Minggu Biasa 7 | Pembukaan Bulan Keluarga
Stola Hijau
Bacaan 1: Yehezkiel 17 : 22 – 24
Mazmur: Mazmur 92 : 1 – 5
Bacaan 2: 2 Korintus 5 : 6 – 10, 14 – 17
Bacaan 3: Markus 4 : 26 – 34
Tema Liturgis: Keluarga GKJW Menumbuhkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Keluarga yang Hidup dalam Kasih, Perdamaian, dan Keadilan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yehezkiel 17 : 22 – 24: Setelah Gelap, Terbitlah Terang
Yehezkiel sebenarnya seorang imam yang ikut terbuang ke Babel bersama Raja Yoyakhin, beberapa pemimpin bangsa lainnya dan banyak orang-orang Yehuda pada kejatuhan Yerusalem yang pertama pada tahun 597 SM oleh serangan Raja Nebukadnesar dari Babel. Kemudian Raja Nebukadnesar mengangkat Zedekia yang pro-Babel untuk mengganti Yoyakhin. Pada waktu itu melalui perumpamaan, Yehezkiel menasihati Raja Zedekia supaya diam-diam saja dan tunduk kepada Babel. Namun Raja Zedekia meminta bantuan Firaun Raja Mesir dan memberontak ke Babel. Sikap Raja Zedekia ini membuat marah Nebukadnesar, sehingga dia menyerang Mesir dan menghancurkan Yerusalem pada tahun 586 SM. Zedekia beserta keluarganya dibunuh dan banyak orang-orang Yehuda dibuang ke Babel. Sungguh hari-hari yang penuh kegelapan (Yeh. 17:1-20).
Melalui perumpamaan pula dalam bacaan pasal 17:22-24 dinubuatkan tentang kedatangan Raja Mesias yang melakukan restorasi dan berkat pada masa depan. Yaitu tentang penanaman kembali pohon Kedar atau Pohon Aras yang baru yang dipangkas dan disetek dari pohon Aras yang lama. Pohon Aras adalah lambang Kemah atau tahta Daud. 1). Kristus datang sebagai pemenuhan janji Allah kepada Daud. 2). Dia muncul seperti ranting kecil yang tumbuh sebagai Raja Mesias yang lemah lembut, berakar di tanah yang kering (Yes. 53:2). Dia memasuki dunia sebagai anak kecil melalui rahim seorang ibu, direndahkan dan tidak begitu nampak semaraknya. 3). Ditanam di atas Gunung Zion, dimuliakan oleh Tuhan dan tampak jelas sampai kemana-mana. 4). Pohon Aras ini terus tumbuh besar dengan ranting-rantingnya dan buahnya yang lebat, sehingga menjadi tempat bernaung burung-burung dan sumber kehidupan semesta.
Kedar atau Aras besar akan dipotong, daunnya layu. Sedangkan Aras baru yang rendah dan kecil terus tumbuh menjadi besar, demikianlah kehidupan hamba yang rendah hati yang mencari Kerajaan Allah akan ditinggikan dan dimuliakan serta menjadi berkat. Allah sendiri sumber kehidupan.
2 Korintus 5 : 6 – 10, 14 – 17: Kristus Telah Mati supaya Setiap Orang Hidup bagi Dia
Dunia dengan kesemarakannya yang penuh ngengat dan gegat ini, termasuk rumah kita dengan segala kekayaannya akan dibongkar. Namun Tuhan telah menyediakan tempat kediaman di sorga kekal bagi kita. Di dunia ini, karena banyaknya tekanan dan kesulitan, kita mengeluh. Makin berat beban, kita makin rindu terhadap janji kehidupan baru surgawi itu (Ay. 1-4). Syukur Tuhan mengaruniakan Roh kepada kita sebagai jaminan bahwa kita akan mendapatkan apa yang telah disediakan itu (Ay. 5). Itulah yang membuat hati kita tabah (Ay. 6). Karena kita hidup bukan berdasarkan apa yang kita lihat, melainkan berdasarkan percaya (Ay. 8). Bahkan karena percaya kita terus berusaha dan bekerja baik ketika bersama tubuh ini maupun di luarnya, supaya kita berkenan kepada-Nya. Sehingga kita siap ketika menghadap ke Pengadilan Kristus. Karena dalam pengadilan itu setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang diakukannya (Ay. 10).
Karena kasih-Nya, Kristus sudah mati untuk semua orang, supaya mereka hidup. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Dia (Ay. 15). Ini menjadi dasar bagi Paulus untuk hidup tidak berdasarkan ukuran manusia, yaitu kepentingan diri sendiri (selfish), melainkan berdasarkan ukuran Allah, artinya hidup berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Kristus Sang Raja Kehidupan Baru (Ay. 16). Sehingga kita menjadi ciptaan baru yang terus diperbarui (Ay. 17). Di dalam Kristus, Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya, dan Dia mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kita (Ay. 18-19).
Markus 4 : 26 – 34: Perumpamaan tentang Benih yang Tumbuh dan Biji Sesawi
Dalam bacaan ini Tuhan Yesus mengajar dengan perumpamaan. Sastra perumpamaan merupakan cara yang biasa digunakan dalam budaya Yahudi. Dengan perumpamaan hal-hal besar dan makna yang dalam dapat diungkapkan dengan bahasa sederhana. Sehingga orang cendekia maupun orang yang sederhana, orang dengan pendidikan tinggi maupun rendah dapat memahaminya. Setiap orang mendapat sentuhan. Bahkan sering Tuhan Yesus kepada para murid secara khusus menjelaskan lebih jauh dan lebih dalam lagi arti perumpamaannya.
Kerajaan Allah digambarkan seperti benih yang ditebar. Hanya di dalam Injil Markus, perumpamaan tentang benih yang tumbuh ini (Mrk. 4:26-29). Jika di dalam perumpamaan benih sebelumnya Markus 4:1-20 paralel dengan Matius 13:1-23 dan Lukas 8:4-15, berbicara tentang tanah di mana benih itu disebar, maka dalam Markus 4:26-29 ini berbicara tentang benihnya itu sendiri. Selanjutnya Markus 4:30-34 paralel dengan Matius 13:31-35 dan Lukas 13:18-19 yang menjelaskan betapa kecilnya benih itu, hanya sebesar biji sesawi, tetapi tumbuh dengan dahsyat sehingga menjadi pohon yang besar, ranting-rantingnya banyak dan buahnya lebat. Sehingga burung-burung bernaung dan mendapat makanannya.
Dalam ilmu perbenihan, benih adalah bagian dari tanaman yang sangat penting dan vital, penuh potensi, dan sarana berkembang biak menjadi berlipat banyak. Sebuah benih, sekecil apapun, walaupun kelihatannya mati, tetapi sebenarnya hidup. Di dalam benih itu ada embrio atau calon akar, calon batang, dan calon daun. Benih yang baik adalah murni artinya tidak tercampur dengan berbagai varitas atau benih lain dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Ketika benih itu masuk ke dalam tanah, mendapatkan air dan sinar mentari, maka akarnya meregang tumbuh menyerap unsur kehidupan (hara), batangnya membesar dan kuncupnya merekah, terus tumbuh tanpa dapat dicegah.
Pertumbuhannya senyap, tersembunyi, tidak ada orang yang tahu. Tuhan sendiri, Sang Sumber Kehidupan yang menumbuhkannya. Pada akhirnya ada waktu panen, di mana tanaman itu dipanen. Jadi ada waktu awal pertumbuhan, ada waktu akhir panen. Saat itu hari pengadilan, setiap orang harus mempertanggungjawabkan kehidupannya.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Di tengah kekacauan, ketidakadilan, dan tiadanya harapan dunia, Kerajaan Allah datang di dalam kedatangan Sang Raja Mesias dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip damai sejahtera, kasih, kebenaran, dan keadilan yang berawal dari kecil, tetapi hidup, terus tumbuh berkembang, menembus ke kekekalan. Hendaknya ketiga prinsip vital kerajaan Allah itu menjadi nilai pokok dalam membangun keluarga, gereja, masyarakat, dan bangsa.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Tema liturgis kita adalah “Keluarga GKJW Menumbuhkan Perdamaian dan Keadilan Sosial.” Betapa perdamaian dan keadilan sosial ini sangat dirindukan oleh setiap orang, setiap masyarakat, dan setiap bangsa dari zaman ke zaman di bumi ini. Bangsa-bangsa muncul dan tenggelam, kerajaan-kerajaan muncul dan tenggelam. Mereka menjerit dimanakah damai sejahtera? Dimanakah keadilan? Namun banyak dari antara mereka berakhir dengan frustrasi, keputus-asaan, bahkan anarkhis dan kekacauan yang lebih parah lagi. Mungkin ada juga dari antara saudara yang memprotes tema kita ini. Apakah tema ini bukan hanya utopia atau fatamorgana, artinya sesuatu yang indah, tetapi jauh sekali dan tidak mungkin tergapai?
Isi
Betapa Mahalnya Keadilan Sosial dan Damai Sejahtera
Situasi dan kondisi seperti itulah yang dialami oleh orang-orang Israel Selatan atau Yehuda ketika mereka diporak-porandakan oleh Raja Nebukadnesar dari Babel pada tahun 597 SM dan berakhir dengan kehancuran Yerusalem (586 SM) serta pembuangan orang-orang Israel ke Babel. Mereka benar-benar mengalami shock rohani. Mengapa Tuhan membiarkan umat pilihan-Nya terbuang dan tertindas? Setiap hari terjadi kesewenang-wenangan, ketidakadilan! Penindasan! Kekacauan!
Demikianlah sejarah peradaban manusia. Peradaban yang penuh dengan persaingan dan perebutan. Bangsa-bangsa muncul dan tenggelam, raja-raja bangkit dan jatuh, masyarakat terpecah belah, karena disemangati roh cinta diri (selfish), egoistis, dilipat gandakan oleh ketamakan dan perburuan kuasa, dihancurkan oleh pertikaian dan peperangan. Ukuran kesuksesan manusia diukur oleh seberapa kaya harta yang dimiliki, seberapa luas wilayah yang dikuasai, dan seberapa besar kuasa yang dipegang. Kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan militer, kekuasaan pengaruh. Akibatnya terjadi ketidakadilan, diskriminasi, ketimpangan, kebencian, dendam yang membawa kepada ketidakdamaian, kekacauan, bahkan pertikaian dan peperangan. Mereka saling menyingkirkan, saling menguasai, dan saling menindas antara satu dengan lainnya. Di dunia semacam ini, yakni dunia yang dijiwai cinta diri (selfish) dan kesrakahan, dunia yang penuh ngengat dan gegat, dunia yang dikuasai hukum kelapukan dan kerusakan tidak ada damai sejahtera dan keadilan yang sempurna. Semua yang kelihatan itu serba sementara dan terbatas, penuh dengan ngengat dan gegat, serta akhirnya semuanya akan dibongkar, dan akan berakhir.
Bukankah persaingan dan perebutan yang dialami oleh bangsa-bangsa itu juga terus terjadi berulang-ulang hingga sekarang? Bahkan sudah dimulai sejak dari keluarga sebagai komunitas terkecil? Lebih-lebih betapa rawannya untuk bangsa yang majemuk, seperti bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, adat budaya, agama, dan partai politik ini. Betapa bahayanya jikalau masing-masing berjuang hanya untuk dirinya dan golongannya sendiri-sendiri tanpa wawasan kebangsaan. Sehubungan dengan hal ini kita bisa memahami betapa berbahayanya politik dan politisasi identitas, di mana identitas suku, daerah, dan agama digunakan sebagai kendaraan untuk memobilisasi massa, bahkan dibenturkan dengan yang lain demi mendapatkan keuntungan kekuasaan, baik bagi diri sendiri maupun golongannya sendiri.
Nubuat tentang Kedatangan Raja Al Masih, Raja Kerajaan Allah
Yehezkiel, seorang imam dari Yehuda ikut terbuang ke Babil bersama Raja Yoyakhin dan pemimpin-pemimpin Israel serta banyak orang Israel lainnya dalam pembuangan gelombang pertama tahun 597 SM. Di tengah kegelapan itu, melalui perumpamaan ia menubuatkan tentang kedatangan Kerajaan Al Masih yang akan melakukan restorasi dan berkat pada masa depan. Kerajaan itu seperti penanaman kembali pohon Kedar atau pohon Aras yang baru, yang dipangkas dan disetek dari pohon Aras yang lama. Pohon Aras adalah lambang Kemah atau tahta Daud. 1). Kristus datang sebagai pemenuhan janji Allah kepada Daud. 2). Dia muncul seperti ranting kecil yang tumbuh sebagai Raja Mesias yang lemah lembut, berakar di tanah yang kering (Yes. 53:2). Dia memasuki dunia sebagai anak kecil melalui rahim seorang ibu, direndahkan dan tidak nampak semaraknya. 3). Ditanam di atas Gunung Zion, dimuliakan oleh Tuhan dan tampak jelas sampai kemana-mana. 4). Pohon Aras ini terus tumbuh besar dengan ranting-ranting dan daun-daunnya yang teduh serta buahnya yang lebat, sehingga menjadi tempat bernaung burung-burung dan menjadi sumber kehidupan semesta.
Demikianlah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukanlah kekuasaan politik, militer dan wilayah, melainkan pemerintahan Allah yang berawal dari setiap hati yang berserah kepada-Nya dan dipimpin oleh kehendak-Nya, yaitu prinsip-prinsip dan nilai-nilai hidup dalam kasih, kebenaran, keadilan dan damai sejahtera. Di dalam Raja Mesias atau Sang Kristus, Kerajaan Allah itu telah datang. Apa yang dirindukan oleh para nabi dan raja, yang disembunyikan dari para cerdik cendekia itu telah dinyatakan kepada anak-anak kecil, orang-orang rendah dan tersingkir (Luk. 10:24; Mat. 11:25).
Berbahagialah kita yang telah menerima-Nya, percaya kepada-Nya dan dimasukkan ke dalam kerajaan-Nya. Gereja adalah tanda-tanda Kerajaan Allah. Tanda yang menunjuk dan mewujudkan pemerintahan Allah tersebut dalam hidupnya. Adakah kita dan keluarga kita sebagai komunitas dan gereja terkecil juga termasuk di dalam Kerajaan tersebut?
Menumbuhkan Keadilan dan Damai Sejahtera
Dalam Markus 4:26-29, Tuhan Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah itu seperti benih yang tumbuh. Jika dalam Markus 4:1-20 paralel dengan Matius 13:1-23 dan Lukas 8:4-15, berbicara tentang tanah di mana benih itu disebar, maka dalam Markus 4:26-29 ini berbicara tentang benih itu sendiri. Selanjutnya dalam ayat 30-34 tentang pertumbuhan benih itu.
Dalam ilmu perbenihan, benih adalah bagian dari tanaman yang sangat penting dan vital, untuk meneruskan generasi dan sarana berkembang biak menjadi berlipat banyak. Sebuah benih, sekecil apapun, walaupun kelihatannya mati, tetapi sebenarnya hidup. Di dalam benih itu ada embrio atau calon akar, calon batang dan calon daun. Benih yang baik adalah murni, artinya tidak tercampur dengan berbagai varitas atau benih lain dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Ketika benih itu masuk ke dalam tanah, mendapatkan air dan kemudian sinar mentari yang cukup, maka akarnya meregang tumbuh menjulur, menyerap unsur kehidupan (hara), batangnya membesar dan kuncupnya merekah, terus tumbuh tanpa dapat dicegah. Benih itu adalah Sabda Allah, Kehendak Allah, nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup pemerintahan-Nya.
Pertumbuhan Kerajaan Allah ini senyap, tersembunyi, tidak ada orang yang tahu. Tuhan sendiri, Sang Sumber Kehidupan yang menumbuhkannya. Pada akhirnya tanaman itu dipanen. Jadi ada waktu awal pertumbuhan dan ada waktu akhir, yakni panen. Saat itu hari pengadilan, setiap orang harus mempertanggungjawabkan kehidupannya.
Yehezkiel menggambarkan bahwa Pohon Aras yang lama, yang besar menjadi rendah dan pohon Aras yang baru menjadi jauh lebih tinggi. Bahkan pohon yang lama yang tinggi akan layu dan kering dan pohon yang layu dan kering bertaruk kembali dan tumbuh menjulang tinggi (Yeh. 17:24).
Secara gamblang pertumbuhan Kerajaan Allah di dalam diri seseorang itu dijelaskan oleh Rasul Paulus. Dunia yang kelihatan, yang penuh ngengat dan gegat serta dikuasai hukum kerusakan ini, termasuk rumah kita akan dibongkar. Tetapi Allah telah menyediakan tempat kediaman di surga kekal bagi kita orang percaya (2 Kor. 5:1). Kita semua mengerang, bahkan alam semesta menantikan yang kekal itu.
Oleh karena kasih-Nya, Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka (2 Kor. 5:15). Dalam penebusan Kristus, keadilan Allah dan keselamatan menyatu. Dosa harus dihukum. Dengan kematian-Nya, Kristus menggantikan tempat manusia menerima hukuman dosa, maka keadilan terpenuhi sekaligus keselamatan manusia terjadi. Kenyataannya, tidak semua orang menerima dan hidup untuk Dia. Bagi siapa saja yang menerima dan hidup di dalam Kristus, ia ciptaan baru, yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang (2 Kor. 5: 17), artinya Pohon Aras yang baru, Kerajaan Allah itu telah tumbuh di dalam dirinya. Karena itu hidup bagi orang percaya adalah perubahan dari luruhnya manusia lama (Aras yang lama) dan terus tumbuhnya manusia yang baru (Aras yang baru) di dalam dirinya. Sehingga kini Paulus tidak menilai manusia dan menilai Kristus menurut ukuran manusia (2 Kor. 5:16), yaitu hanya melihat apa yang kelihatan saja, yang fisik saja, hanya untuk kepentingan diri dan ketamakan saja, hanya berdasarkan hitungan matematis saja. Karena semuanya itu tunduk kepada hukum kehancuran dan akan dibongkar. Melainkan menurut ukuran Pemerintahan Allah, yaitu kasih, damai sejahtera, keadilan dan kebenaran Allah, yang kesemuanya telah diawali dan didasari dari kasih Kristus.
Kerajaan Allah itu telah ditanamkan di pusat hati kita yang terdalam. Hanya Allah sumber kebenaran atau keadilan (dikaios, dikaiosyne). Hukum Allah selalu benar dan adil. Kasih adalah intisari semua hukum dan roh semua kebajikan yang menyatukan manusia dengan Allah dan sesama. Hasilnya adalah damai sejahtera yang menentramkan dan menyatukan. Keadilan bukanlah kesamaan dan keseragaman, melainkan kesetaraan dimana setiap orang terpenuhi kebutuhannya, terjamin haknya, dan mampu memenuhi kewajibannya. Sikap adil adalah memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan oleh orang lain (Mat. 7:12). Ketiga prinsip hidup itu justru sangat vital dan dibutuhkan di dalam membangun keluarga, gereja, dan masyarakat yang majemuk, dimana setiap orang adalah unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan hidup di dalam dan membagi semua prinsip tersebut di atas, kita tidak hanya mengalaminya saja, namun Kerajaan Allah itu juga akan terus tumbuh, berkembang dan berbuah dalam hidup kita, hingga makin sempurna sampai saatnya dipanen di hari Pengadilan Akhir.
Penutup
Dunia dan peradaban manusia memang penuh kebencian, permusuhan, ketidakdamaian, ketidakadilan, dan ketidakbenaran karena selfish, egoistis dan ketamakan. Justru karena itu, janganlah kita menjadi penuh benci, permusuhan, kacau-balau, tidak adil, dan tidak benar sekalian. Karena semuanya itu akan hancur dan tidak mempunyai masa depan. Justru kasih, damai sejahtera, dan keadilan itu yang bermakna, menjadi berkat dan mempunyai masa depan kekal. Karena itu, nasihat Rasul Paulus hendaknya kita tetap tabah dan berusaha dengan sungguh-sungguh serta setia mewujudkannya sebagai nilai-nilai dasar kehidupan (2 Kor. 5 : 6, 8, 9). Marilah kita mulai dari keluarga kita masing, berkembang dalam jemaat dan masyarakat kita yang majemuk ini. Amin. [BRU].
Pujian: PKJ. 289 : 1, 2 Keluarga Hidup Indah
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Jejer kita ing wulan keluarga punika “Brayat GKJW Ngrembakaken Katentreman Miwah Kaadilan.” Gesang tentrem rahayu miwah adil para marta, sinten ingkang mboten kepengin? Sedaya tiyang, bebrayan, saha bangsa saestu ngantos-antos kanthi cengklungen. Mekaten ugi bangsa-bangsa, negari-negari miwah krajan-krajan ing jagad. Nanging iba kuciwanipun, bangsa-bangsa lan kraton-kraton muncul lan ambles sami njerit ngupadosi kaadilan lan katentreman, nanging pungkasanipun namung nglaha, semplah, malahan ambyar kecalan pangajeng-ajeng.
Mbokmenawi wonten ingkang maido dhumateng jejer kita punika. Punapa jejer ingkang kapacak punika mboten namung “utopia” utawi “ndhog amun-amun kemawon”? Artosipun satunggaling bab ingkang endah sanget, ananging tebih sanget miwah mboten saged kagayuh.
Isi
Iba Awisipun Kaadilan Miwah Tentrem Rahayu
Kawontenan kadosdene ingkang kasebataken ing nginggil punika kaalami dening bangsa Israel Kidul utawi Yehuda nalika dipun obrak-abrik dening Sang Prabu Nebukadnesar saking Kraton Babil ing taun 597 SM, ingkang kalajengaken ancuripun Yerusalem (586 SM) lan kabandhangipun tiyang-tiyang Israel punika dhateng Babil. Tiyang-tiyang Israel punika estu-estu ngalami syok rohani! Kenging punapa Gusti Allah negakaken umat pilihanipun kabucal dhateng Babil? Saben dinten dados pangewan-ewan, katindhes miwah kaobrak-abrik, ambyar dados sawalang-walang!
Inggih mekaten sejarah peradabanipun manungsa. Peradaban ingkang kebak persaingan lan rebutan. Bangsa-bangsa sami muncul lan ambles. Raja-raja tuwin para panguwaos sami madeg lan dhawah, bebrayan kajuwing-juwing. Sedaya punika karana dipun rasuki dening roh tresna dhiri pribadi (selfish), dhiri pribadi kedah dados punjering samudaya (egoistis), katangkar-tumangkaken dening sifat murka miwah mendem panguwaos. Ukuran kasiling gesanging manungsa namung kaukur saking sepinten bandha ingkang dipun gadhahi, sepinten wiyar lan ageng tebaning panguwaosipun. Panguwaos politik, ekonomi, militer miwah pengaruh. Akibatipun kedadosan mboten wonten kaadilan, mban cindhe – mban siladan, ketimpangan ingkang nuwuhaken raos sengit, dendam ingkang anjog dhateng kaonaran, malahan paprangan. Tiyang-tiyang punika sami singkir-siningkiraken, tindhes-tinindhes lan kuwaos-kinuwaosi. Ing donya ingkang kados mekaten punika mboten badhe wonten tentrem rahayu miwah kaadilan ingkang sejati lan sampurna. Sedaya ingkang ketingal punika saestunipun sarwa winates, kebak renget lan ama, ingkang pungkasanipun badhe kabongkar.
Rebutan ingkang kedadosan punika saestunipun makaping-kaping dipun alami dening bangsa-bangsa ngantos ing wekdal samangke. Malahan estunipun sampun kawiwitan wiwit ing brayat minangka bebrayan ingkang paling alit. Bab punika saestu rawan sanget kangge bangsa ingkang kedadosan saking maneka warni suku, adat budaya, agami miwah golongan politik kadosdene masyarakat Indonesia punika. Mbebayani sanget menawi saben suku utawi golongan namung merjuang kangge suku, agami utawi golonganipun piyambak-piyambak kemawon, tanpa wawasan kebangsaan. Sesambetan kaliyan sedaya punika iba mbebayani sanget wontenipun politik lan politisasi identitas. Ing pundi identitas suku, daerah lan agami kadadosaken alat, malahan kabenturaken kaliyan sanesipun kangge nggayuh panguwaos ingkang namung kangge nguntungaken dhiri pribadi utawi golonganipun piyambak kemawon.
Pameca Bab Rawuhipun Sang Mesih, Ratuning Kratoning Allah
Yehezkiel, satunggaling imam ingkang ndherek kabandhang sesarengan Sang Prabu Yoyakhin lan para pemimpim Yehuda sanesipun ing pambuangan ingkang kapisan dhateng Babil ing tahun 597 sakderengipun rawuhipun Gusti Yesus. Ing saktengahing peteng ndhedhet lelimengan punika lumantar paribasan Imam Yehezkiel meca bab rawuhipun Kratoning Sang Mesih ingkang badhe nindakaken pambangunan malih miwah mbabaraken berkah ing dinten ngajeng. Kratonipun punika kadosdene Wit Eres (Kedar) ingkang enggal ingkang katanem malih, ingkang kapangkas lan kasetek saking pucuking wit Eres ingkang lami. Wit Eres punika satunggaling wit-witan ingkang pinunjul, ingkang ing ngriki nglambangaken kraton utawi Tarubipun Dawud. Wosipun: 1). Sang Kristus rawuh ngganepi prasetyaning Allah dhumateng Dawud. 2). Panjenenganipun rawuh kadosdene pang ingkang alit, ketingal ringkih, ingkang tuwuh minangka Sang Mesih ingkang alus lan lembah ing budi, ngoyod ing siti aking (Yes. 53:2). Panjenenganipun rawuh ing jagad kadosdene bayi alit lumantar gua garbaning sang ibu, kaasoraken, babarpisan mboten ketingal semarakipun. 3). Katanem ing puncaking Gunung Sion, kamulyakaken dening Gusti Allah saha ketingal dumugi pundi-pundi. 4). Wit Eres punika terus tuwuh ngrembaka kanthi pang-pang lan ron-ronipun ingkang ketel, saengga dados papan pangayomaning peksi-peksi miwah sumber gesanging alam donya.
Mekaten rawuhipun Kratoning Allah. Kratoning Allah punika sanes panguwaosing politik, militer, utawi wilayah, ananging paprentahanipun Allah ingkang kawiwitan saking saben manah ingkang masrahaken gesangipun tuwin kapimpin dening kersanipun kemawon. Inggih punika prinsip-prinsip gesang ing sih katresnan, kaleresan, kaadilan miwah tentrem rahayu. Wonten ing Sang Kristus Kratoning Allah punika sampun prapta. Kraton ingkang dipun antos-antos kanthi cengklungen dening para nabi, raja, ingkang kadamel wados tumrap para wicaksana kanyatakaken dhumateng lare-lare alit, tiyang-tiyang alit, asor miwah kasingkir (Luk. 10:24; Mat. 11:25).
Saestu rahayu, dhumateng sinten kemawon ingkang masrahaken gesangipun dhumateng Sang Kristus, pitados dhumateng Panjenenganipun miwah kalebetaken dhateng kraton-Ipun. Greja ingkang ketingal punika saestunipun tandha ingkang nduding lan nyatakaken paprentahanipun Allah punika ing gesangipun. Mila brayat Kristen minangka pasamuan ingkang paling alit katimbalan mawujudaken sih katresnan, kaadilan, saha tentrem rahayu punika ing gesangipun.
Nuwuhaken lan Ngrembakakaken Kaadilan Miwah Tentrem rahayu
Ing Markus 4:26-29, Gusti Yesus maringi pasemon bilih Kratoning Allah punika kadosdene winih ingkang tuwuh. Menawi ing ayat sakderengipun (Mrk. 4:1-20; Mat. 13:1-23 lan Luk. 8:4-15) ngrembag bab siti papan winih punika kasebar, ing Mrk. 4:26-29 punika ngrembag bab winihipun piyambak punika. Saklajengipun ing ayat 30-34 kadospundi tuwuhipun winih punika.
Ing ilmu perbenihan, winih punika satunggaling peranganing tetaneman ingkang vital lan penting sanget kangge nglajengaken generasi saha sarana tangkar-tumangkaripun tetaneman. Satunggaling winih, senajan alit kados punapa kemawon, malah ketingalipun pejah, ananging saestunipun gesang. Ing nglebetipun wonten bakal oyot, bakal wit, lan bakalan ron. Winih ingkang sae punika murni, artosipun mboten kacampur kaliyan marupi-rupi winih sanes sarta nggadhahi daya tuwuh ingkang inggil. Nalika winih punika kadhawahaken ing siti, karembesan toya lan ketaman sunaring surya ingkang cekap, lajeng mbedhedheg, oyotipun mrambat nyesep sarining gesang, witipun tambah ageng, kuncup ronipun mekar, terus tuwuh sangsaya ageng mboten saged kacegah. Winih punika inggih pangandikanipun Allah, karsa miwah prinsip-prinsip gesang paprintahanipun Allah. Tuwuh sesidheman, mboten wonten tiyang ingkang sumerep. Yehuwah Allah piyambak Sang Sumbering Gesang ingkang nuwuhaken. Pungkasanipun tetaneman punika badhe kapanen. Wonten wekdalipun wiwitan tuwuh, ugi wonten wekdalipun panen pungkasan. Panen punika inggih dinten pangadilan akhir, saben tiyang kedah tanggel jawab dhumateng gesangipun.
Imam Yehezkiel nggambaraken bilih Wit Eres ingkang lami, ingkang ageng dados andhap sarta Wit Eres ingkang enggal, dados langkung inggil. Malahan ingkang lami dados alum lan aking, dene ingkang suwaunipun alum lan aking semi malih sarta tuwuh inggil sanget (Yeh. 17:24). Tuwuhing Kratoning Allah ing gesangipun tiyang punika kanthi gamblang kajelasaken dening Rasul Paulus. Bilih jagad ingkang ketingal, ingkang kebak renget lan kakuwaosi hukum karisakan punika badhe kabongkar, kalebet griya kita. Nanging Gusti Allah sampun nyediyani papan, padaleman ing Suwarga ingkang langgeng kangge kita para pitados (2 Kor. 5:1). Kita sedaya, dalasan sedaya mahkluk sa-alam donya sami nggresah cengklungen ngantos-antos ingkang langgeng punika.
Karana sihipun, Gusti Yesus sampun seda kangge sedaya tiyang, supados tiyang-tiyang punika gesang mboten kangge dhirinipun piyambak kemawon, ananging konjuk kagem Panjenenganipun ingkang sampun seda lan kawungokaken kangge tiyang-tiyang punika (2 Kor. 5:15). Inggih ing seda tuwin pengorbananipun Gusti Yesus punika kaadilanipun Allah miwah kawilujenganipun manungsa manunggal. Kanthi sinalibipun Sang Kristus ingkang nggantos papanipun manungsa miturut kaadilanipun Allah dosa kaukum miwah manungsa kawilujengaken. Kanyatanipun, mboten sedaya tiyang sami nampi, pitados tuwin gesang konjuk Panjenenganipun. Tumrap tiyang ingkang nampi, pitados lan gesang ing Sang Kristus, piyambakipun dados titah enggal, ingkang lami sirna, ingkang enggal sampun prapta (2 Kor. 5:17), wosipun Wit Eres ingkang enggal, inggih Kratoning Allah punika sampun tuwuh ing dhirinipun. Kanthi mekaten gesanging tiyang pitados punika ateges ewah-ewahan saking luruhipun manungsa lami (Eres ingkang lami) saha terus tuwuhipun manungsa enggal (Eres ingkang enggal). Saengga sapunika Paulus mboten ngukur manungsa, punapa dene Sang Kristus adhedhasar ukuraning manungsa (2 Kor. 5:16), inggih punika namung ningali ingkang ketingal, ingkang jasmani kemawon, namung kangge kauntunganing dhirinipun piyambak, etung-etungan matematis, nguja kesrakahan kemawon. Awit sedaya punika tundhuk ing hukum karisakan, sarwa winates lan badhe kabongkar. Ananging miturut ukuran paprintahanipun Allah, inggih punika sih katresnan, tentrem rahayu miwah kaadilan, kaleresanipun Allah.
Namung Yehuwah sumbering kaleresan utawi kaadilan (diaios, dikaiosyne). Mila sedaya pepakenipun Yehuwah punika adil lan leres. Sih katresnan punika inti sarining sedaya pepaken miwah rohing sedaya kasaenan ingkang nunggilaken manungsa kaliyan Allah tuwin sesaminipun. Patunggilan kaliyan Allah punika ingkang ndadosaken tentrem rahayu. Mila kaadilan punika sanes sedaya kedah sami lan seragam, ananging setara, kapenuhan kabetahanipun miwah hakipun sarta saged nindakaken kewajibanipun. Sikep adil punika wosipun inggih nindakaken punapa ingkang kita kajengaken katindakaken dening tiyang sanes dhumateng kita (Mat. 7:2). Tetiga prinsip gesang punika saestu sanget vital miwah kabetahaken sanget ing saklebeting mbangun brayat, pasamuan tuwin bebrayan ing saktengahing masyarakat ingkang maneka warni punika. Awit saben tiyang punika unik kanthi sedaya kalangkunganipun lan kekiranganipun. Kanthi gesang saha mbagi sedaya sih katresnan, tentrem rahayu, miwah kaadilan punika estunipun kita mboten namung badhe ngalami sedaya punika kemawon, ananging Kratoning Allah ugi badhe terus tuwuh ngrembaka miwah ngedalaken woh ing gesang kita, ngantos sampurna dugeng wekdalipun kapanen.
Sumangga tentrem rahayu miwah kaadilan ingkang sampun tumanem lebet ing telenging manah punika tansah kita ilekaken dhateng pangangen-angen lan pikiran kita sumrambahipun mawujud ngrembaka ing pitembungan, sifat, sikep, lan tumindak kita saben dinten. Sedaya punika ingkang badhe terus nuwuhaken miwah ngrembakakaken gesang tumuju kasampurnan saha kelanggengan.
Panutup
Jagad pancen kebak raos sengit, iri, dengki, memengsahan, namung mentingaken diri pribadi (selfish), mboten adil miwah kebak kesrakahan. Inggih karana bab punika kita katimbalan supados mboten kados mekaten. Awit sedaya punika badhe ancur lan mboten nggadhahi dinten ngajeng. Justru sih katresnan, tentrem rahayu miwah kaadilan punika ingkang nggadhahi artos, dados berkah lan nggadhahi dinten ngajeng. Mila pituturipun Rasul Paulus, supados kita tetep tabah, miwah ngupaya kanthi estu saha kanthi setya tuhu mawujudaken sih, katentreman miwah kaadilan minangka prinsip dhasaring gesang (2 Kor. 5:6,8,9). Sumangga sedaya punika terus kita kembangaken wiwit saking brayat, ngrembaka ing pasamuan lan tengahing masyarakat. Amin. [BRU].
Pamuji: KPJ. 316 : 1, 2 Brayat Kang Tinangsulan Ing Tresna