BULAN EKUMENE
MINGGU BIASA 29
STOLA PUTIH
Bacaan 1 : Kejadian 32:22-31
Bacaan 2 : 2 Timotius 3:14-4:5
Bacaan 3 : Lukas 18:1-8
Tema Liturgis : Iman Kepada Kristus yang Mempersekutukan Kita
Tema Khotbah: Ekumene Dihidupi dengan Setia dalam Kemandirian Iman
Keterangan Bacaan
Kejadian 32:22-31
- Perikop ini bagi saya adalah perikop paling puitis, bukan bahasanya namun kisahnya. Sangat menyentuh hati. Sebelum maju berhadapan dengan Esau yang telah dikhianatinya dengan ditipunya, Yakub harus pertama kali berdamai dengan dirinya sendiri. Dan berdamai dengan diri sendiri itu sesungguhnya adalah perdamaian dengan TUHAN.
- Perdamaian dengan diri sendiri dan TUHAN tidak mudah, karena untuk itu Yakub harus bertarung semalam suntuk, bahkan sendi pangkal pahanya harus terpelecok untuk itu dan itu menyisakan bekas yang tidak mudah, dia pincang seumur hidupnya. Bertarung melawan diri sendiri adalah perihal pertama sebelum transformasi apa pun yang melibatkan pihak lain (Esau dalam hal ini).
- Yakub yang bisa memenangkan pertarungan melawan diri sendiri (dan membekaskan pincang itu) akhirnya mendapatkan nama baru, bukan Yakun sang penipu, tapi Israel sang umat Allah.
2 Timotius 3:14-4:5
- Kitab Suci adalah jalan untuk kembali pada diri sejati. Ketika seseorang mengenal diri sejatinya, imannya melalui Kitab Suci, maka pada saat itu dia dia sebenarnya telah dilengkapi untuk berhadapan dengan pihak lain. Kitab Suci inilah senjara untuk bertemu dengan yang lain, bukan pengertian diri sendiri, namun pengenalan akan Tuhan.
- Akan ada saatnya berbagai macam pengajaran dan kebijakan dunia akan memenuhi semesta dan mengajak orang terhisap di dalamnya. Pluralitas yang mengesampingkan identitas iman misalnya, justru untuk menjadi berkat seorang yang telah percaya tidak larut dalam berbagai macam warna dunia tersebut, namun tegak di dalam imannya. Keterlibatan seorang percaya di dunia justru menegaskan posisinya sebagai orang percaya. Menjadi berkat di dunia justru dengan berpegang teguh pada iman.
Lukas 18:1-8
- Perumpamaan yang dikatakan Yesus menunjukkan perbedaan sekaligus persamaan sikap antara sang hakim dengan Tuhan. Perumpamaan ini adalah perumpaan Yesus yang sangat cerdas tentang kesetiaan.
- Sang hakim membenarkan sang janda karena dia malas berhubungan terus menerus dengan sang janda, artinya sikapnya sebenarnya tidak lebih dari sikap politis. Dia tidak didorong oleh semangat mengasihi sang janda atau membela keadilan baginya, tapi semata-mata enggan berurusan dengan sang janda terus-menerus datang kepadanya siang dan malam.
- Jika sang hakim yang lalim saja demikian, apalagi Tuhan. Dia tentu akan menolong umatnya yang terus setia kepadaNya melalui kehidupan doanya yang tidak kunjung putus. Perumpamaan ini menggemakan: Jika engkau yang jahat tahu memberi yang baik kepada anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga.
- Dan ditutup dengan satir: apakah masih ada iman yang demikian setia (seperti sang janda) di bumi?
Benang Merah Antar Bacaan:
- Ekumene, menjadi berkat bagi sesama ciptaan, tidak bisa tidak dimulai dari kemandirian. Dan sejak seseorang mengenal Tuhan dan bergumul setia dengannya sesungguhnya (baca: seharusnya) kemandirian itu sudah ada padanya (berdamai dengan diri sendiri dan Tuhan – dalam GKJW dipahami dalam trilogi kemandirian: teologi, daya, dana). Jadi jika seseorang sudah mandiri dia tidak perlu khawatir dengan apa pun, karena Tuhan yang maha baik menyediakan ‘jaminan’nya. Jaminannya bukan jaminan politis, bukan jaminan ekonomis, bukan jaminan yang lain, tetapi iman itu sendiri adalah jaminan.
- Kemandirian itu dihidupi terus menerus dengan setia. Seperti kehidupan doa yang tidak kunjung putus. Hanya dengan semangat kemandirian, yang adalah semangat iman, itulah maka seseorang bisa menjadi berkat.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
Pendahuluan
Butet Manurung adalah seorang pejuang pendidikan alternatif nusantara. Sebagai seorang kelahiran Ibukota Jakarta tahun 1972, Butet telah menyandang dua gelar sarjana Sastra Indonesia dan Antropologi. Tetapi dia memilih menerjunkan diri membangun Sekolah Rimba mengajar baca tulis bagi anak-anak pedalaman di suku Anak Dalam atau Suku Kubu di Taman Nasional Bukit 12 dan 30 Jambi sejak 1999. Jauh dari keramaian dan hiruk pikuk modernitas. Perjuangannya terdengar oleh dunia, tahun 2001 Butet dianugrahi “The Man and Biosphere Award” dari LIPI-UNESCO. Majalah Time pun menganugerahi “Heroes of Asia Award 2004” dan dia juga meraih “Woman of The Year” bidang pendidikan oleh televisi swasta Anteve pada tahun yang sama. Dia tidak banyak berkoar-koar di media sosial tentang karyanya. Dia tidak banyak memberikan seminar dan penataran guru dan pendidik di seantero Indonesia. Namun usahanya telah memberkati dan berdampak bagi pendidikan alternatif di Indonesia. Salah satunya adalah sekolah alam yang sekarang begitu marak dikembangkan sebagai sekolah unggulan di seluruh Indonesia. Dengan melakukan panggilannya dengan setia, Butet Manurung telah berarti bagi yang lain.
Isi
Cikal bakal GKJW dibentuk dalam semangat Mardhika. Setelah Injil diterima, mereka membangun desa-desa Kristen dengan gereja, sekolah, dan pelayanan masyarakat. Maka desa-desa Kristen di Mojowarno, Rejoagung-Sidorejo Jember, Parerejo (sekarang Sidorejo-Purwoharjo), Purwodadi dan Tulungrejo Banyuwangi, serta desa-desa yang tersebar di Pesisir Selatan Pulau Jawa dari Malang, Lumajang, sampai Purwosari Banyuwangi terbangun dari semangat itu. Semangat Mardhika ini mengundang orang-orang lain untuk ikut datang ke sana, mencari hidup. Dan dari sana pelayanan GKJW menyebar di seluruh Jawa Timur, bahkan sampai hari ini masih menjadi Gereja Kristen paling banyak warganya di Jawa Timur.
Menjadi berkat terjadi tidak dengan mengada-ada, tetapi dengan menghidupi panggilannya dengan setia dan sadar akan perubahan dinamika masyarakat. GKJW tahun 2017 ini mulai masuk dalam masa PPJP (Program Pembangunan Jangka Panjang) dan PPJM (Program Pembangunan Jangka Menengah), semangatnya adalah Mandiri dan Menjadi Berkat. Untuk menjadi berkat dalam komunitas ekumene, GKJW sama dengan Butet Manurung, melakukannya bukan dengan cara yang lain, yakni dengan sungguh-sungguh menjadi GKJW, rekan kerja Tuhan menghadirkan tanda-tanda hadirnya Kerajaan Allah bagi dunia.
Kadang di tengah perubahan masyarakat yang semakin cepat pada saat-saat ini, kita lalu sibuk menyesuaikan diri dengan masyarakat. Bahkan tanpa sadar kita terseret pada hal-hal yang tidak lagi GKJW, bukan GKJW dalam arti organisatoris, tetapi GKJW dalam panggilan imannya. Kita sibuk mencari cara untuk menjadi berkat bagi sesama ciptaan. Padahal panggilan itu ada di dalam kita.
Sama seperti Yakub yang akan berjumpa dengan Esau, kita seringkali dibuat gelagapan, kalut, bingung dengan masalah dan dinamika yang kita hadapi dalam kehidupan. Namun kisah Yakub dalam bacaan kita berbicara lebih daripada cukup. Jika akan berhadapan dengan masalah yang paling berat sekalipun –bukankah sejak awal oleh Kitab Kejadian kita diberi cerita masalah Yakub itu adalah hubungannya dengan Esau dan keluarganya– kembalilah pada panggilan sejati kita. Berdamailah dengan diri sendiri. Dan itu tidak mudah. Menerima diri secara utuh. Itu salah satu pertarungan terberat bagi iman. Karena berdamai dengan diri sendiri adalah bertarung dengan Tuhan dan segala panggilannya. Siapa yang bisa mudah mengatakan ya ketika Tuhan mengatakan, “Kasihilah musuhmu, doakanlah mereka!” “Jika ditampar pipi kanan berikanlah pipi kiri!” “Mengingini saja sudah berdosa!” “Jangan khawatir akan hari esok!” “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya!” “Jika memberi jangan ingin diketahui tangan kirimu!” “Jadilah sempurna sama seperti Bapamu di sorga adalah sempurna!” Kembali pada kitab suci ketika ajaran dan kebijaksanaan dunia begitu bergelora. Siapa yang berani mengatakan itu mudah? Sangat sulit. Namun hanya dengan berdamai dengan diri sendiri itulah Yakub menjadi Israel. Kita menjadi GKJW. Tanpa itu kegiatan dan pelayanan kita, masih akan selalu petak umpet dan tidak damai sejahtera.
Perdamaian dengan diri sendiri jelas tidak mudah, tapi perjuangan kita belum berhenti di sana. Menghadirkan GKJW sejati dalam hubungan dengan yang lain jelas tidak mudah. Tapi perumpamaan yang kita dengar dalam Injil tadi mengingatkan kita. Kesulitan apa pun yang dihadapi, kembaliah kepada Tuhan. Pertolongan Tuhan itu tepat pada waktunya, jika kita sungguh-sungguh beriman dan mau setia. Kembali lagi ternyata, selalu kembali ke akar. Hanya dengan itu kita bisa menjadi berkat. Kita menjadi berkat bukan dengan menjadi sama dengan dunia, tetapi justru dengan menjadi GKJW, rekan kerja Tuhan.
Jika lelah bolehlah berhenti sejenak, ngopi dan berbagi cerita. Kita punya pondok-pondok sederhana dalam perjalanan menjadi berkat itu. Pondok-pondok kita adalah keluarga, sahabat, kekasih, gereja, kenangan, rahasia, belanja, makan, kepahitan, dan kita menyebutnya dengan banyak bahasa lain. Namun itu hanyalah pondok sementara. Perjalanan kita toh tetap menuju ke rumah damai sejahtera itu. Dan itu, terus tanamkan dalam diri, “sayalah GKJW dan dengan semangat GKJW ini saya mandiri dan menjadi berkat bagi yang lain.”
Penutup
Butet Manurung menjadi berkat tidak dengan banyak bicara, tapi aksinya menunjukkan panggilan dirinya. Cikal bakal GKJW menjadi berkat dengan menghidupi panggilan dan semangat Mardhika. Kita pun bisa menjadi berkat bagi yang lain, bukan dengan cara yang aneh-aneh. Cukup jadilah GKJW yang sejati, rekan kerja Tuhan. Dan itu dumulai dengan berdamai dengan diri sendiri dan Tuhan. Amin! [Gide]
Nyanyian: KJ 357: 1-4.
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Bebuka
Butet Manurung salah satunggaling pejuang pendidikan alternatif Bangsa Indonesia. Lair wonten in Jakarta tahun 1972, Butet Manurung kuliah ing kalih jurusan: Sastra Indonesia lan Antropologi. Nanging piyambakipun milih madamel ing lebeting wana, ing suku Anak Dalam utawi Suku Kubu in Jambi, mucal maos lan nulis dhateng anak-anak ing ngriku. Butet Manurung boten cariyos bab padamelanipun ing media sosial. Boten ugi asring paring ceramah nasional prekawis pendidikan. Nanging ing taun 2001 Butet kaparingan kanugrahan “The Man and Biosphere Award” saking LIPI-UNESCO, lan ing taun 2014 dipun sebat Majalah Time “Heroes of Asia 2004” lan ugi “Woman of The Year” ing bidang pendidikan saking Anteve. Usahanipun sampun mberkahi lan paring dampak kangge pendidikan alternatif ing Indonesia, malah dados model kangge sekolah alam ingkang samangke marak dados sekolah unggulan ing Indonesia. Kanthi setya nindakaken timbalanipun, Butet Manurung sampun migunani kangge liyan.
Isi
Cikal bakal GKJW mangun greja lan gesang ing masyarakat kanthi semangat Mardhika. Sasampunipun Injil katampi, para sesepuhing GKJW nyebar ing tlatah Jawi Wetan, mangun desa-desa Kristen, greja, sekolah, saha pusat pelayanan masyarakat. Desa-desa Kristen kados Mojowarno, Rejoagung-Sidorejo Jember, Parerejo (Samangke Sidorejo lan Purwoharjo), Purwodadi lan Tulungrejo Banyuwangi, saha desa-desa Kristen ing sisih Segara Kidul saking daerah Malang ngantos Purwosari Banyuwangi kawangun ing semangat punika. Semangat Mardhika punika lajeng ngundhang tiyang sanes rawuh pados pigesangan. Lan saking ngriku peladosan GKJW ngantos dinten punika karaosaken, malah nyebar ing daerah-daerah sanes, lan taksih dados greja ingkang paling kathah warganipun ing Jawi Wetan.
Dados berkah punika boten ngawonten-wontenaken, nanging mawi lumaku gesang ing timbalanipun kanthi setya saha sadhar dhateng perubahan masyarakat. GKJW taun 2017 punika lumebet ini mangsa PPJP (Program Pembangunan Jangka Panjang) lan PPJM (Program Pembangunan Jangka Menengah) kanthi semangat Mandiri dan Menjadi Berkat. Kangge dados berkah ing komunitas ekumene, GKJW kados Butet Manurung, boten dados lintu, nanging mawi dados GKJW, rowang gawenipun Gusti mujudakane tandha-tandha kratoning Allah kangge jagad.
Kadhang ing tengahing perubahan masyarakat ingkang saya gumregah ing wekdal punika, kita kangelan pados cara kados pundi mujudaken GKJW ingkang dados berkah. Kadhang malah kita dados madha rupa kaliyan jagad, lan kecalan GKJW-nipun, sanes organisasi GKJW, nanging Roh GKJW. Kamangka timbalan punika sejatosipun sampun wonten ing dhiri kita.
Sami kados Yakub ingkang badhe pepanggihan kaliyan Esap, kita kadhang ngantos gelagepen, bingung, kaliyan masalah ingkang kita adhepi. Nalika kita ngadhepi prekawis ingkang paling ageng kadosa pundi, sumangga wangsul ing timbalan wiwitan kita. Rukun kaliyan dhiri pribadi. Lan punika sanes prekawis gampil, punika biasanipun salah satunggal ingkang paling awrat tumrap iman. Nalika rukun kaliyan dhiri tegesipun kita wangsul dados makhluk titahipun Gusti. Sinten ingkang boten awrat nindakakan, “Tresnanana mungsuhmu, ndedongaa kanggo mungsuhmu!” “Yen pipi kiwa ditapuk, wenehna pipi tengen sisan!” “Aja kuwatir tumrap dina sesuk!” “Kratoning Swarga lan kabenerane upadinen dhisik.” “Yen nindakake prakara apik aja nganti diweruhi tangan kiwa.” “Dadia sampurna kaya Ramamu ing Swarga kang sampurna!” Wangsul dhumateng Kitab Suci nalika piwucal saha warna-warnining jagad ngedab-edabi, sinten ingkang saged matur gampil. Nanging namung kanthi punika Yakub sang penipu dados Israel umatipun Gusti. Kita dados GKJW. Tanpa punika kegiatan saha peladosan kita taksih tansah obak singit kaliyan tentrem rahayu.
Nanging sarampungipun rukun kaliyan dhiri pribadi, lampah kita dereng mandheg ing ngriku. Tegesipun boten namung sikap batin, nanging ugi ngantos laku lair. Nanging sabdanipun Gusti Yesus kala wau nentremaken manah. Eweta kados pundi, mangga wangsul dhumateng Gusti. Pitulunganipun Gusti punika pas wekdalipun nalika kita estu gondhelan ing iman saha kapitadosan kita kanthi setya. Jebul sami, wangsul dhumateng asal kita. Namung kanthi punika kita saged dados berkah tumrap tiyang sanes, boten sanes kanthi dados GKJW ingkah sejatos, rowang gawenipun Gusti.
Panutup
Butet Manurung sampun dados berkah tanpa kathah wara-wara, lakunipun sampun nedahaken punapa timbalanipun. Cikal bakal GKJW sampun dados berkah kanthi mujudaken semangat Mardhika. Kita ugi saged dados berkah tumrap tiyang sanes, boten kanthi cara ingkang aneh-aneh. Cekap dados GKJW ingkang sejatos, dados rowang damelipun Gusti. Lan punika kawiwitan saking rukun kaliyan dhiri pribadhi lan Gusti. Amin. [Gide]
Pamuji: KPK 78: 1, 2.