Hidup Bersama dengan yang Berbeda, namun Tetap Kuat dalam Iman Khotbah Minggu 19 Oktober 2025

6 October 2025

Minggu Biasa | Penutupan Bulan Ekumene
Stola Hijau

Bacaan 1: Kejadian 32 : 22 – 32
Mazmur: Mazmur 121
Bacaan 2: 2 Timotius 3 : 14 – 4 : 5
Bacaan 3: Lukas 18 : 1 – 8

Tema Liturgis: Membudayakan Persaudaraan Sejati
Tema Khotbah: Hidup Bersama dengan yang Berbeda, namun Tetap Kuat dalam Iman

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kejadian 32 : 22 – 32
Dalam bacaan ini terjadi perubahan identitas, Yakub menyandang identitas baru. Ia bukan lagi Yakub yang licik dan menipu, tetapi Israel yang artinya: “Seorang yang telah melihat Allah dan yang melawan kelicikannya.” Yakub kini tidak dapat melakukan kebiasaannya yang gemar lari akibat kelicikannya, sebab ia harus berjalan pincang. Pembaruan diri Yakub terlihat saat ia akan bertemu dengan Esau, kakaknya. Yakub sadar bahwa akibat kejahatannya, ia layak dibunuh oleh Esau. Tetapi dengan identitas barunya, Yakub memilih untuk merendahkan diri di hadapan kakaknya. Dengan sikap ksatria (gentleman), Yakub memilih berada di posisi terdepan. Ia berperan sebagai pelindung yang menjaga keselamatan para istri dan anak-anaknya. Lalu di depan Esau kakaknya Yakub bersujud sampai ke tanah tujuh kali. Kejadian 33:3 menyatakan: “Dan ia sendiri berjalan di depan mereka dan ia sujud sampai ke tanah tujuh kali, hingga ia sampai ke dekat kakaknya itu.” Identitas baru yang diemban oleh Yakub dinyatakan dengan perubahan sikapnya yang mendasar. Dari seorang yang sombong dengan kecerdikannya, kini ia berubah menjadi pribadi yang rendah hati dan mau mengakui kesalahan serta kejahatannya.

Sikap kerendahan hati Yakub tersebut telah mengubah situasi “siklus balas-dendam” dari Esau menjadi “siklus rekonsiliasi”. Dengan kerendahan hatinya Yakub sujud tujuh kali di hadapan Esau kakaknya. Sikap Yakub tersebut telah memberi ruang kepada Esau untuk mengidentifikasi perasaannya yang pernah terluka sangat dalam. Karena itu, Esau mengalami transformasi dari perasaan dendam akibat luka batin menjadi perasaan yang memaafkan dan mengampuni kesalahan Yakub, adiknya. Seandainya Yakub tidak mau merendahkan diri, maka pertemuan itu akan membawa akibat yang buruk dan fatal. Esau akan membunuh Yakub dan seluruh keluarganya.

2 Timotius 3 : 14 – 4 : 5
Menghadapi arus dunia yang deras dengan berbagai godaan dan tantangan tentu tidak mudah bagi Timotius yang masih muda. Ia membutuhkan pegangan yang kuat untuk dapat bertahan dalam iman sambil terus memberitakan Injil Kristus. Itulah sebabnya, Paulus mengingatkan Timotius untuk terus berpegang kepada kebenaran firman Tuhan yang diyakini dan dihidupkan dalam dirinya. Kasih, kesetiaan, dan kesalehannya harus sungguh dinyatakan Timotius, terlebih saat ia menghadapi penderitaan dan penganiayaan seperti yang pernah dialami Paulus. Sebab, saat orang beriman terus berpegang pada firman Tuhan, maka ada kepastian kehidupan yang dijanjikan Allah.

Nasihat Paulus kepada Timotius supaya dia “tetap berpegang” dalam pengajaran sangat berbeda dengan tindakan para penyesat yang “bertambah jahat” dalam kejahatan. Orang-orang yang sesat adalah mereka yang tidak puas dan tidak mau tinggal di dalam firman Tuhan. Mereka ingin melampaui firman Tuhan. Hasilnya? Ada kemajuan, namun bukan dalam kebenaran, melainkan dalam kejahatan. Berpegang pada kebenaran secara konsisten memang tidak mudah. Ada resiko yang harus ditanggung. Tanpa ragu-ragu Paulus berkata, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” (3:12). Hanya sedikit orang yang bersedia membayar harga demi kebenaran. Timotius adalah salah satunya. Dia mengetahui begitu banyak penganiayaan yang dihadapi  oleh Paulus, karena dia sendiri berkali-kali menyertai Paulus dalam pelayanan (3:11).

Kini Timotius diperhadapkan pada keadaan yang hampir sama. Ada ancaman penganiayaan. Ada bahaya kesesatan. Di tengah situasi seperti ini Paulus memberikan sebuah nasihat, “Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini.” (3:14a). Secara harfiah bagian ini dapat diterjemahkan, “Tetapi hendaklah engkau terus-meneruslah tinggal di dalam apa yang engkau telah pelajari dan  percayai.” Nasihat di atas menyiratkan bahwa Timotius sebelumnya sudah belajar kebenaran dan mempercayai kebenaran itu. Dari ayat-ayat selanjutnya kita akan mengetahui bahwa kebenaran ini diperoleh dari kitab suci (3:15-16). Bukan hanya itu. Dia juga sudah tinggal di dalam kebenaran itu. Paulus hanya mengingatkan dia untuk terus melanjutkan hal tersebut.

Jadi, memiliki kitab suci saja tidaklah cukup. Membacanya dalam ibadah saja juga tidak memadai. Kitab suci perlu dipelajari. Ada kedisiplinan yang dituntut. Sesudah itu, apa yang sudah dipelajari juga perlu dipercayai. Pembacaan kitab suci secara seksama bukan sekadar pemuas rasa ingin tahu atau penambahan pengetahuan. Pembelajaran firman Tuhan seharusnya berujung pada pengokohan iman.

Lukas 18 : 1 – 8
Mengapa kita bedoa? Dan maukah kita tiada bosan menghampiri Tuhan dalam tahta kekudusan-Nya melalui doa? Lukas 18:1-8 memberi kita beberapa alasan mendasar yang diperlukan gereja sepanjang masa, yakni: Pertama, Berdoalah karena itu hak istimewa yang Tuhan berikan, bukan untuk memaksa Tuhan melakukan apa yang kita inginkan. Kedua, Kesetiaan dalam berdoa akan mengakrabkan kita dengan Tuhan, kita akan semakin mengenal dan mengasihi-Nya serta melaksanakan kehendak dan rencana-Nya bagi Kita. Ketiga, Karena kita percaya kepada-Nya dan tergantung kepada-Nya maka kita harus selalu datang kepada-Nya.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Dalam kehidupan bersama dengan yang lain, sering kali terjadi perbedaan dan konfik. Kita harus mempunyai sikap yang mau merendahkan hati, tetap rajin berdoa, menerima orang lain meskipun mereka sering kali dianggap tidak penting. Kita harus tetap setia pada ajaran yang Tuhan berikan.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

 

Pendahuluan
Hidup bersama dengan yang lain, orang lain, keluarga lain, masyarakat, agama lain dan sebagainya tidak bisa kita hindari dalam konteks hidup masyarakat Indonesia yang bhineka ini. Sehingga kita akan menemukan perbedaan-perbedaan dimana-mana, yang dalam banyak hal itu sesuatu yang wajar. Bahkan kita pun harus siap dengan perbedaan yang memungkinkan munculnya konflik dalam kehidupan bersama tersebut.

Konflik sering tidak dapat dicegah dalam relasi sosial. Suami-istri pernah mengalami konflik. Anak-anak dan orang-tua pernah mengalami konflik. Kita bisa mengalami konflik di tempat kerja dan relasi dengan tetangga. Demikian pula dalam kehidupan jemaat. Konflik bisa terjadi karena kita sering bertemu dan bersinggungan karena kepentingan atau sikap tertentu yang melukai hati. Konflik bisa sulit dimaafkan apabila kita sengaja mengkhianati pasangan atau sahabat. Apabila kita melakukan kelicikan dan menipu orang-orang yang memercayai dan mengasihi kita, maka kita akan kehilangan mereka. Tindakan kita tersebut telah menghancurkan kepercayaan orang-orang yang mengasihi kita dengan tulus. Lebih buruk lagi apabila kita melakukan tanpa penyesalan. Kita menganggap bahwa perbuatan kita biasa saja. Apabila hal tersebut terjadi sesungguhnya hidup kita sama sekali tidak mengalami pembaruan di dalam Kristus. Kita adalah manusia duniawi. Gelar atau predikat kekristenan kita hanyalah topeng kemunafikan. Kita adalah orang-orang fasik yang kelak akan menanggung hukuman dan murka Allah.

Isi
Dalam bacaan kita yang pertama, kita diajarkan tentang perubahan sikap Yakub setelah berganti identitas menjadi Israel. Ia bukan lagi Yakub yang licik dan menipu, tetapi Israel yang artinya: “Seorang yang telah melihat Allah dan yang melawan kelicikannya.” Yakub kini tidak dapat melakukan kebiasaannya yang gemar lari akibat kelicikannya, sebab ia harus berjalan pincang. Pembaruan diri Yakub terlihat saat ia akan bertemu dengan Esau, kakaknya. Yakub sadar bahwa akibat kejahatannya, ia layak dibunuh oleh Esau. Tetapi dengan identitasnya yang baru, Yakub memilih untuk merendahkan diri di hadapan kakaknya. Dengan sikap ksatria (gentleman), Yakub memilih berada di posisi terdepan. Ia berperan sebagai pelindung yang menjaga keselamatan para istri dan anak-anaknya. Lalu di depan Esau kakaknya Yakub bersujud sampai ke tanah tujuh kali. Kejadian 33:3 menyatakan: “Dan ia sendiri berjalan di depan mereka dan ia sujud sampai ke tanah tujuh kali, hingga ia sampai ke dekat kakaknya itu.” Identitas baru yang dimiliki oleh Yakub dinyatakan dengan perubahan sikapnya yang mendasar. Dari seorang yang sombong dengan kecerdikannya, kini ia berubah menjadi pribadi yang rendah hati dan mau mengakui kesalahan serta kejahatannya.

Dalam kehidupan bersama dengan yang berbeda yang rentan akan munculnya konflik, maka sikap yang diajarkan Yakub ini luar biasa. Mau mengakui kesalahan dan minta maaf serta menerima konsekuensi hukuman yang mungkin diterimanya. Namun justru sikap yang demikian ini mampu meluluhkan amarah kakaknya dan tidak membunuhnya. Maka mudahlah untuk mengakui kesalahan jika merasa bahwa kita telah melakukan kesalahan.

Bacaan yang kedua menunjukkan dalam menghadapi arus dunia yang deras dengan berbagai godaan dan tantangan tentu tidak mudah bagi Timotius yang masih muda. Ia membutuhkan pegangan yang kuat untuk dapat bertahan dalam iman sambil terus memberitakan Injil Kristus. Itulah sebabnya Paulus mengingatkan Timotius untuk terus berpegang kepada kebenaran firman Tuhan yang diyakini dan dihidupkan dalam dirinya. Kasih, kesetiaan, dan kesalehannya harus sungguh dinyatakan Timotius, terlebih saat menghadapi penderitaan dan penganiayaan seperti yang pernah dialami Paulus. Sebab, saat orang beriman terus berpegang pada firman Tuhan, maka ada kepastian kehidupan yang dijanjikan Allah.

Memiliki kitab suci saja tidaklah cukup. Membacanya dalam ibadah saja juga tidak memadai. Kitab suci perlu dipelajari. Ada kedisiplinan yang dituntut. Sesudah itu, apa yang sudah dipelajari juga perlu untuk dipercayai. Pembacaan kitab suci secara seksama bukan sekadar pemuas rasa ingin tahu atau penambahan pengetahuan. Pembelajaran firman Tuhan seharusnya berujung pada pengokohan iman. Maka dalam kehidupan bersama yang berbeda-beda ini kita butuh iman yang kokoh, tidak tergoyahkan oleh apapun. Tetap rajin berdoa kepada Tuhan, karena Tuhan akan melihat dan mendengar doa umatnya yang setia.

Dalam bacaan kita yang ketiga ditegaskan tentang berdoa. Mengapa kita bedoa dan maukah kita tiada bosan menghampiri Tuhan dalam tahta Kekudusan-Nya melalui doa? Lukas 18:1-8 memberi kita beberapa alasan mendasar yang diperlukan gereja sepanjang masa yakni: Pertama, Berdoalah karena itu hak istimewa yang Tuhan berikan, bukan untuk memaksa Tuhan melakukan yang kita inginkan. Kedua, Kesetiaan dalam berdoa akan mengakrabkan kita dengan Tuhan, kita akan semakin mengenal dan mengasihi-Nya serta melaksanakan kehendak dan rencana-Nya bagi Kita. Ketiga, Karena kita percaya dan tergantung kepada-Nya maka kita harus selalu datang kepada-Nya.

Dengan demikian kita diharapkan mempunyai iman yang sejati. Iman yang bersandar total pada kemurahhatian Allah. Iman seperti inilah yang dicari oleh Anak Manusia pada waktu Dia datang kembali kelak. Kebalikan dari bersandar total kepada Allah adalah kesombongan. Mengandalkan diri sendiri. Ini yang tidak diharapkan oleh Tuhan.

Penutup
Dalam kehidupan bersama dengan yang lain, sering terjadi perbedaan dan konflik, kita harus mempunyai sikap merendahkan hati, tetap rajin berdoa, menerima orang lain meskipun mereka sering dianggap tidak penting, dan tetap setia pada ajaran yang Tuhan berikan. Kita harus bisa hidup bersama dengan yang berbeda, namun tetap harus kuat di dalam Tuhan. Marilah kita hidup bersama dengan yang lain, tidak menyendiri apalagi merasa hidup kudus sendiri, namun marilah kita hidup bermasyarakat dan berbaur dengan yang lainnya. Amin. [SYN].

 

Pujian: KJ. 256  Kita Satu di dalam Tuhan

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Gesang sesarengan kalian liyan, tiyang sanes, brayat sanes, masyarakat, agami sanes dan sanes-sanesipun punika mboten saged kita inggati/singkiri wonten ing masyarakat Indonesia ingkang bhineka punika. Menawi kita manggihaken ingkang benten wonten pundi-pundi punika biasa sanget. Malahan kita kedah siap kaliyan ingkang benten punika, awit saged murugaken konflik wonten pigesangan sesarengan.

Konflik asring mboten saged dipun singkiri wonten ing relasi sosial. Sesemahan saged ngalami konflik. Anak kaliyan tiyang sepuhipun ugi saged ngalami konflik. Kita saged ngalami konflik ing papan pandamelan, wonten ing gesang sesarengan kaliyan tanggi tepalih. Semanten ugi wonten ing gesang pasamuwanipun Gusti. Konflik saged kelampahan awit kita asring kepanggih lan simpangan ing kapentingan, utawi ugi tingkah laku ingkang murugaken sakiting manah kita. Ananging konflik ewet dipun sepura awit pengkhiatan pasangan utawi kekancan. Menawi kita nglamphani kalicikan lan goroh dhateng tiyang ingkang kita pitados lan kasihi, mila kita bakal kecalan kanca kita punika.  Lampah kita punika saged ngluruhaken kapitadosan saking tiyang ingkang sampun tulus nresnani kita. Langkung awon malih kita nglampahi punika mboten rumaos getun. Kita nganggep bilih tumindak kita punika namung tumindak ingkang biasa kemawon. Menawi punika ingkang kelampahan, ateges kita punika dereng ngraosaken pembaharuan saking Gusti Yesus Kristus. Kita namung manungsa kadoyan. Gelar utawi predikat Putraning Gusti namung topeng. Kita namung manungsa ingkang awon lan ing benjang badhe nampeni paukuman saking Gusti.

Isi
Wonten waosan kita ingkang sepisan, kita dipun paringi piwucal bab ewah-ewahan tumindakipun Yakub ingkang licik lan tukang goroh, ananging dados Israel ingkang tegesipun: “Tiyang ingkang sampun mirsani Gusti lan nglawan kalicikan.” Yakub sapunika mboten saged mlajeng saking kalicikanipun, awit kedah mlampah kanthi pincang. Ewah-ewahan gesanging Yakub ketawis nalika badhe kapanggihan kaliyan Esau, kakangipun. Yakub sadar akibat saking tumindak jahat ingkang sampun dipun lampahi, piyambakipun saged dipun pejahi Esau. Ananging wonten ing identitas ingkang enggal, Yakub milih dados tiyang ingkang ngasoraken badanipun piyambak wonten ing ngajengipun kakangipun. Kanthi sikap Ksatria (gentleman), Yakub milih wonten ing ngajeng piyambak. Piyambakipun dados pelindung/pangayom, njagi keslametanipun anak lan semahipun. Lajeng wonten ing ngajengipun Esau, Yakub sujud ing siti ngantos kaping pitu. Purwaning Dumadi 33:3 nyebataken, “dene Yakub dhewe lumaku ana ing ngarepe sarta sumungkem ing bumi rambah ping pitu, nganthi tekan ngarepe kangmase.” Identitas enggal Yakub, saged murugaken ewah-ewahan ingkang sae sanget. Saking tiyang ingkang gumunggung lan kebak ing kalicikan, dados tiyang ingkang ngasoraken badanipun piyambak lan wantun ngakeni kalepatan lan tumindak jahatipun.

Wonten pigesangan ingkang sareng kaliyan tiyang sanes ingkang benten punika saged murugaken konflik, pramila sikep ingkang dipun tuladhakaken Yakub punika saestu endah sanget. Purun ngakeni kalepatan lan nyuwun pangapunten sarta ugi siap menawi nampeni konsekuensi paukuman awit saking tumindak ingkang lepat punika. Sikep ingkang kados mekaten punika ingkang saged ngluruhaken nesunipun Esau, lan mboten siyos mejahi Yakub. Dados kita ugi kedah gampil nyuwun pangapunten menawi kita nggadahi kalepatan dhateng tiyang sanes.

Ing waosan kita ingkang kaping kalih nedahaken bilih Timotius ngadepi mawerni-werni pacoben lan panggoda, ingkang mboten gampil dipun adepi piyambakipun ingkang taksih enem. Mila Timotius mbetahaken gondelan ingkang kiyat supados saged tahan wonten iman kapitadosanipun kanthi tetep martosaken Injiling Sang Kristus. Pramila Paulus ngemutaken Timotius supados nggatosaken pangandikaning Gusti Allah lan kedah dipun lampahi wonten gesangipun. Katresnan, kasetyan, lan kasalehan kedah dipun lampahi wonten gesangipun Timotius, langkung-langkung nalika ngalami kasisahan lan panganiaya kados ingkang dipun raosaken Paulus. Awit, tiyang pitados ingkang tansah ngugemi pangandikaning Gusti, kapesthen gesang saking janjinipun  Gusti.

Nggadhahi kitab suci kemawon dereng cekap. Maos kitab suci kemawon wonten ing pangibadah ugi dereng cekap. Kitab suci kedah dipun sinaoni. Ingkang sampun dipun sinaoni punika kedah dipun pitados. Maos kitab suci kanthi tliti mboten namung kangge nyenengaken raos pingin mangertos kemawon, utawi nambah ilmu kemawon. Maos kitab suci kanthi tliti saged murugaken kiyat iman kapitadosan kita. Pramila gesang kaliyan tiyang sanes ingkang benten punika, kita mbetahaken iman kapitadosan ingkang kiyat, supados kita mboten gampang goyang. Kita sregep ndedonga dhumateng Gusti, awit Gusti badhe midangetaken pandonga saking umat-Ipun ingkang setya.

Wonten waosan kita ingkang kaping tiga, dipun tegesaken bab dedonga. Kenging punapa kita dedonga lan punapa purun kita dedonga kanthi temen, sowan wonten ing Gusti ing papan ingkang suci? Lukas 18:1-8 paring alasan kenging punapa kita perlu ndedonga dhumateng Gusti. Sepisan, ndedonga  punika hak istimewa kita saking Gusti, mboten supados kita meksa Gusti nglampahi kepinginan kita. Kaping kalih, ndedonga dhumateng Gusti punika nyelakaken kita kaliyan Gusti Allah, sansaya kita tepang kaliyan Gusti, kita tansah setya nglampahi punapa ingkang dipun kersaken salebeting gesang kita. Ingkang kaping tiga, awit kita pidatos dhumateng Gusti, kita gumantung dhumateng Gusti, lan kita tansah sowan dhumateng Gusti.

Kanthi mekaten kita nggadhahi iman kapitadosan ingkang sejati, kapitadosan ingkang pasrah sawetah wonten ing sih kamirahanipun Gusti Allah. Iman kapitadosan ingkang kados mekaten ingkang dipun padosi Putraning Allah benjang nalika rawuh ingkang kaping kalih ing donya punika. Kosok wangsulipun tiyang ingkang mboten pasrah sawetah dhumateng Gusti, inggih punika tiyang ingkang kebak ing kesombongan, ngandalaken dhirinipun piyambak. Punika mboten dipun ajeng-ajeng dening Gusti kita.

Panutup
Dados wonten pigesangan kita kaliyan tiyang sanes, kita asring manggihi prekawis ingkang benten lan asring ugi dados konflik. Karana punika, kita kedah nggadhahi manah ingkang andhap asor, tansah ndedonga, sarta saged nampi tiyang sanes senadyan tiyang sanes punika mboten dipun anggap penting. Kita ugi tetep setya wonten piwucalipun Gusti. Kita kedah saged gesang kaliyan tiyang sanes, mboten gesang piyambak, punapa malih rumaos gesang kita ingkang paling suci, ananging mangga kita gesang sesarengan kaliyan tiyang sanes kebak katresnan lan karukunan ing gesang kita saben dinten. Amin. [SYN].

 

Pamuji: KPJ. 357  Endahing Saduluran

Renungan Harian

Renungan Harian Anak