesamining tumitah. Gusti Yesus nate dhawuh makaten: “Awitdene nalika Ingsun kerapan, sira caosi dhahar; nalika Ingsun kasadan, sira caosi ngunjuk; nalika Ingsun lelana, sira caosi palereban; nalika Ingsun kelukaran, sira caosi pangageman, nalika Ingsun gerah, sira tiliki; nalika Ingsun kinunjara, sira sowani….Satemene pituturingSun marang sira: Samubarang kabeh kang sira tindakake kanggo salah sawijining saduluringSun kang asor dhewe iki, iku iya sira tindakake kagem Ingsun.” (Mateus 25:35-36, 40)

Pramila, sepindhah malih para sedherek, bekti lan panembah dhateng Gusti Allah punika tegesipun ugi perduli dhateng kasangsaranipun tiyang sanes. Lan lelados dhateng tiyang ingkang kesrakat punika ugi ateges lelados dhateng Gusti Allah. Pangibadah kita, pisungsung kita lan sedaya peladosan kita punika pratandha anggen kita sami manembah dhateng Gusti Allah. Manembah dhateng Gusti Allah tegesipun namung ngendelaken Gusti Allah kemawon. Ananging sampun namung mandheg wonten ing ngriku kemawon, sumangga kalajengaken kanthi kita dados berkah tumrap tiyang sanes srana perduli lan sumedya paring pitulungan. Tamtu, Gusti Allah tansah mberkahi kita sami. Amin. (to2k)

Nyanyian: KPK 87:1,2

Renungan Harian

Renungan Harian Anak