Beriman Teguh dalam Mewartakan Kerajaan Allah Berdasar Atas Rengkuhan Kasih-Nya yang Tak Terbatas Khotbah Minggu 13 Maret 2022

28 February 2022

Minggu Pra Paskah 2
Stola Ungu

Bacaan 1: Kejadian 15 : 1 12, 17 18
Bacaan 2
:
Filipi 3: 17 – 4 :1
Bacaan 3
:
Lukas 13: 31 35

Tema Liturgis: Bertirakat sebagai Jalan Memperbarui Panggilan dan Iman
Tema Khotbah: Beriman Teguh dalam Mewartakan Kerajaan Allah Berdasar Atas Rengkuhan Kasih-Nya yang Tak Terbatas.

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kejadian 15 : 1 12, 17 18
Bagi orang Israel keturunan adalah sesuatu yang sangat penting. Keberadaan keturunan tidak hanya berkaitan dengan kelangsungan silsilah keluarga, namun berkaitan pula dengan hak atas tanah atau hak atas harta benda (Ay. 2). Sejak semula manakala Tuhan Allah memanggil Abram untuk keluar dari Ur-Kasdim, Tuhan menjanjikan bahwa Abram akan menjadi bangsa yang besar (Kej. 12:2). Konsekuensi dari janji tersebut, Abram dan Sara harus memiliki keturunan. Keberadaan keturunan membawa kelangsungan bagi keluarga serta memastikan kelangsungan pula bagi kepemilikan harta benda. Konteks Kejadian 15 adalah Abram telah putus-asa, karena di usia lanjut, Sara belum mengandung dan memiliki seorang anak. Janji Tuhan akan hadirnya keturunan bagi Abram tidak kunjung datang. Kondisi yang demikian sudah barang tentu membuat Abram berkecil hati serta berpikir bahwa ia tidak akan memiliki keturunan. Abram bahkan berpikir bahwa hambanya yang bernama Eliezer yang nantinya akan menjadi ahli waris baginya (Ay. 2). Dalam kebimbangan yang menggelayut di hati Abram, Tuhan Allah meneguhkan hatinya dengan berkata, “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu, upahmu akan sangat besar.” Tuhan Allah menjanjikan bahwa yang akan menjadi ahli waris Abram bukanlah Eliezer, melainkan anak kandungnya sendiri (Ay. 4). Keturunan bagi Abram bahkan akan menjadi sangat banyak bagaikan bintang-bintang di langit (Ay. 5). Allah yang memanggil Abram keluar dari Ur-Kasdim, Allah yang sama pula yang akan menepati janji-Nya tersebut (Ay. 7). Mendengar janji Tuhan Allah itu, Abram meneguhkan hatinya. Ia kemudian menjadi percaya akan janji Tuhan serta menyimpan dalam hatinya sebagai sebuah kebenaran (Ay. 6).

Allah menyatakan diri-Nya sebagai perisai. Fungsi perisai (tameng) adalah pelindung di dada seorang prajurit pada zaman dahulu terhadap serangan pedang atau panah dari para musuh. Fungsi perisai bagi seorang prajurit sangat penting, perisai membuat dia terhindar dari kematian kecuali jika mengenai anggota tubuh lain yang tidak terlindung. Gambaran Allah sebagai perisai meneguhkan Abram untuk tidak perlu takut. Allah sebagai perisai adalah peran Allah sebagai pelindung bagi semua keturunan Abram. Allah menempatkan semua anak-anak dan keturunan Abram dalam naungan sayap kasih-Nya sejauh mereka bersikap seperti Abram, yaitu hidup dalam sikap iman kepada Allah. Makna teologis ini juga ditemukan dalam bacaan ketiga, yaitu Lukas 13:31-35. Sosok Yesus seperti induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, yaitu memberikan perlindungan apabila mereka percaya kepada Dia. Tetapi apabila mereka menolak Yesus, maka mereka akan binasa: “Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.”

Filipi 3 : 17 4 : 1
Paulus memulai dengan ajakan kepada jemaat Filipi untuk mengikuti teladan Paulus serta mereka yang hidup menjadi teladan sebagaimana Paulus. Keteladanan yang dimaksudkan adalah sebuah antitesa terhadap sikap buruk yang ditunjukkan oleh para ‘seteru salib Kristus’ (Ay. 18). Siapakah seteru salib Kristus yang dimaksud dalam ayat tersebut? Dalam teks tersebut memang tidak terlalu jelas. Namun apabila kita merunut pada seteru Paulus di jemaat Filipi, sangat mungkin yang dimaksudkan sebagai ‘seteru salib Kristus’ adalah kalangan Gnostik. Ajaran mendasar dari kaum Gnostik adalah membedakan antara roh dan materi. Dalam ajaran Gnostik, Roh adalah baik, sementara materi adalah jahat. Tubuh manusia adalah materi, dan itu berarti tubuh manusia adalah jahat. Oleh karenanya dalam pemahaman Gnostik, manusia boleh melakukan apapun terhadap tubuh yang jahat ini sebab tidak akan berimbas pada roh. Manusia boleh hidup dalam perzinahan, kerakusan, kemabukan dan kejahatan apapun yang bisa dilakukan oleh tubuh. Ajaran yang demikian yang ditentang oleh Paulus. Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa mereka haruslah menjauhi ajaran para penyesat dan memilih untuk meneladan Paulus. Paulus mengingatkan mereka bahwa kewargaan mereka adalah ‘kewargaan sorga’ (Ay. 20). Dalam kacamata sosio-retorik, istilah ‘kewargaan sorga’ dipakai oleh Paulus karena Filipi adalah wilayah Greco-Roman. Masyarakat di Filipi hidup dalam keistimewaan sebagai orang Romawi. Hal ini membuat mereka menjadi meninggikan diri dan merasa diri sebagai orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Paulus mengingatkan mereka agar tidak mengikat diri para status kewargaan Romawi, melainkan sebagai warga ‘Kerajaan Sorga’ sehingga tidak terikat pada hal yang duniawi. Dalam ketekunan dan keyakinan, jemaat diajak untuk tetap menaruh harap pada pengharapan akan kehadiran Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat (Ay. 20).

Lukas 13 : 31 35
Perjalanan Yesus mewartakan Injil Kerajaan Allah tidak hanya direspon dengan mereka yang menerima dengan sukacita, namun dihadapkan pula dengan penolakan dari beberapa kalangan. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Yahudi kerap kali tampil untuk menolak pengajaran yang Yesus lakukan. Dalam bacaan Injil kita pada saat ini, Yesus tampak sedang melakukan pengajaran kepada orang-orang di Yerusalem (Luk. 13:22-30). Sementara Yesus sedang mengajar, datanglah beberapa orang Farisi mengingatkan Yesus untuk pergi dari Yesusalem sebab Herodes akan membunuh Yesus (Ay. 31). Sekilas apabila kita membaca bagian ini, seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi adalah karena mereka peduli kepada Yesus. Namun apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi sesungguhnya adalah dalam rangka menghentikan pengajaran yang dilakukan oleh Yesus. Mereka menakut-nakuti Yesus dengan mengatakan bahwa Herodes akan membunuh-Nya apabila ia tetap berada di Yerusalem. Namun tipu muslihat dari orang-orang Farisi tidak membuat Yesus takut dan gentar.

Justru Yesus menggunakan informasi ancaman yang disampaikan oleh orang-orang Farisi itu sebagai kesempatan untuk menjelaskan maksud kedatangan-Nya di dunia ini. Misi kedatangan Yesus adalah Ia akan wafat sebagai puncak dari seluruh karya pelayanan-Nya. Kematian-Nya adalah bagian dari rencana Allah dan tidak memiliki kaitan apapun dengan rencana Herodes untuk membunuh-Nya. Dalam pandangan Yesus, sosok Herodes dipandang sebagai “serigala.” Pelayanan Yesus sebelum Ia wafat dinyatakan, yaitu: “Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.” Makna kata “pada hari ini dan besok” menurut Scott Shauf dalam Commentary on Luke 13:31-35 menegaskan bahwa Herodes tidak memiliki kuasa apapun terhadap diri Yesus. Sebab Yesus sendiri yang menentukan “saat-Nya” kapan Ia memenuhi rencana Allah melalui kematian-Nya dan kapan Ia akan bangkit. Jadi Injil Lukas yang menegaskan dengan pernyataan Yesus yaitu: “pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” merupakan waktu yang diagendakan Allah dalam hidup-Nya. Perhatikanlah perkataan Yesus, yaitu: “dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” menunjuk pada kedaulatan Yesus dalam menentukan tugas dan misi hidup-Nya sampai selesai.

Dalam ayat 33 Yesus meneguhkan diri dengan berkata demikian, “Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku.” Ada tekad yang kuat dan keteguhan hati yang tak gentar meskipun dihadapkan pada beragam ancaman dan marabahaya. Yesus tetap melakukan panggilan perutusan dari Bapa-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah bagi dunia, meskipun harus menanggung sengsara bahkan kematian. Kristus datang untuk menyelamatkan mereka seperti seekor induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya: “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya.” Allah di dalam Kristus digambarkan secara feminim yaitu induk ayam yang melindungi dan menjaga anak-anaknya. Pernyataan “berkali-kali” menunjukkan intensitas tindakan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya yang hidup dalam kemunafikan agar mereka bertobat. Dia datang bukan dengan kekuatan militer dan politis. Seperti seekor induk ayam, senjata utama Yesus adalah cinta-kasih Allah yang tak bersyarat dan tak terukur oleh kejahatan dan dosa manusia. Kasih Allah sering digambarkan sebagai seorang ibu yang dengan kasih-sayang mencintai buah rahimnya, yaitu anak-anaknya. Jadi makna tangisan Yesus saat menangisi Yerusalem merupakan ungkapan tangisan kasih seorang ibu yang prihatin dan peduli terhadap keselamatan anak-anaknya.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Tetap memiliki keteguhan hati di tengah ancaman dan ketidakpastian bukanlah perkara yang mudah. Abram sempat bimbang akan janji Tuhan karena keturunan tidak kunjung datang baginya. Namun Tuhan Allah meneguhkan Abram akan janji-Nya itu. Melalui sapaan dan janji Tuhan, Abram memiliki keteguhan hati untuk meneruskan perjalanannya dengan iman. Demikian pula Yesus dihadapkan pada ancaman yang bisa saja menghentikan pekerjaan serta karya-Nya dalam mewartakan Kerajaan Allah. Namun Yesus memiliki keteguhan hati sehingga tidak tergoyahkan manakala ancaman dan marabahaya datang untuk menghentikan perjalanan-Nya. Dalam bacaan kedua, Paulus juga mengingatkan jemaat di Filipi untuk memiliki keteguhan hati dalam menghadapi beragam godaan dari dosa. Dalam Filipi 4:1 Paulus menulis “Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!”

Bahkan rengkuhan kasih Kristus semakin meneguhkan dalam menghadapi tantangan, ketidakpastian dan cobaan. Seperti induk ayam yang merengkuh dan melindungi anak-anaknya dari bahaya demikianlah Kristus melindungi kita. Dalam cerita Abram diceritakan, Allah sebagai perisai yang memberi perlindungan.

 

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silahkan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus, pernahkah saudara bimbang? Dalam kondisi apa kita mengalami bimbang? Ada beberapa hal yang bisa membuat kita bimbang dalam melakukan sesuatu, diantaranya karena ketidakpastian, karena adanya bahaya, serta bisa pula karena dihadapkan pada terlalu banyak pilihan. Sebagai contoh misalnya, kita bepergian ke suatu tempat tertentu. Namun tempat tersebut adalah tempat yang baru, di mana kita belum pernah tahu jalan menuju tempat tersebut. Untuk mencapai tempat tersebut kita hanya diberi sedikit petunjuk arah. Sebelum berangkat bisa jadi kita ragu, apakah kita bisa sampai ke tempat tersebut karena kita belum pernah ke sana. Belum lagi saat di tengah perjalanan, kita dihadapkan pada percabangan jalan di mana kita harus memilih untuk belok ke kanan atau ke kiri, memilih jalan yang naik atau jalan yang turun. Hal-hal yang demikian bisa membuat kita ragu atau bimbang. Belum lagi jika jalan yang akan kita lalui terkenal sebagai jalan yang berbahaya, baik karena kontur jalannya yang mengerikan, atau karena sering terjadi kejahatan di sepanjang jalan yang akan kita lalui. Dalam perjalanan kehidupan sebenarnya kita juga seringkali dihadapkan pada berbagai pilihan, dimana kita tidak tahu dengan pasti jalan akhirnya akan sampai kemana. Di tengah ketidakpastian itu kerap kali kita berhenti dan enggan untuk melangkah.

Isi
Saudaraku yang kekasih. Abram pernah mengalami bimbang dalam perjalanan kehidupannya. Ia telah diutus oleh Tuhan Allah untuk meninggalkan tempat tinggalnya menuju suatu tempat yang akan ditunjukkan Tuhan baginya (Kej. 12:1). Bersama pula dengan janji tersebut, Tuhan akan membuat Abram menjadi bangsa yang besar. Namun setelah beberapa waktu, keturunan tidak hadir pula bagi Abram dan Sara. Tentu kita bisa memahami kegelisahan hati Abram. Sementara usia Abram terus bertambah, keturunan tidak segera hadir baginya. Abram bahkan mengira bahwa Eliezer hambanya yang nantinya akan mewarisi tanah dan kelangsungan keturunannya. Dalam kebimbangan yang menggelayut di hati Abram, Tuhan Allah meneguhkan hatinya dengan berkata “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu, upahmu akan sangat besar.” Tuhan Allah menjanjikan bahwa yang akan menjadi ahli waris Abram bukanlah Eliezer, melainkan anak kandungnya sendiri (Ay. 4). Keturunan bagi Abram bahkan akan menjadi sangat banyak bagaikan bintang-bintang di langit (Ay. 5). Allah yang memanggil Abram keluar dari Ur-Kasdim, Allah yang sama pula yang akan menepati janji-Nya tersebut (Ay. 7). Mendengar janji Tuhan Allah, Abram meneguhkan hatinya. Ia kemudian menjadi percaya akan janji Tuhan serta menyimpan dalam hatinya sebagai sebuah kebenaran (Ay. 6). Bahkan Allah menyatakan kepada Abram, sebagai perisai bagi seluruh keturunan Abram jika mau menuruti kehendak Allah.

Demikian juga dengan Yesus yang dihadapkan pada godaan untuk menghentikan tugas perutusan-Nya. Beberapa orang Farisi datang kepada Yesus dan meminta supaya Ia segera pergi dari Yerusalem. Sementara Yesus sedang mengajar, datanglah beberapa orang Farisi mengingatkan Yesus untuk pergi dari Yesusalem sebab Herodes akan membunuh Yesus (Ay. 31). Sekilas apabila kita membaca bagian ini, seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi adalah karena mereka peduli kepada Yesus. Namun apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi sesungguhnya adalah dalam rangka menghentikan pengajaran yang dilakukan oleh Yesus. Mereka menakut-nakuti Yesus dengan mengatakan bahwa Herodes akan membunuh-Nya apabila ia tetap berada di Yerusalem. Namun tipu muslihat dari orang-orang Farisi tidak membuat Yesus takut dan gentar. Yesus tetap pada pendirian-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah meskipun dengan beragam konsekuensi dan resiko yang harus Ia tanggung. Ia tidak takut dengan kematian. Dalam ayat 33 Yesus meneguhkan diri dengan berkata demikian, “Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku.” Ada tekad yang kuat dan keteguhan hati yang tak gentar melakukan panggilan perutusan dari Bapa-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah bagi dunia meskipun harus menanggung sengsara bahkan kematian meskipun dihadapkan pada beragam ancaman dan marabahaya.

Kuasa dunia memang ingin menghancurkan misi Allah untuk menyelamatkan dunia, dengan cara membunuh Yesus. Yerusalem menjadi simbolisasi kehadiran Allah, dan juga manifestasi dari para lawan Allah yang menolak maksud hatiNya untuk merangkul dan melawat mereka. Lawatan dan rangkulan Allah kepada Yerusalem dinyatakan Kristus sebagai wujud kasih seorang ibu. Gambaran diri Allah sebagai induk ayam menunjukkan keberanian untuk melindungi di bawah sayap, tetapi di pihak lain juga menunjukkan “lemah” dari sisi fisik bila berhadapan dengan serigala (sebutan bagi Herodes). Gambaran yang sangat kontras. Allah yang Maha Kuasa digambarkan sebagai seekor induk ayam, sedangkan Herodes atau umat manusia yang rapuh dan jahat justru digambarkan sebagai serigala. Gambaran induk ayam menunjuk kepada kerahiman Allah kepada umat yang berdosa. Gambaran ini semakin menyadarkan kita bahwa makna kemahakuasaan dan kasih Allah lebih ditentukan oleh kelembutan kasih dan kekayaan rahmat-Nya yang bersedia berkurban, meskipun umat-Nya menolak uluran kasih dan pertolongan Allah. Rahasia kasih Allah yang tak bersyarat dan tak terbatas. Karena seringkali di tengah realitas dunia, area kehidupan hanya dibagi antara hitam dan putih. Sayangnya yang disebut “putih” adalah kelompok mereka sendiri, sedangkan kelompok liyan dimasukkan dalam area ”hitam”. Bahkan parahnya menistakan kelompok yang tidak sepaham. Kondisi yang demikian memicu perpecahan. (Filipi 3:18-19).

Saudaraku yang kekasih. Perjuangan iman serta panggilan kita untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah di bumi juga kerapkali dihadapkan pada godaan untuk menjadi bimbang dan ragu. Dalam bacaan ke 2, Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Filipi untuk tetap memiliki keteguhan hati di dalam Tuhan (Fil. 4:1). Di tengah berbagai rintangan serta godaan apapun, jemaat di Filipi dipanggil untuk senantiasa berpegang teguh pada Tuhan, dengan demikian iman serta pengharapan mereka tetap tertuju pada-Nya.

Penutup
Di minggu pra-paskah kedua ini kita belajar tentang keteguhan dan kesetiaan akan panggilan hingga akhir berdasar atas kasih Kristus yang merengkuh dan merangkul setiap ciptaan tanpa syarat. Belajar dari Yesus yang senantiasa memegang teguh apa yang menjadi panggilannya untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah meskipun dihadapkan pada beragam rintangan serta penderitaan. Belajar dari kepedulian Yesus terhadap Yerusalem, meski Yerusalem menolakNya. Kesedihan dan keprihatinan tidak menghalangi Yesus untuk tetap setia dan konsisten untuk melakukan kehendak Tuhan. Bagaimana dengan kita? Seringkali kita terhanyut, luka dan kepedihan mematahkan kesetiaan dan konsistensi kita dalam tugas dan panggilan melayani Tuhan. Marilah kita juga memiliki keteguhan hati dalam melakukan panggilan Tuhan untuk mewartakan kasih Allah, meskipun kasih yang kita nyatakan kadangkala tidak diterima dengan baik oleh orang lain, meskipun rintangan bahkan penderitaan harus kita alami. Sejauhmana kasih dan kesetiaan kita sungguh-sungguh tunduk di bawah otoritas kasih-Nya? Dalam keteguhan hati kepada Tuhan, pengharapan kita tidak akan sia-sia. Amin. [ANS].

 

Pujian: KJ. 426 : 1, 3 Kita Harus Membawa Berita


Rancangan Khotbah: Basa Jawi

Pambuka
Para sedherek ingkang dipuntresnani dening Gusti Yesus, punapa panjenengan nate ganggam? Ing salebeting kawontenan punapa kita ngalami ganggam? Wonten sawetawis prekawis ingkang saged ndadosaken kita ganggam anggenipun tumindak, ing antawisipun inggih punika awit pilihan kita boten mesti, awit wontenipun bebaya, lan saged ugi karana dipun aben-ajengaken kaliyan sakathahing pilihan. Contonipun menawi kita kekesahan wonten ing satunggaling panggenan. Nanging kita boten mangertos papan ingkang badhe kita tuju. Anggen kita saged dumugi ing papan kasebat namung wonten sekedik cecala lan arah kangge kita. Sakderengipun kita lumampah saged tuwuh raos ganggam, punapa kita saged dumugi ing papan ingkang badhe kita tuju awit kita dereng nate nuju dhateng papan punika. Dereng malih menawi wonten ing satengahing margi kita kaaben-ajengaken kaliyan pilihan margi, badhe menggok kiwa napa tengen, badhe minggah napa mudhun. Prekawis punika saged ndadosaken kita ragu. Dereng malih menawi margi ingkang badhe kita lampahi punika kondang minangka margi ingkang mbebayani, inggih awit marginipun ingkang angel lan ugi wontenipun bebaya ing margi punika. Lampahing gesang estunipun ugi asring kaaben-ajengaken kaliyan pilihan ingkang kita boten mangertos margi ingkang badhe kita tuju sacara mesti. Ing salebeting kawontenan ingkang boten mesti punika kita tinimbalan supados tetep nglajengaken lampah kanthi iman.

Isi
Abram nate ngalami ganggam ing salebeting nglampahi timbalanipun Gusti. Abram kadhawuhan dening Gusti supados nilar papan padununganipun lan nuju dhateng papan ingkang kadhawuhaken dening Gusti (PD. 12:1). Kala semanten Gusti Allah prasetya bilih Panjenenganipun badhe ndadosaken Abram dados bangsa ingkang ageng. Nanging sareng sawetawis wekdal, Abram dereng nggadhahi putra. Temtu kita saged mangertos manahipun Abram ingkang ganggam. Kamangka yuswanipun Abram sansaya tambah katah, nanging dereng nggadhahi putra. Abram malah kepara nginten bilih Eliezer abdinipun ingkang badhe dados ahli waris tumrap lemah lan kalajenganipun brayat. Wonten ing salebeting manah ingkang mangu-mangu, Gusti Allah ngiyataken manahipun Abram kanthi ngendika: “Sira aja wedi Abram, Ingsun iki tetamengira, ganjaranira bakal luwih dening gedhe.” Gusti Allah prasetya bilih ingkang badhe dados ahli waris tumrap Abram punika sanes Eliezer, nanging putranipun Abram piyambak (Ay. 4), malah kepara tedhak turunipun Abram badhe tangkar-tumangkar pindha cacahing lintang ing saknginggiling mega (Ay. 5). Gusti Allah ingkang nimbali Abram medal saking Ur-Kasdim, Gusti Allah ingkang sami ugi ingkang badhe netepi prasetyanipun (Ay. 7). Mireng prasetyanipun Gusti Allah, Abram mantebaken manahipun. Piyambakipun lajeng pitados lan boten gojag-gajeg malih (Ay. 6).

Mekaten ugi Yesus nate ngalami kaaben-ajengaken kaliyan goda supados mandeg lan boten nglajengaken lampah timbalanipun martosaken Injil Kratoning Allah. Sawetawis tiyang Farisi sowan wonten ngarsanipun Yesus lan nyuwun supados panjenenganipun kesah saking Yerusalem. Nalika Gusti Yesus sawed nindakaken piwucal, sawetawis tiyang Farisi sowan lan ngemutaken supados Panjenenganipun nilaraken Yerusalem awit Herodes badhe mejahi Panjenenganipun (Ay. 31). Kados-kados ingkang dipun tindakaken dening tiyang Farisi punika wujud peduli tumraping Yesus. Nanging estunipun ingkang dipun tindakaken tiyang Farisi punika kanthi pangangkah supados Gusti Yesus boten nglajengaken pakaryan lan piwucalipun. Tiyang-tiyang punika badhe damel ajrih Gusti Yesus kanthi carios bilih Herodes badhe mejahi Panjenenganipun menawi tetep manggen ing Yerusalem. Nanging aturipun para tiyang Farisi boten ndadosaken Gusti Yesus ajrih lan ganggam. Gusti Yesus tetep bakuh ing timbalan martosaken Injil Kratoning Allah sanadyan ngadepi marupi-rupi pituwas ingkang boten ngremenaken. Panjenenganipun boten ajrih kalihan pepejah. Wonten ing ayat 33 Gusti Yesus mantebaken manahipun kanthi ngendika, “Nanging ing dina iki, lan sesuk tuwin besuk emben Aku kudu nerusake lakuKu.” Wonten tekad ingkang kiyat lan bakuh, boten ajrih sanadyan kaaben-ajengaken kalihan sakatahing bebaya. Gusti Yesus tetep nindakaken timbalan saking Rama ing suwarga saperlu martosaken Injil Kratoning Allah tumraping jagad, sanadyan kedah ngalami pepejah.

Pangwaosipun jagad kepengin ngrisak misinipun Gusti kangge milujengaken jagad, lumantar mejahi Gusti Yesus. Yerusalem dados simbol bab rawuhipun Gusti, ugi dados wujuding saking para lawanipun Gusti ingkang nolak karsanipunAllah ingkang ngrangkul lan ngrengkuh sadaya umat. Pangrengkuhipun Gusti Allah tumrap Yerusalem mawujud ing salebeting Sang Kristus kados dene katresnanipun ibu ingkang tanpa winates. Kados dene babon ingkang ngetingalaken katresnanipun kangge anak-anakipun ing sangisore swiwinipun, nanging ing sasisih sanes ugi ngetingalaken bab karingkihan menawi dipunbandingaken kaliyan serigala (sebutan kangge Herodes). Gegambaran punika saestu kontras. Gusti Allah ingkang Mahakwaos dipungambaraken kaliyan babon, Herodes utawi manungsa ingkang rapuh kagambaraken kadosdene serigala. Gegambaran punika ngengetaken bab “kerahiman Allah” tumrap manungsa ingkang kebak dosa. Sansaya negesaken tumrap kita sadaya bilih pangwaosipun Gusti lan katresnanipun Gusti langkung dipuntegesaken wonten ing salebeting kawelasan lan kamirahan sih rahmatipun Gusti anggenipun sumadya ngurbanaken sariranipun, sinaosa dipun tolak dening umat kagunganipun. Punika dados rahasia katresnanipun Gusti ingkang tanpa syarat lan datan winates. Karana ingkang kalampahan asring kahanan ing ndonya punika dipunbagi ing antawisipun area cemeng lan area pethak. Emanipun ingkang kasebat area “pethak” inggih punika tumraping kelompokipun piyambak, salajengipun area “cemeng” kangge kelompok liyan. Emanipun ugi asring “menistakan” kelompok liyan punika awit mboten sepaham. Kahanan ingkang kados mekaten saged ndadosaken perpecahan ing satengahing gesang punika (Filipi 3:18-19).

Para sedherek ingkang kinasih. Timbalan martosaken Injil Kratoning Allah ugi dados timbalan tumrap kita sadaya, lan ing salebeting nindakaken timbalan, kita ugi kadang kala kadamel ragu. Wonten ing waosan ingkang kaping kalih, Rasul Paulus ngemutaken pasamuwan ing Filipi supados tetep nggadhahi manah ingkang bakuh ing salebeting Sang Kristus (Flp. 4:1). Ing satengahing marupi-rupi pepalang ugi panandhang, pasamuwan Filipi tinimbalan tansah bakuh ing iman kapitadosan dhumateng Sang Kristus, kanthi mekaten iman lan pangajeng-ajengipun tansah tumuju dhateng Panjenenganipun kemawon.

Panutup
Ing salebeting minggu pra-paskah kaping kalih punika kita sinau bab manah ingkang tatag lan tanggon adedhasar katresnanipun Sang kristus ingkang ngrangkul lan ngrengkuh sadaya titahipun tanpa syarat lan tanpa wates. Sinau saking Gusti Yesus ingkang tansah tatag lan tanggon anggenipun nindakaken timbalanipun Gusti Allah nggelaraken Injil Kratoning Allah sanadyan kedah kaaben-ajengaken kalihan marupi-rupi pepalang lan panandhang. Sumangga kita ugi anggadahi manah ingkang tatag anggenipun martosaken katresnanipun Gusti Allah tumraping jagad, sanadyan katresnan ingkang kita tindakaken kadangkala boten dipuntampi kanthi sae dening tiyang sanes, sanadyan katah rubeda lan panandhang ingkang kita alami. Punapa katresnan lan kasetyan kita punika saestu tumemen adhedasar ing otoritas katresnanipun Gusti kemawon? Ing salebeting manah ingkang tatag dhumateng Gusti, pangajeng-ajeng kita boten badhe muspra. Amin. [ASN].

 

Pamuji: KPJ. 448 : 1, 2 Pra Prajurite Gusti

Renungan Harian

Renungan Harian Anak