PEKAN ANAK
STOLA PUTIH
Bacaan 1 : Yesaya 65 : 1 – 9.
Bacaan 2 : Galatia 3 : 23 – 29.
Bacaan 3 : Lukas 8 : 26 – 39.
Tema Liturgis : Menjadi Anak Tuhan Yang Setia.
Tema Khotbah : Menceritakan karya Tuhan.
Keterangan Bacaan.
Yesaya 65 : 1 – 9.
Pada zaman itu, Israel secara umum merasa bahwa hanya mereka yang menjadi umat Allah. Tetapi di ayat 1 Tuhan menyatakan bahwa Dia juga berkenan memberikan petunjuk kepada bangsa-bangsa yang dianggap tidak mengenal Allah. Allah bukan hanya milik bangsa Israel. Ada kalanya, bangsa-bangsa lain yang dianggap kafir, tidak mengenal Allah, melakukan hal-hal yang dianggap najis, dsb, tetapi pada saatnya mereka justru lebih baik dan lebih kudus dari pada Israel yang menyatakan sebagai umat Allah. Itulah sebabnya bangsa Israel tidak berhak untuk “menghakimi” bangsa-bangsa lain. Sessungguhnya hanya Allah yang berhak memberikan penilaian dan “penghakiman” (ayat 6).
Ayat 8,9 lebih jelas lagi Allah menyatakan bahwa tetap ada pengharapan bagi siapapun yang dianggap najis dan kafir untuk menyatakan pertobatannya dan menjadi umat Allah. Dalam hal ini Allah terus berharap dan memberikan pengharapan kepada siapapun untuk menjadi umatNya. Sesuai dengan janji Allah kepada para leluhur Israel, maka Allah tidak akan begitu saja menghukum mereka. Memang penghakiman akan terjadi, tetapi itu adalah otoritas Allah utk melaksanakannya. Namun demikian, peristiwa penghakiman ini tidak akan menghapus atau mengurangi sifat Allah yang penuh cinta kasih kepada manusia.
Galatia 3 : 23 – 29.
Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus mengingatkan bahwa setiap pengikut Kristus adalah umat Allah dan layak disebut sebagai keturunan Abraham. Keturunan Abraham dalam hal ini memang bukan keturunan secara biologis, tetapi secara iman, karena hanya Abraham yang mendapat sebutan sebagai bapa orang beriman. Iman kepada Tuhan Yesus Kristus itu jugalah yang kini menjadi penuntun bagi kehidupan orang percaya.
Sebelum kedatangan Tuhan Yesus sebagai Sang Penuntun, maka kehidupan umat Allah dituntun dengan melakukan Hukum Taurat. Tetapi, pada kenyataannya, memenuhi tuntutan hukum Taurat justru menjadikan manusia terkungkung, jauh dari kebebasan (ayat 23). Melakukan peraturan apapun selalu di bawah ancaman hukuman dosa. Manusia tidak bisa merasakan kebebasan dan kemerdekaan sebagai umat Allah. Semua perilakunya selalu diatur oleh hukum-hukum dengan ancaman penghukuman. Hal ini sangat berbeda dengan berita yang dibawa oleh Tuhan Yesus. Apapun yang dilakukan selalu ditawarkan untuk dilakukan oleh orang yang merdeka mengambil keputusan untuk melaksanakannya. Orang yang melaksanakan hukum-hukum Tuhan bukan lagi karena takut dihukum, tetapi karena kemerdekaannya yang memilih untuk melakukannya.
Inilah anugerah dan berkat Allah sebagaimana telah dijanjikan kepada Abraham mengenai keturunan Abraham. Anugerah ini benar-benar membebaskan. Siapapun bisa menjadi “keturunan Abraham” secara iman, tidak lagi dibatasi pada bangsa tertentu, status sosial atau jenis kelamin tertentu sebagaimana pemahaman orang Yahudi saat itu (ayat 28). Zaman dulu, para laki-laki Yahudi punya “tradisi” untuk berdoa setiap pagi yang menyatakan: “aku bersyukur karena tidak menjadi perempuan, hamba, dll, tetapi Engkau menciptakan aku sebagai laki-laki”. Hukum-hukum Tuhan Yesus benar-benar membebaskan dan membahagiakan, memberikan kesetaraan di hadapan Tuhan. Berbeda dengan hukum Taurat yang membuat manusia seperti dikurung oleh peraturan.
Lukas 8 : 26 – 39.
Orang-orang Gerasa tinggal di tenggara danau Galilea. Ada kejadian menarik di sana, yaitu ketika ada orang yang kerasukan setan datang menemui Tuhan Yesus dan terjadi dialog. Setelah ditanya oleh Tuhan Yesus, setan yang merasuki orang tersebut mengaku bernama Legion. Sebenarnya Legion adalah sebutan bagi tentara Romawi yang beranggotakan antara 3.000 – 6.000 tentara. Dengan demikian jika setan itu mengaku bernama Legion, itu artinya jumlahnya tidak satu. Legion memiliki kekuatan yang luar biasa dan cenderung bersifat “merusak”. Tetapi setan inipun mengakui kemaha-kuasaan Tuhan Yesus yang diungkapkan dengan permohonannya supaya Tuhan Yesus tidak menyiksanya (ayat 28). Jelas sekali bahwa setanpun mengakui kemaha-kuasaan Tuhan Yesus dan ketidak-mampuannya menolak perintahNya. Setan itu memang memiliki kuasa atas manusia yang dirasukinya, tetapi dia mengakui tidak berdaya berhadapan dengan kuasa Tuhan Yesus.
Ada semacam “tawar-menawar” antara Tuhan Yesus dengan Legion. Saat itu karya Tuhan Yesus memang lebih tertuju pada upaya penyelamatan manusia (menyembuhkan dari sakit, mengampuni dosa, mengusir setan, dll) dari pada memusnahkan setan. Belumlah saatnya untuk memusnahkan setan-setan itu. Hal ini juga jelas dari sikap Tuhan Yesus yang mengijinkan Legion untuk memasuki tubuh babi-babi. Bagi Tuhan Yesus nyawa manusia jauh lebih penting dari pada kerugian materi akibat babi-babi itu mati. Itulah tujuan Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dan membebaskan mereka dari segala belenggu, termasuk belenggu kuasa iblis. Hal ini sulit dipahami oleh penduduk, sehingga mereka meminta Tuhan Yesus meninggalkan daerah itu karena mereka ketakutan dengan kuasa Yesus yang jauh melebihi kuasa setan (ayat 37).
Ada hal menarik yang terjadi ketika laki-laki yang telah disembuhkan dari kerasukan setan itu. Ada perubahan drastis atau 180 derajat dari laki-laki yang kerasukan setan itu. Dari kebiasaan tidak berpakaian, sekarang menjadi berpakaian. Dari kebiasaan “keluyuran” di kuburan, memutuskan segala pengikat, sekarang menjadi duduk diam, mendengarkan di kaki Tuhan Yesus (ayat 35). Perubahan hidup ini bisa dilihat oleh orang banyak. Lebih menarik lagi, saat laki-laki yang telah disembuhkan dari kerasukan setan itu ingin mengikuti perjalanan Tuhan Yesus beserta para murid, ternyata Tuhan Yesus menolaknya. Tuhan Yesus menyuruhnya pulang dan menceritakan pada orang banyak tentang segala karya Tuhan yang dialaminya. Tuhan Yesus menyadarkan orang ini bahwa dia punya tugas bersaksi tentang karya Tuhan yang telah menyelamatkannya. Dia bersaksi bukan karena kata orang, tetapi karena dia sendiri ngalami dan merasakan kasih Tuhan itu. Ini adalah kesaksian yang lebih efektif sebagai wujud nyata dari “hidup baru” juga. Hidup sebagai orang yang telah diselamatkan memang tidak lepas dari kesediaan bersaksi. Dan itu dibuktikan oleh laki-laki itu dengan mengelilingi kota menceritakan karya Tuhan Yesus atas hidupnya.
Benang merah 3 bacaan
Anugerah dan karya keselamatan Allah diberikan kepada siapapun, segala bangsa, yang menerima Tuhan Yesus. Anugerah ini sungguh membebaskan dari segala belenggu, dan Allah tetap berharap dan memberi kesempatan kepada siapapun untuk menerima karya keselamatan itu.
—
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia
PULANGLAH, CERITALAH!
(Nats : Lukas 8 : 39)
Pendahuluan
Metode bercerita pada umumnya disukai semua orang. Bukan hanya anak-anak yang suka mendengarkan cerita, tetapi orang dewasa pun sangat banyak yang menyukainya. Hal ini dikarenakan sebelum kita mengenal dan mengerti tradisi tulis (dengan mengenal huruf-huruf), terlebih dahulu kita mengenal tradisi lisan (dengan bercerita secara turun-temurun). Memang tidak heran kalau hampir semua orang mengenal “dicritani” itu sejak masa kecilnya. Sayangnya, kebiasaan bercerita ini mulai terkikis seiring dengan berbagai kesibukan orang tua, atau adanya berbagai “mainan” yang dianggap menghibur bagi anak-anak tanpa perlu keterlibatan orang tua secara langsung. Namun, betapapun menariknya sebuah mainan, tetap tidak bisa mengalahkan manfaat kebiasaan bercerita. Orang tua di negara-negara Eropa sampai sekarang tetap selalu bercerita (dengan membacakan buku) kepada anaknya setiap sebelum mereka pergi tidur, sekalipun anak-anak mereka juga mempunyai “mainan” yang tidak kalah banyaknya dengan anak-anak kita. Dengan cerita, baik yang bercerita maupun yang mendengarkan cerita dilatih untuk berimajinasi, lebih mudah mengingat, kreatif dan memiliki kepekaan tertentu sebagai respon atas cerita. Itulah sebabnya, bercerita dianggap efektif untuk menyampaikan “pesan” tertentu.
Isi
Mungkin hal di atas juga disadari oleh Tuhan Yesus, sehingga memberikan tugas kepada orang yang baru sembuh dari kerasukan setan untuk bercerita kepada keluarganya, dari pada mengikuti perjalanan Tuhan Yesus beserta para muridNya. Tak bisa dipungkiri bahwa orang yang telah disembuhkan dari kerasukan setan itu sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah menyembuhkannya. Tentunya dia juga ingin untuk selalu bersama dengan Tuhan Yesus. Itulah kebahagiaannya. Dengan mengikuti perjalanan Tuhan Yesus tentunya dia akan bisa melakukan “sesuatu” untuk Tuhan Yesus dan para pengikutNya. Keputusan ini tentunya didasari atas kesadaran penuh sebagai orang yang merasa telah menerima keselamatan dari Tuhan. Itulah wujud syukur dan hidup baru baginya.
Keputusan yang diambil oleh orang yang telah disembuhkan dari kerasukan setan itu tidaklah salah. Tetapi Tuhan Yesus melihat sisi yang berbeda. Tuhan Yesus mengetahui bahwa sesungguhnya ada “sesuatu” yang lain yang bisa dilakukan orang tersebut. “Sesuatu” yang lain itu lebih efektif dan berarti bagi banyak orang, yaitu ketika orang tersebut bercerita/ bersaksi kepada keluarganya dan orang banyak tentang keselamatan (penyembuhan) yang dia alaminya.
Ketika orang yang baru disembuhkan dari kerasukan setan itu bercerita kepada keluarganya dan orang banyak tentang bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkannya, maka itu menjadi kesaksian yang hidup dan sangat efektif. Dia bersaksi tentang penyembuhan dan keselamatan yang dibawa Tuhan Yesus bukan berdasarkan kata orang, tetapi karena dia mengalami sendiri secara langsung kasih Allah dan anugerah keselamatan Allah. Dia bisa menceritakan proses demi proses yang dialami, bagaimana perasaannya, bagaimana Tuhan Yesus mengusir setan dari dirinya, dsb. Terlebih lagi, yang bercerita adalah orang yang mengalami sendiri.
Tuhan Yesus sesungguhnya tidak menghalang-halangi siapapun, bangsa apapun dan bagaimanapun latar belakangnya untuk mengikut Dia, ambil bagian dalam pelayanan sebagai wujud nyata dari rasa syukur dan hidup barunya. Siapapun berhak menerima kasihNya dan menjadi menjadi umatNya (bandingkan dengan bacaan 1). Tetapi Tuhan Yesus melihat ada peluang yang lebih besar dan lebih efektif untuk menceritakan kemurahan Tuhan, kasih Tuhan yang membebaskan manusia dari segala belenggu, yaitu dengan bersaksi. Bercerita secara nyata tentang apa yang dialami kepada anggota keluarganya. Mengapa kepada keluarga? Karena keluargalah yang paling tahu keadaan orang ini ketika masih dibelenggu kuasa setan (tinggal di kuburan, telanjang dan mampu memutuskan segala pengikatnya), bagaimana juga dengan perubahan hidupnya kini setelah disembuhkan dan diselamatkan Tuhan Yesus. Ada perubahan drastis dari yang dulunya menjadi “anak setan”, kini menjadi “anak Tuhan”.
Siapapun yang mendengarkan ceritanya (bahkan keluarganya) pasti juga akan bercerita kepada orang lainya lagi. Dengan demikian berita keselamatan ini akan semakin tersebar melalui cerita dari mulut ke mulut itu. Lebih hebat lagi, ternyata orang yang telah disembuhkan ini melakukan perbuatan bercerita/ bersaksi itu melebihi dari yang diperintahkan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menyuruhnya pulang dan bercerita kepada keluarganya, tetapi ternyata dia mengelilingi seluruh kota memberitahukan segala yang diperbuat Tuhan Yesus kepadanya (ayat 39). Semangat dan suka cita sebagai orang yang telah diselamatkan dan dibebaskan dari belenggu setan menjadikannya juga memiliki semangat yang luar biasa untuk menceritakan apa yang telah dialaminya. Dia ingin berbagi sukacita supaya makin banyak orang mendengarkan berita kemaha-kuasaan Tuhan Yesus itu dan kasih yang membebaskan yang Ia bawa (bandingkan dengan bacaan 2).
Bercerita tentang Tuhan Yesus ternyata tidak hanya membawa kabar gembira bagi orang yang mendengarkan cerita tersebut, tetapi juga bagi yang bercerita. Biasanya, orang yang mengalami hal yang luar biasa seperti itu sulit dicegah untuk bersaksi. Ternyata untuk bersaksi tentang kasih Tuhan yang dirasakan dalam hidup ini tidak selalu membutuhkan keahlian khusus. Apakah latar belakang, bangsa dan pendidikan orang yang disembuhkan dari kerasukan setan itu? Tuhan Yesus tidak mempersoalkan hal itu. Yang jelas, ada perubahan hidup yang sangat drastis dari orang tersebut. Dari hidup yang dibelenggu dan dikuasai setan, menjadi hidup bebas yang memberitakan kasih Allah. Dari hidup yang hanya mengikuti kemauan setan, berubah menjadi hidup yang taat pada perintah Tuhan, bahkan melakukan lebih banyak dari apa yang Tuhan perintahkan. Buktinya, orang ini tidak memaksakan kehendak untuk ikut dalam perjalanan Yesus, tetapi patuh pada perintahNya yaitu untuk pulang dan bersaksi.
Penutup
Dengan bercerita kita juga bisa bersaksi tentang kemaha-kuasaan dan cinta kasih Tuhan kepada umatNya. Cinta kasih Tuhan yang membebaskan, yang tidak diskriminatif, bahkan yang penuh dengan mujizat kapanpun dan untuk siapapun (termasuk untuk orang yang kerasukan setan). Alangkah indahnya jika berita sukacita ini juga diterima dan dipamahami oleh anak-anak dan anggota keluarga lainnya semenjak mereka masih kecil.
Pekan Anak dalam minggu ini kiranya mengingatkan kita semua tentang pentingnya bercerita tentang kasih Tuhan kepada anak-anak. Kitapun diajak untuk menyadari bahwa tradisi bercerita yang begitu kaya manfaat ini ternyata telah makin ditinggalkan, tergeser oleh berbagai kesibukan.
Kisah orang kerasukan setan yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus ini menyadarkan kita bahwa bercerita/ bersaksi tentang apa yang kita alami bersama Tuhan bukanlah hal yang remeh. Tuhan Yesus juga memberikan tugas agar kita bercerita tentang cinta kasihNya yang menyelamatkan itu, tentunya tak terkecuali kepada anak-anak. Anak-anakpun berhak untuk mengetahui bahwa merekapun dikasihi Tuhan Yesus dan berhak menjadi milikNya. Jika bukan kita yang bercerita kepada anak-anak itu, siapa lagi? Jika bukan sekarang kita bercerita tentang Tuhan Yesus, kapan lagi? Amin. (YM)
Nyanyian : Kidung Jemaat 68 : 1, 2, 3/ 427.
RANCANGAN KHOTBAH : Basa Jawi
MULIHA, LAN CRITAKNA!
(Nats : Lukas 8 : 39)
Pambuka
Adatipun kathah tiyang ingkang remen crita utawi ndongeng. Boten namung para lare ingkang remen mirengaken crita utawi dongeng, nanging kathah ugi tiyang dewasa ingkang remen mirengaken crita. Saderengipun kita tepang kaliyan tradisi tulis (kanthi wontenipun aksara), langkung rumiyin kita tepang kaliyan tradisi lesan (kanthi crita turun-tumurun). Pramila boten eram menawi meh sedaya tiyang remen dipun critani wiwit alit. Emanipun, samangke bab crita punika awis-awis katindakaken awit saking kathahing karepotan ingkang kedah katindakaken dening tiyang sepuh, utawi wontenipun “dolanan” ingkang ngremenaken para lare lan tiyang sepuh boten perlu “repot”. Nanging, nadyan “dolanan” punika ngremenaken, tetep boten saged ngawonaken manfaatipun crita. Tiyang sepuh ing negari-negari Eropa ngantos sepriki tetep tansah ndongengi (kanthi maosaken buku) anakipun saben badhe mangkat tilem, senadyan anak-anak ing ngrika ugi gadhah dolanan ingkang kathah kados anak-anak kita. Kanthi crita, sae ingkang nyritani lan ugi ingkang mirengaken crita dipun gladhi supados berimajinasi, ngenget-enget, kreatif lan gadhah pangraos kangge nanggapi critanipun. Pramila, crita utawi ndongeng dipun wastani kathah ginanipun utawi efektif kangge paring piwulang.
Isi
Mbokbilih prekawis ing inggil ugi kapirsanan dening Gusti Yesus, pramila Gusti lajeng ngutus tiyang ingkang nembe kasarasaken saking kerasukan dhemit supados crita dhateng brayatipun, tinimbang ndherek Gusti Yesus lan para sakabatipun. Boten saged dipun selaki bilih tiyang ingkang sampun kasarasaken saking kepanjingan dhemit pancen saestu ngucap sokur dhateng Gusti Yesus ingkang sampun paring kesarasan. Tamtunipun tiyang kalawau ugi kepengin tansah sesarengan kaliyan Gusti Yesus. Punika dados kabingahanipun. Kanthi tumut ing rombonganipun Gusti Yesus, piyambakipun badhe saged lelados kagem Gusti lan para sakabatipun. Pepenginan punika tamtunipun adhedhasar kesadharan minangka tiyang ingkang sampun nampi kawilujengan saking Gusti. Punika dados wujuding saos sokur lan gesang enggalipun.
Keputusan punika tamtunipun boten lepat tumrap tiyang ingkang nembe kasarasaken saking kepanjingan setan. Ananging Gusti Yesus mirsani prekawis ingkang benten. Gusti Yesus pirsa bilih estunipun wonten prekawis sanesipun ingkang saged katindakaken dening tiyang punika. Ingkang dipun wastani “prekawis sanes” punika tamtunipun langkung migunani tumrap tiyang kathah, inggih punika menawi tiyang kalawau crita utawi paring paseksi dhateng brayatipun lan tiyang sanes ing bab kawilujengan (kesarasan) ingkang sampun dipun tampi saking Gusti.
Nalika tiyang ingkang nembe kasarasaken saking kepanjingan setan punika crita dhateng brayatipun lan tiyang sanes ing bab kados pundi anggenipun Gusti Yesus nyarasaken piyambakipun, punika tamtu badhe dados paseksi ingkang gesang lan saestu migunani. Piyambakipun paring paseksi ing bab kesarasan lan kawilujengan ingkang kaasta dening Gusti Yesus boten awit saking pangucapipun tiyang sanes, ananging piyambakipun ngalami piyambak secara langsung ing bab katresnanipun Allah lan kawilujengan peparingipun Allah. Piyambakipun saged crita ing bab kados pundi kedadosan ingkang dipun alami, kados pundi raosing manahipun, kados pundi anggenipun Gusti Yesus nundhung dhemit, lsp. Punapa malih ingkang crita punika tiyang ingkang pancen ngalami piyambak.
Estunipun Gusti Yesus boten ngalang-alangi sinten kemawon, bangsa punapa kemawon, lan kados pundi kemawon asal-usulipun kangge dados pandherekipun, ndherek lelados minangka wujuding saos sokur lan gesang enggalipun. Sinten kemawon gadhah karep (hak) nampi katresnanipun Gusti lan dados umat kagunganipun (mugi kapirsanan waosan 1). Ananging Gusti Yesus mirsani bilih wonten prekawis ingkang langkung ageng lan migunani kangge nyariyosaken kanugrahanipun Gusti, katresnanipun Gusti ingkang paring pangluwaran dhateng manungsa saking sedaya panguwaos, inggih punika kanthi cara paring paseksi. Crita bab punapa ingkang sampun dipun alami dhateng brayatipun. Kenging punapa dhateng brayatipun? Awit brayatipun ingkang saestu mangertos kawontenanipun tiyang punika nalika taksih karangket ing panguwaosing dhemit (kluyuran ing pakuburan, wuda lan ugi saged mbedhat blenggunipun), mekaten ugi kados pundi wontenipun ewah-ewahan gesang ing samangke sasampunipun kasarasaken lan kawilujengaken dening Gusti Yesus. Wonten ewah-ewahan ingkang ageng sanget saking gesang saderengipun ingkang dados “anak setan” lan samangke dados “putranipun Gusti”.
Sinten kemawon ingkang mirengaken cariyosipun (kalebet brayatipun) mesthi ugi badhe crita dhateng tiyang sanesipun malih. Kanthi mekaten pawartos rahayu punika badhe langkung sumebar lumantar crita dari mulut ke mulut. Langkung-langkung, tiyang ingkang sampun kasarasaken dening Gusti Yesus punika ugi nindakaken prekawis ingkang nglangkungi punapa ingkang sampun kautus dening Gusti Yesus. Gusti Yesus ngutus supados tiyang kalawau wangsul lan nyariyosaken dhateng brayatipun punapa ingkang sampun katindakaken dening Gusti Yesus, ananging nyatanipun tiyang kalawau ngantos njlajah kitha martosaken pakaryanipun Gusti punika (ayat 39). Wontenipun kekiyatan lan kabingahan minangka tiyang ingkang sampun kawilujengaken lan kaluwaran saking panguwaosing dhemit ndadosaken piyambakipun ugi nggadhahi semangat ingkang ageng kangge nyariyosaken bab punapa ingkang nembe dipun alami. Piyambakipun kepengin andum kabingahan supados langkung kathah tiyang ingkang mirengaken panguwaosing Gusti Yesus lan katresnan ingkang paring pangluwaran ingkang kaasta dening Panjenenganipun (mugi kapirsanan waosan 2).
Crita bab Gusti Yesus nyatanipun boten namung paring kabingahan tumrap sinten kemawon ingkang dipun critani, nanging ugi tumrap tiyang ingkang crita. Adatipun, tiyang ingkang ngalami prekawis ingkang ngedab-edabi kados mekaten ewet kapenggak menawi badhe paring paseksi. Nyatanipun kangge paring paseksi bab panguwaosipun Gusti boten tamtu mbetahaken kaprigelan ingkang maligi. Punapa asal-usulipun, bangsanipun, lan sekolahipun tiyang ingkang nembe kasarasaken saking kepanjingan dhemit punika? Punika boten dados prekawis tumrap Gusti. Ingkang cetha, wonten ewah-ewahaning gesang ingkang ageng sanget saking tiyang punika. Saking gesang ingkang kajiret lan wonten salebeting panguwaosipun dhemit, samangke dados gesang ingkang merdika kangge martosaken katresnanipun Allah. Saking gesang ingkang namung nuruti pikajengipun dhemit, samangke dados gesang ingkang setya tuhu nindakaken kersanipun Gusti, kepara nindakaken ingkang langkung kathah tinimbang ingkang kadhawuhaken dening Gusti. Nyatanipun, tiyang punika boten meksa supados ndherek ing tindakipun Gusti Yesus, ananging langkung mbangun turut ing dhawuhipun Gusti supados wangsul paring paseksi.
Panutup
Kanthi crita, kita ugi saged paring paseksi bab panguwaosipun Gusti lan katresnanipun Gusti dhumateng umat kagunganipun. Katresnanipun Gusti ingkang paring pangluwaran, boten pilih-kasih, mekaten ugi kebak ing mukjijat ing saben wekdal lan tumrap sinten kemawon (kalebet tiyang ingkang kepanjingan dhemit). Iba endahipun menawi pawartos kabingahan punika ugi dipun mangertosi dening para lare lan brayat sanesipun wiwit alit mila. Pekan Anak ing salebeting minggu punika mugi ngengetaken kita menggah wigatosing crita bab katresnanipun Gusti tumrap para lare. Kita ugi dipun ajak supados sadhar bilih nyatanipun tradisi crita ingkang saestu ageng sanget ginanipun punika sampun wiwit katilaraken, kagantos dening kerepotan kita.
Cariyos bab tiyang ingkang kepanjingan dhemit lan kasarasaken dening Gusti Yesus punika ngengetaken kita bilih estunipun crita utawi paring paseksi bab punapa ingkang kita alami sesarengan kaliyan Gusti Yesus punika sanes prekawis ingkang remeh. Gusti Yesus kepara ugi ngutus kita supados nyariyosaken bab katresnanipun Gusti ingkang paring kawilujengan punika, boten kekilapan ugi dhateng para lare. Para lare ugi gadhah karep (hak) kangge mangertosi bilih para lare ugi dipun tresnani dening Gusti Yesus lan para lare ugi gadhah karep (hak) kangge dados umat kagunganipun Gusti. Menawi sanes kita ingkang crita dhateng para lare, lajeng sinten ingkang badhe crita? Menawi boten samangke kita crita bab Gusti Yesus, lajeng badhe kapan malih? Amin. (YM)
Pamuji : Kidung Pasamuwan Kristen 93 : 1, 2, 3.