Allah Menegakkan Keadilan, Aku Pun Dipanggil Juga Khotbah Minggu 2 Juni 2024

20 May 2024

Minggu Biasa 5 | Pekan UEM
Stola Hijau

Bacaan 1: Ulangan 5 : 12 – 15
Mazmur: Mazmur 81 : 1 – 10
Bacaan 2: 2 Korintus 4 : 5 – 12
Bacaan 3: Markus 2 : 23 – 3 : 6

Tema Liturgis: GKJW sebagai Saksi dan Pelayan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Allah Menegakkan Keadilan, Aku Pun Dipanggil Juga

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Ulangan 5 : 12 – 15
Kitab Ulangan adalah kitab yang khas dibandingkan keempat kitab lain Taurat dalam Perjanjian Lama. Secara naratif kitab ini menceritakan ulang kisah dalam keempat kitab lain, tetapi dengan perspektif yang berbeda, perspektif imam. Relasi ritus keagamaan yang tidak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari menjadi kunci. Ulangan 5:12-15 ini mengulang perintah TUHAN Allah untuk menguduskan hari Sabat dalam Keluaran 20. Perbedaannya dalam Keluaran perintah tersebut didasari karena upaya meneladan Allah yang bekerja enam hari dan beristirahat pada hari ketujuh dan memberkatinya (Kel. 20:11), pada Ulangan penekanannya adalah pada karya Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (Ul. 5: 15).

Sangat wajar terjadi perubahan motif dalam hal ini, karena secara historis, Ulangan ditulis oleh para Sejarawan Deuteronomis yang sebagian besar menuliskan kitab ini ketika mereka berada pada masa pembuangan di Babel. Para penuilis Kitab agaknya ingin merefleksikan penderitaan Israel di Babel dengan pengalaman penderitaan perbudakan di Mesir. Perbudakan tidak akan selama-lamanya, TUHAN Allah akan ikut campur dalam sejarah bangsa tersebut, membebaskan mereka. Syaratnya, mereka harus setia kepada TUHAN, termasuk dengan cara menguduskan hari Sabat. Bagi para penulis Ulangan, TUHAN Allah, bukanlah Allah yang jauh dari kehidupan sehari-hari bangsa tersebut, tetapi Allah yang terlibat setiap hari.

Penulis Ulangan ingin memberikan penekanan bahwa Allah adalah Allah yang adil. Keadilan Allah ini dilakukan dengan melakukan pembebasan kepada bangsa yang ditindas dan mengalami penderitaan panjang. Kepada mereka yang tak berdaya, Allah membela. Kepada mereka yang bersuara lemah, Allah menyuarakan suara mereka. Dalam relasi tersebut, perayaan Sabat (hal yang teologis, simbol iman) menjadi simbol relasi Allah dengan umat-Nya tersebut. Iman dan kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang terpisah. Keadilan adalah buah dari upaya pemeliharaan iman terus menerus.

2 Korintus 4 : 5 – 12
Paulus menggambarkan Injil yang diberitakan sebagai harta dalam bejana tanah liat (dirinya dan para pekabar Injil). Sesuatu yang indah dan istimewa yang dibungkus dalam wadah yang biasa saja, tidak istimewa. Sesuatu yang abadi diletakkan dalam wadah yang rapuh dan sangat mudah rusak (Ay. 7). Jangan menilai sesuatu dari bungkusnya saja. Mengapa demikian?

Korintus adalah jemaat idaman, sebuah jemaat yang didirikan oleh Paulus dan berkembang secara kuantitas menjadi jemaat besar di sebuah kota metropolitan Yunani ketika itu. Setiap orang yang melihat jemaat itu akan kagum dengannya. Sampai mereka tahu yang terjadi di dalam jemaat tersebut. Jemaat hebat itu nyatanya jemaat yang terpecah-pecah, kelompok kaya tidak mau bergabung dengan kelompok miskin dalam acara Jemaat, mereka terbagi-bagi menurut tokoh pekabar Injil favorit mereka. Nyatanya yang indah di luar itu menyimpan bahaya di dalam. Jangan menilai sesuatu dari bungkusnya saja.

Paulus hendak menekankan bahwa berita Injil bukanlah tentang penginjilnya, bukan pada sosoknya, tetapi pada beritanya. Berita Injil adalah berita yang membebaskan orang yang menerima ketidakadilan dan menerima penderitaan. Berita Injil menyatukan umat dalam perjuangan keberanian menjadi saksi Kristus, bahkan berhadapan dengan berbagai macam bahaya (Ay. 11). Kontras antara berita Injil dengan perpecahan Jemaat Korintus sedang ditampilkan Paulus dalam tulisan ini. Jangan berhenti hanya mengupayakan bentuk fisik atau bungkusnya saja. Karena isi mempunyai makna lebih daripada bungkusnya, isi akan memberi nilai pada bungkusnya (Ay. 6). Kesediaan mengambil risiko bagi karya Allah adalah kisah utama dalam pemberitaan Injil.

Markus 2 : 23 – 3 : 6
Yahudi memiliki aturan yang tegas tentang kosher (boleh dilakukan, boleh dimakan) dan tidak kosher, lebih tegas daripada aturan haram halal. Aturan ke-Yahudi-an adalah aturan yang memberikan pemisahan tegas antara boleh dan tidak boleh. Bekerja di hari Sabat adalah larangan keras bagi orang Yahudi sampai hari ini.

Ada dua orang guru Yahudi yang sangat terkenal dan memiliki pengajaran yang agak berbeda, yang dampak pengajaran mereka tetap kuat pada masa Yesus, memberikan pengaruh pada para rabi pada masa itu. Yang pertama adalah Rabi Shamai (50 SM – 30M), Rabi Shamai adalah rabi yang menekankan pemberlakukan aturan secara harafiah sebagaimana aturan tersebut ditulis. Jika diperintahkan A maka lakukanlah A. Para Farisi dalam bacaan ini menggambarkan pengaruh besar Rabi Shamai. Melarang keras melakukan kerja apa pun pada waktu hari Sabat, karena Sabat adalah murni untuk Allah.

Rabi kedua adalah Rabi Hilel (100 SM – 10 M). Rabi Hilel lebih longgar dalam pemberlakukan aturan, Rabi Hilel menekankan pada makna atau substansi dari diadakannya sebuah aturan. Sebuah aturan memiliki latar belakang, latar belakang inilah yang diperbandingkan. Karena itu, Yesus mengatakan bahwa Hari Sabat diadakan oleh Tuhan untuk manusia (Ay. 27), bukan manusia untuk Hari Sabat. Aturan yang khas dari Hilel mengenai Sabat adalah: Aturan Sabat tidak boleh dilanggar, kecuali untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Karena Sabat pada mulanya adalah untuk menghadirkan kehidupan (baik melalui kisah kerja penciptaan, maupun pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir). Jadi kalau pemberlakuan Sabat justru membahayakan nyawa seseorang, maka aturan Sabat bisa dilanggar. Itulah yang menyebabkan Yesus mengizinkan murid-murid-Nya memetik gandum untuk makan dan membandingkannya dengan kisah para pengikut Daud yang kelaparan dan memakan roti sajian untuk imam (Ay. 25-26). Demikian juga kisah selanjutnya Yesus bekerja menyembuhkan seorang yang mati tangannya (tidak bisa bekerja) pada waktu Sabat. Aturan Sabat harus ditegakkan, Yesus pun setia pada Sabat, kecuali untuk karya yang menyelamatkan nyawa. Karena Sabat sesungguhnya adalah untuk menyelamat nyawa. Yang sedang dilakukan Yesus, sesuai ajaran Rabi Hilel, justru sedang mengamplifikasi (menggemakan, melipatgandakan) pesan Sabat. Hal yang demikian yang sayangnya tidak bisa dilihat oleh para Farisi yang memusuhinya.

Benang Merah Tiga Bacaan:

  1. Tuhan Allah adalah Tuhan yang adil, keadilan Allah diberlakukan kepada orang-orang yang menderita dan mendapatkan ketidakadilan.
  2. Yesus meneruskan keadilan Allah tersebut, prinsip substansial menyelamatkan mereka yang menderita karena ketidakadilan (termasuk ketidakadilan yang muncul sebagai ekses/dampak, efek samping, dari sebuah aturan yang tampaknya baik). Aturan baik, tetapi jika aturan itu membahayakan nyawa seseorang, Yesus berani melampauinya dan melihat apa yang ada di balik aturan tersebut: apa yang sesungguhnya menjadi kehendak Allah.
  3. Hal yang sama dilakukan oleh Paulus, ketika Paulus melihat ketidakadilan di Jemaat yang didirikannya, dia berani bersuara keras untuk itu. Dia membandingkan hal tersebut dengan kesediaannya menderita untuk berita Injil: apa yang sesungguhnya diperintahkan oleh Yesus.

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Mission from the margin, melakukan karya dari tepian, demikianlah selama ini GKJW menghayati misinya sepanjang sejarah. Gereja ini lahir dari orang-orang yang paling kecil dalam kelas-kelas sosial yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Pekabaran Injil pertama bagi para cikal bakal GKJW adalah pekabaran Injil kepada orang-orang bumi putera yang berada di pedalaman. Sejak semula dalam karyanya, GKJW berupaya untuk merangkul siapakah yang terkecil, lebih yang paling tidak mendapat perhatian. Karena itulah pelayanan diakonia, berupa Pendidikan dan Kesehatan menjadi ciri khas pelayanan mula-mula cikal bakal GKJW, supaya setiap orang mendapatkan pelayanan, khususnya yang menjamin kualitas hidupnya. Supaya yang terkecil bisa hidup. Gereja bisa berkembang menjadi gereja yang besar, dengan kegiatan yang semarak, tetapi dasar dari semuanya itu adalah mission from the margin.

Mission from the margin ini pula yang dilakukan oleh Allah dalam karya penyelamatan-Nya. Allah menyelamatkan orang-orang Israel yang menderita dan mengalami perbudakan. Allah berpihak kepada yang kecil (Israel) dan bukan bangsa-bangsa besar yang melakukan kekejaman (Mesir, Babel). Yesus pun melakukan misi-Nya dalam prinsip mission from the margin. Jika aturan keagamaaan justru membuat orang yang menderita semakin menderita, maka Yesus mengembalikan aturan itu pada prinsip utamanya, seperti aturan Sabat dalam bacaan kita tadi. Mengapa mission from the margin ini dilakukan? Agar semua bisa hidup dan itu dimulai dari melihat mereka yang paling tidak terlihat, mendengar mereka yang paling tidak didengar, mereka yang berada di tepian (karena yang di tengah sudah bisa terjamin hidupnya). Hal itu yang selama ini disebutkan sebagai prinsip relasi GKJW: pro eksistensi, agar semua bisa hidup.

Isi
Pertanyaannya, apakah gereja (baik GKJW sebagai persekutuan, maupun pribadi manusia sebagai gereja yang organik) bisa melenceng dari panggilan misi dari tepian ini? Bisa! Hal tersebut digambarkan oleh Paulus melalui suratnya kepada Jemaat di Korintus. Jemaat Korintus adalah jemaat idaman untuk banyak orang (besar, megah, jemaat di kota metropolitan, pelayan-pelayannya memiliki kemampuan yang mumpuni, programnya banyak dan variatif, sangat mengikuti perkembangan zaman dalam ukuran Yunani ketika itu). Namun, jemaat idaman tersebut nyatanya melakukan ketidakadilan kepada kelompok yang lemah, karena yang kuat diperhatikan, sedangkan yang lemah tidak terlalu mendapat kesempatan. Paulus mengkritik jemaat tersebut dengan mengatakan bahwa menjadi pengikut Kristus ditandai dengan kesediaan menderita untuk berita Injil, bukan hanya menikmati tradisi untuk dirinya sendiri dan menjadi konsumen iman. Kesediaan melayani yang lemah itu bukan sekadar sebuah slogan yang dikatakan, tetapi dilakukan dan dipraktikkan sebagai keseharian.

Yesus pun melakukan hal yang sama. Ketika aturan Sabat justru menghalangi para murid-Nya yang lapar untuk makan dan ternyata masih banyak orang-orang menderita (sakit) di sekitar rumah ibadat, yang diperhatikan pertama kali oleh Yesus justru adalah orang-orang yang menderita tersebut. Yesus berani berhadapan dengan orang-orang Farisi yang menegakkan aturan Sabat tanpa pandang bulu. Nyatanya prinsip keadilan Yesus berbeda dengan prinsip keadilan orang-orang Farisi. Bagi orang Farisi aturan berlaku sama untuk semua, sedangkan Yesus mempertimbangkan latar belakang. Orang-orang yang tidak lapar dan tidak sakit, bisa melakukan aturan Sabat tanpa masalah, tetapi orang-orang yang menderita demikian bisa terkendala (bandingkan dengan orang yang masih harus bekerja untuk menghidupi keluarganya ketika ibadah Minggu atau ibadah patuwen brayat). Yesus memberikan kesempatan untuk melakukan keduanya, yang sakit disembuhkan sehingga mereka pun bisa ikut Sabat, yang harus mencari makan diizinkan, supaya setelahnya mereka bisa melakukan Sabat. Keduanya bisa dilakukan tanpa harus saling dipertentangkan. Prinsip keadilan Yesus pertama kali didasari oleh apakah yang lemah bisa memiliki akses yang sama pada keadilan Allah. Karena bacaan pertama kita tadi mengingatkan, Sabat diadakan pertama kali untuk membebaskan orang-orang Israel yang lemah dari perbudakan Mesir. Aturan iman diadakan karena upaya membela dan memberikan keadilan kepada yang lemah.

Dalam kehidupan kita, nyatanya kesenjangan akan selalu terjadi. Pada saat itu gereja masih terus menerus memiliki tugas untuk dilakukan. Dan kerap, melakukan tugas besar mewujudkan keadilan Tuhan bagi dunia ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan sendiri. Kadang kita bertanya, apakah tangan kita cukup lebar untuk menjangkau semuanya?

Di sanalah kita mengingat bahwa perjuangan untuk karya Allah ini tidak dilakukan sendiri. GKJW pun memiliki rekan-rekan untuk berkarya bersama. Zaman dulu sering muncul kecurigaan kepada pihak-pihak lain yang melakukan karya Allah ini. Kita bisa rukun dengan saudara lintas iman, tapi kadang kurang rukun dengan saudara seiman. Alasannya bisa karena khawatir mencuri domba, perbedaan pandangan teologi, dan seterusnya. Gereja dengan gereja lain, untuk misi yang sama, kadang justru saling berkompetisi. Persis seperti gambaran Paulus mengenai jemaat Korintus. Persis seperti Yesus dengan orang Farisi. Bukankah misinya sama, tetapi mengapa malah satu dengan yang lain kerap saling berkonfrontasi? Bacaan kita mengingatkan, kita semua berjalan menuju keadilan Allah, maka mari berkolaborasi bersama. Kalau tahap awal sulit, karena perbedaan dan sejarah buruk di masa lalu, jangan menyerah. Ini karya Kristus, karya Injil, harta yang tak ternilai harganya itu. Bukan karya sang bejana tanah liat yang rapuh. Bukan tentang saya pribadi.

Karena itu salah satu dilakukan GKJW adalah menjadi bagian dari United Evangelical Mission (UEM). Bersama dengan gereja-gereja di Asia, Eropa, dan Afrika, kita sedang mewujudkan misi Allah untuk semua, dimulai dari tepian ini tadi. Minggu ini kita merayakan Pekan UEM di GKJW. Kita merayakan kebersamaan kita dengan saudara-saudara kita yang sama-sama berjuang di seluruh penjuru dunia. Jika kita tidak bisa berjuang untuk penderitaan mereka yang di sana, kita bisa mendukung dalam doa dan dana sejauh kita mampu. Itulah mengapa setiap minggu UEM kita memberikan persembahan United Action, karena kita sadar kita terikat menjadi satu dalam misi yang sama. Di GKJW banyak yang menderita, tapi kalau kita lihat saudara-saudara kita di belahan bumi lain, mereka pun kerap lebih menderita daripada kita. Maka mari berjuang bersama.

Penutup
Relasi yang kita miliki dengan gereja-gereja lain, dengan mitra dan keluarga kita di berbagai belahan dunia, termasuk melalui UEM, sesungguhnya memiliki tujuan supaya keadilan Allah bisa terwujud bagi semua “sampai bumi penuh kemuliaan Allah!” Sebuah tujuan yang berkali-kali dinyatakan dalam Alkitab. Kadang kita perlu bersedia mengambil bagian penderitaan bagi tujuan mulia ini. Namun, sejak menjadi pengikut Kristus, itulah panggilan dan mimpi kita bersama. Mari kita wujudkan bersama. Amin. [gide]

 

Pujian: KJ. 432  Jika Padaku Ditanyakan

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Mission from the margin, nindakaken pakaryan saking pinggir, punika ingkang dipun tindakaken dening GKJW ing sauruting sejarah. GKJW punika lair saking tiyang-tiyang alit ing kelas-kelas sosial ingkang dipun damel pemerintah kolonial. Pakabaran Injil ingkang wiwitan dhateng para cikal bakalipun GKJW inggih punika pakabaran Injil dhateng para tiyang pribumi ing pedalaman. Wiwit mula ing pakaryanipun, GKJW tansah ngupaya ngrangkul sinten kemawon tiyang alit lan mboten angsal kawigatosan. Awit saking punika, paladosan diakonia, kados ing bidang Pendidikan lan Kesehatan dados ciri khas paladosan wiwitan cikal bakalipun GKJW, kanthi tujuan supados saben tiyang  alit saged gesang. Gereja saged ngrembaka dados greja ingkang ageng, kanthi kegiatan ingkang semarak, sedaya punika kadasar saking mission from the margin.

Mission from the margin punika ugi ingkang dipun tindakaken dening Gusti Allah ing pakaryan kawilujengan-Ipun. Gusti Allah karsa milujengaken bangsa Israel ingkang nandhang sangsara lan dados budak. Gusti Allah mihak dhateng ingkang alit (Israel) sanes dhateng bangsa-bangsa ingkang ageng, ingkang tumindak kejem (Mesir, Babel). Gusti Yesus piyambak nindakaken misi-Nipun kanthi prinsip mission from the margin. Bilih aturan agama dadosaken tiyang sansaya sangsara, mila Gusti Yesus mulihaken aturan punika dhateng prinsip utaminipun, kados aturan Sabat ing waosan kita punika. Kenging punapa mission from the margin punika dipun tindakaken? Supados sedaya saged gesang, dipun wiwiti saking ningali kawontenen sedherek kita ingkang mboten katon, mirengaken sadherek kita ingkang mboten nate dipun mirengaken, para tiyang ingkang dipun sisihaken (awit tiyang ingkang wonten tengah gesangipun sampun kajamin).  Sedaya prekawis punika dipun sebat minangka prinsip relasi GKJW: Pro eksistensi, supados sedaya saged gesang.

Isi
Pitakenanipun kangge kita, punapa greja (sae GKJW minangka patunggilan ugi pribadi minangka greja ingkang organik) saged mlenceng saking timbalan misi saking pinggir punika? Saged kemawon! Prekawis punika dipun gambaraken dening Paulus lumantar seratipun dhateng pasamuwan ing Korinta. Pasamuwan Korinta punika pasamuwan idaman kangge tiyang kathah amargi pasamuwanipun ageng, megah, pasamuwan ing kutha metropolitan, para peladosipun kagungan katrampilan ingkang mumpuni, programipun kathah lan mawarni-warni, saged ngetutaken perkembangan zaman ing ukuran Yunani nalika semanten). Ananging, pasamuwan idaman punika, nyatanipun tumindak mboten adil dhateng kelompok ingkang ringkih, awit kelompok ingkang kiyat dipun gatosaken, nanging kelompok ingkang ringkih mboten angsal kesempatan. Paulus ngritik pasamuwan punika kanthi nyebataken: dados pandherekipun Sang Kristus punika dipun tandhani kanthi kasedyan nandhang sangsara ing salebeting martosaken Injil, sanes namung ngraosaken kasenengan pribadi lan dados konsumen iman. Kasedyan ngladosi ingkang ringkih punika mboten namung slogan ingkang dipun ucapaken, nanging kedah dipun tindakaken lan dipun praktekaken ing gesang padintenan.

Gusti Yesus ugi nindakaken prekawis ingkang sami. Nalika aturan Sabat dados pambengan para sakabatipun ingkang kaluwen kangge nedha, lan nalika taksih kathah tiyang sakit ing sakiwa tengenipun papan pangibadah, ingkang dados kawigatosanipun Gusti Yesus ingkang wiwitan inggih punika tiyang-tiyang ingkang nandhang sakit punika. Gusti Yesus wantun ngadepi tiyang-tiyang Farisi ingkang ngetrepaken aturan Sabat dhateng sedaya tiyang. Nyatanipun prinsip adil kagem Gusti Yesus benten kalian prinsip adilipun tiyang-tiyang Farisi punika. Kangge tiyang Farisi, aturan Sabat punika sami kangge sedaya tiyang, kagem Gusti Yesus aturan punika kedah nggatosaken alesanipun. Kanggenipun tiyang-tiyang ingkang mboten luwe lan mboten sakit, saged nindakaken aturan Sabat punika tanpa masalah, ananging kanggenipun tiyang-tiyang ingkang sakit, punika saged dados masalah. (Bandingaken kaliyan tiyang ingkang kedah nyambut damel kangge nyekapi kabetahan brayatipun nalika wonten pangabekti Minggu utawi pangabekti patuwen brayat). Gusti Yesus maringi kesempatan kangge nindakaken kekalihipun. Ingkang sakit dipun sarasaken saengga tiyang punika saged nindakaken aturan Sabat, ingkang kedah pados tetedhan dipun ijinaken, supados saksampunipun tiyang punika saged nindakaken aturan Sabat. Kekalihipun saged dipun tindakaken tanpa kedah dipun benturaken. Prinsip adilipun Gusti Yesus ingkang wiwitan dipun dasari kaliyan punapa ingkang ringkih punika kagungan akses ingkang sami tumrap kaadilanipun Gusti Allah. Awit saking waosan sepisan ngengetaken kita bilih Sabat punika dipun wontenaken kangge mbebasaken bangsa Israel ingkang ringkih saking perbudakan Mesir. Aturan bab iman dipun wontenaken karana upaya kangge mbela lan maringi kaadilan dhateng tiyang ingkang ringkih punika.

Ing pigesangan kita, nyata wonten kasenjangan ingkang kedadosan. Ing wekdal punika, greja kagungan tugas ingkang kedah dipun tindakaken terus. Lan kedah dipun mangertosi bilih nindakaken tugas ageng kangge mujudaken kaadilanipun Gusti Allah kangge donya punika sanes prekawis ingkang gampil dipun tindakaken piyambakan. Kadang wonten pitakenan ing manah kita, “Punapa tangan kita punika cekap kangge nindakaken punika sedaya?”

Ing ngriki kita sami ngenget bilih pangupaya kangge nindakaken pakaryanipun Allah punika mboten saged kita tindakaken piyambak. GKJW kagungan mitra kangge makarya sesarengan. Ing jaman rumiyin asring  wonten salah pemanggih dhateng pihak-pihak sanes ingkang nindakaken pakaryanipun Gusti Allah. Kita saged rukun kaliyan sedherek lintas iman, ananging kadang kirang rukun kaliyan sedherek tunggil iman. Alasanipun karana kuwatos mendhanipun dipun colong, benten pemanggih teologinipun, lsp. Greja kalian greja sanesipun, kangge mujudaken misi ingkang sami kadang malah kompetisi. Sami kaliyan ingkang dipun gambaraken Paulus tumrap pasamuwan Korinta. Sami kados Gusti Yesus kaliyan tiyang Farisi. Sejatosipun misinipun sami, nanging kenging punapa setunggal greja kaliyan sanesipun malah padu? Waosan kita ngengetaken, kita sedaya punika sami mlampah tumuju kaadilanipun Allah, pramila mangga sami makarya sesarengan. Bilih ing wiwitan ketingal ewet awit saking rubeda lan sejarah ingkang awon ing mangsa rumiyin, sampun ngatos kita nyerah. Punika pakaryanipun Sang Kristus, pakaryan Injil, barang darbe ingkang mboten saged kaukur reginipun. Sanes pakaryan sang bejana tanah liat ingkang gampang remuk, sanes bab dhiri kita pribadi.

Awit saking punika, salah satunggaling upaya ingkang dipun tindakaken dening GKJW inggih punika dados bagian saking United Evangelical Mission (UEM). Sinarengan kaliyan greja-greja ing Asia, Eropa lan Afrika, kita mujudaken misinipun Gusti Allah kagem sedaya, kawiwitan saking pinggir kalawau. Minggu punika kita mahargya Pekan UEM ing GKJW. Kita mahargya patunggilan kita kaliyan para sedherek kita ingkang sami-sami merjuang ing sauruting donya.  Bilih kita mboten saged merjuangaken para sedherek ingkang nandhang sangsara ing mrika, kita saged dukung ing pandonga lan dana samampu kita. Punika ingkang dados alesan, kenging punapa ing Minggu UEM, kita sami ngaturaken pisungsung United Action, awit kita sami sadar bilih kita punika  kaiiket dados satunggal salebeting misi ingkang sami. Ing GKJW, kathah ingkang nandhang sangsara, nanging bilih kita purun ningali kawontenan para sedherek kita ing delahan bumi sanesipun, para sedherek kita punika wonten ingkang langkung sangsara tinimbang kita. Pramila sumangga kita sami merjuang sesarengan.

Panutup
Hubungan antawis kita GKJW kaliyan greja-greja sanesipun, kaliyan mitra lan brayat kita ing delahan donya sanesipun, kalebet UEM, kagungan tujuan supados kaadilanipun Allah punika saged kawujud kagem sedaya “ngantos bumi kebak kamulyaning Allah!” Setunggal tujuan ingkang dipun nyatakaken bola-bali ing Kitab Suci. Kita kedah cumadang nanggel kasangsaranipun liyan kangge mujudaken tujuan mulya punika. Wiwit kita dados pandherekipun Gusti Yesus Kristus, punika ingkang dados timbalan lan mimpi kita sesarengan. Mangga kita wujudaken sesarengan. Amin. [Terj. AR].

 

Pamuji: KPJ. 348 : 1, 2  Pasamuwan Kang Nyawiji

Renungan Harian

Renungan Harian Anak