Minggu Biasa | Pekan Wanita
Stola Hijau
Bacaan 1: Ulangan 30 : 9 – 14
Mazmur: Mazmur 25 : 1 – 10
Bacaan 2: Kolose 1 : 1 – 14
Bacaan 3: Lukas 10 : 25 – 37
Tema Liturgis: Wanita GKJW : Prajurit Estri!
Tema Khotbah: Wanita GKJW : Prajurit Estri!
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Ulangan 30 : 9 – 14
Ulangan 30:9-14 merupakan bagian ketiga pidato perpisahan Musa (Ul. 29-30) yang bermuatan perjanjian antara Allah dengan umat Israel. Musa saat itu berpidato di daerah tanah Moab (Ul. 29:1), yang isi pidatonya berfokus kepada pilihan kehidupan (berkat) atau kematian (kutuk) (Ul. 30:1). Isi dari perjanjian ini sebenarnya hanya pengulangan dari Firman Tuhan yang terus dikumandangkan Musa dalam kitab sebelumnya, khususnya kitab Keluaran pasca keluarnya mereka dari Mesir dan sedang dalam perjalanan di padang gurun.
Dalam konteks Ulangan 30:9-14, Musa menempatkan dirinya sebagai “orang tua” bagi bangsa Israel. Ia memberikan nasihat agar mereka tetap berpegang teguh pada perintah dan ketetapan Tuhan. Kesetiaan mereka pada perintah dan ketetapan Tuhan menjadi bekal mereka memasuki tanah perjanjian Kanaan, menjadi bangsa yang berdiri sendiri, menentukan kehidupan sendiri, dan menikmati hasil pekerjaan sendiri. Kesetiaan mereka pada perintah Tuhan Allah akan mendatangkan kehidupan (kesejahteraan). Mereka dihadapkan pada kebebasan untuk memilih dan kesadaran akan setiap resiko. Tuhan melalui perantara Musa selalu menasihati bangsa Israel waktu itu, karena Tuhan meragukan kesungguhan hati mereka. Ada beberapa hal yang membuat Tuhan meragukan bangsa Israel saat itu, yaitu:
- Bangsa Israel seringkali memberontak, melupakan Tuhan, dan berbalik dari hadapan-Nya serta mencari Allah lain.
- Bangsa Israel akan memasuki daerah yang penuh dengan kemakmuran. Mereka bisa menjadi lupa diri dengan berbagai kemakmuran itu dan meninggalkan Tuhan.
Kenyataan ini juga menjadi beban moral Musa karena dia sendiri tidak akan dapat menuntun mereka sampai ke tanah perjanjian. Bagi bangsa Israel, perkataan Musa ini menjadi sebuah pilihan bebas, sebagai bangsa yang dewasa. Namun, Musa sebagai perantara Allah secara tegas mengambil keputusan sendiri bahwa hidup di dalam kehendak Tuhan tidak perlu ditawar-tawar lagi.
Kolose 1 : 1 – 14
Paulus menuliskan surat kepada jemaat Kolose oleh sebab guru-guru palsu telah menyusup ke dalam gereja. Mereka mengajar bahwa penyerahan kepada Kristus dan ketaatan kepada ajaran para rasul tidak memadai untuk mendapat keselamatan penuh. Ajaran palsu ini mencampurkan “filsafat” dan “tradisi” manusia dengan Injil (Kol. 2:8) dan meminta penyembahan para malaikat sebagai pengantara antara Allah dan manusia (Kol. 2:18). Para guru palsu ini juga menuntut pelaksanaan beberapa syarat agama Yahudi (Kol. 2:16, 21-23) serta membenarkan kekeliruan mereka dengan menyatakan bahwa mereka mendapat wahyu melalui penglihatan-penglihatan (Kol. 2:18).
Filsafat mendasar dibalik ajaran salah ini jelas bisa membelokkan umat percaya bahwa ajaran Yesus Kristus tidak cukup memadai untuk memenuhi keperluan rohaniah mereka. Disinilah, Paulus membuktikan salahnya bidat ini dengan menunjukkan bahwa Kristus bukan saja Juruselamat pribadi, tetapi Kepala Gereja dan Tuhan semesta alam dan ciptaan juga. Karena itu, bukan filsafat atau hikmat manusia yang menyelamatkan, melainkan Yesus Kristus dan kuasa-Nya di dalam kehidupan umat, itulah yang menyelamatkan umat untuk selama-lamanya. Menjadi orang percaya berarti beriman kepada Yesus Kristus dan Injil-Nya, bersandar kepada-Nya, mengasihi Dia, dan hidup di hadirat-Nya. Umat tidak boleh menambahkan apa-apa pada Injil atau memajukan hikmat atau filsafat manusia yang modern. Mereka harus hidup dalam pengetahuan akan kehendak Allah dengan tekun berdoa, tetap tinggal dalam firman-Nya, dan hidup dalam persekutuan dengan Dia. Hanya pengetahuan seperti ini yang menghasilkan hikmat, pengertian rohani serta mengubah hati dan kehidupan umat percaya.
Lukas 10 : 25 – 37
Injil Lukas 10:25-37 berisi tentang percakapan antara Yesus dan seorang ahli Taurat yang membicarakan tentang: “Orang Samaria yang murah hati.” Mereka berbincang-bincang tentang, “Siapakah sesamaku manusia?” Mengapa dalam perumpamaan ini Yesus menampilkan orang ketiga yang lewat jalan itu seorang Samaria? Sejak lama, orang Yahudi dan Samaria terlibat permusuhan etnis dan agama. Daerah Samaria terletak di antara Yudea. Bangsa Samaria muncul sekitar tahun 400 SM dari perkawinan campur antara bangsa Israel dan bangsa lain. Hal ini membuat orang Yahudi menganggap mereka lebih hina daripada orang kafir. Dikatakan, bahwa setiap orang yang disentuh atau ditumpangi oleh orang Samaria adalah najis, sama halnya rumah penginapan juga najis, apabila orang Samaria menginap di tempat itu. Bahkan orang yang bergaul dengan orang Samaria dianggap najis. Di sinilah Yesus memperlihatkan orang Samaria dari sisi yang laini, orang Samaria yang murah hati terhadap korban yang tidak berdaya, yang setengah mati itu. Sekalipun si korban seorang Yahudi yang adalah musuhnya dan menganggapnya hina dan najis, namun orang Samaria ini tetap menolongnya.
Sepertinya menjadi kebiasaan, pejalan jauh atau saudagar membawa anggur dan minyak zaitun. Biasanya benda-benda tersebut dipergunakan untuk menghangatkan tubuh atau untuk bahan bakar lampu/obor di perjalanan pada malam hari hari. Benda itu juga sebagai antiseptic pembersih dan obat luka. Tetapi orang Samaria itu tidak memikirkan keperluan dirinya. Dalam benaknya hanya menolong korban yang setengah mati itu. Dia berkorban untuk keselamatan orang Yahudi yang terluka itu. Dua dinar yang diberikannya kepada pemilik penginapan itu adalah ukuran upah pekerja selama dua hari. Perumpamaan ini menegaskan bahwa sesama manusia adalah setiap orang dari latar belakang yang berbeda, yang harus dikasihi, seperti mengasihi diri sendiri.
Perumpamaan ini juga hendak menekankan dalam iman dan ketaatan terkandung belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan. Panggilan mengasihi Allah adalah panggilan untuk mengasihi sesama/orang lain.
- Hidup baru dan kasih karunia yang Kristus karuniakan bagi mereka yang menerima Dia akan menghasilkan kasih, rahmat, dan belas kasihan bagi mereka yang tertekan dan menderita. Semua orang percaya bertanggung jawab untuk bertindak menurut kasih Roh Kudus yang ada di dalam mereka dan tidak mengeraskan hati mereka.
- Mereka yang menyebut dirinya Kristen, namun hatinya tidak peka terhadap penderitaan dan keperluan orang lain, dinyatakan dengan jelas bahwa di dalam diri mereka tidak terdapat hidup kekal ( 10:25-28, 31-37; bdk. Mat. 25:41-46; 1 Yoh. 3:16-20).
Benang Merah Tiga Bacaan:
Hidup dalam iman kepada Kristus berarti memahami ajaran-Nya dengan sepenuh hati, merenungkannya, dan menghidupi nilai-nilai tersebut dalam tindakan nyata. Iman yang sejati tidak hanya diwujudkan dalam kata-kata saja, tetapi juga melalui perbuatan yang membawa kebaikan bagi sesama, seperti mengasihi, membantu, dan menjadi berkat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, iman menjadi nyata, bermakna, serta memberi pertumbuhan bagi orang lain.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Ada sebuah cerita inspiratif dari Afrika berjudul “Tindakan” demikian:
Setiap pagi di Afrika, seekor kijang terbangun karena ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa yang tercepat agar hari itu ia tidak menjadi makanan si singa tersebut.
Setiap pagi di Afrika, seekor singa terbangun karena ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat dari kijang yang paling lambat agar tidak mati kelaparan. Bukan menjadi masalah, apakah Anda adalah seekor singa atau seekor kijang.
Saat matahari terbit, sebaiknya Anda mulai berlari.
Pesan penting cerita inspiratif di atas adalah dunia memuji tindakan lebih daripada pemikiran. Tindakan nyata lebih penting daripada pemikiran, karena tanpa tindakan, pemikiran hanya akan menjadi konsep yang tidak berdampak. Ada beberapa alasan mengapa tindakan menjadi lebih penting. Pertama, tindakan akan membawa perubahan nyata. Dunia tidak berubah hanya karena orang memikirkan sesuatu. Maka, jika menginginan perubahan bertindaklah! Misalnya, banyak orang ingin sukses, tetapi hanya mereka yang benar-benar berusaha dan bertindak yang mencapainya. Kedua, menghasilkan pembelajaran dan pengalaman. Pemikiran tidak bisa menggantikan pengalaman. Dengan bertindak, kita bisa belajar dari kesalahan, meningkatkan keterampilan, dan menemukan solusi nyata untuk tantangan yang ada. Ketiga, mengatasi ketakutan dan keraguan. Terlalu banyak berpikir bisa menyebabkan overthinking dan ketakutan yang berlebihan. Tindakan membantu kita keluar dari zona nyaman dan membangun kepercayaan diri. Keempat, menunjukkan komitmen dan integritas. Orang yang hanya berbicara tanpa bertindak sering kali dianggap tidak dapat diandalkan. Tindakan menunjukkan komitmen dan membangun kepercayaan dari orang lain. Kelima, membawa hasil dan keberhasilan. Hasil hanya bisa didapat jika kita benar-benar melakukan sesuatu. Tidak peduli seberapa cerdas atau kreatif pemikiran seseorang, tanpa tindakan, tidak akan ada pencapaian yang berarti. Jadi, meskipun pemikiran penting sebagai langkah awal, tindakanlah yang menentukan apakah ide atau rencana itu akan memberikan dampak nyata dalam kehidupan.
Isi
Hidup dengan iman kepada Yesus Kristus berarti memahami ajaran-Nya dengan sepenuh hati, merenungkannya, dan menghidupi nilai-nilai ajaran-Nya tersebut dalam tindakan nyata. Bacaan pertama, Ulangan 30:9-14 memberikan penegasan: ketaatan pada perintah Allah menjadi energi terbesar bagi bangsa Israel dalam memasuki kehidupan yang selalu diwarnai suka dan duka. Tidak ada energi lain selain ketaatan pada perintah Allah yang bisa mengantar bangsa Israel mengalami kesejahteraan dalam hidup. Rasul Paulus dalam Kolose 1:1-14, juga menekanan pentingnya pengetahuan akan kehendak Allah melalui berdoa dan tinggal dalam Firman-Nya, yang menghasilkan hikmat dan pengertian rohani, serta mengubah hati dan kehidupan umat. Tuhan Yesus juga mengajarkan tentang seorang Samaria dalam Lukas 10:25-37 yang menghidupkan pesan ketaatan dalam bacaan pertama dan kedua melalui sebuah tindakan. Sebuah tindakan kasih yang melebihi batas-batas prasangka yang telah dibangun oleh orang Yahudi. Orang-orang Yahudi memiliki kebanggaan diri atas pengetahuan dan penghayatan perintah Allah, terutama karena mereka merasa sebagai umat pilihan yang menerima Taurat secara langsung dari Allah melalui Musa. Kebanggaan ini membawa mereka merasa lebih unggul dibandingkan bangsa lain. Karena memiliki hukum Tuhan, beberapa orang Yahudi pada zaman Yesus merasa diri lebih benar dan lebih suci dibandingkan bangsa lain, termasuk orang Samaria dan bangsa non-Yahudi (kafir). Mereka mengira ketaatan terhadap hukum Taurat saja sudah cukup untuk mendapatkan keselamatan.
Seorang imam dan seorang Lewi yang dikisahkan dalam bacaan ketiga merupakan gambaran seorang yang memuja pemikiran, oleh karenanya mereka mengabaikan rasa terhadap sesama yang membutuhkan pertolongan. Sebaliknya, seorang Samaria si penolong, tidak disibukkan dengan pemujaan pemikirannya. Ada hal lain yang kuat mengusik hatinya, yakni belas kasih terhadap seorang yang sedang menderita. Seorang Samaria menghadirkan dirinya sebagai seorang pemelihara hati, berani memilih repot. Namun, pilihannya ini berhasil memberi pertumbuhan bagi orang lain.
Penutup
Iman yang tidak disertai dengan perbuatan baik adalah iman yang tidak membawa perubahan nyata dalam hidup seseorang. Seseorang mungkin merasa bangga memiliki iman, percaya kepada Tuhan, dan aktif dalam berbagai aktivitas keagamaan, tetapi jika perilakunya tidak mencerminkan kesaksian yang baik, imannya tidak mengubah dirinya sendiri dan orang lain. Iman semacam itu tidak mentransformasi kehidupan. Dengan atau tanpa iman, tidak ada perbedaan yang dapat disaksikan. Iman yang sejati selalu berjalan seiring dengan perbuatan baik. Keduanya saling melengkapi dan berlangsung secara terus-menerus. Iman terlihat dari perbuatan baik, sedangkan perbuatan baik menjadi bukti keberadaan iman. Dengan demikian, iman dan perbuatan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Menjadi seorang “prajurit estri” dalam kehidupan yang carut marut membutuhkan iman dan tindakan nyata. Memang, tindakan nyata itu merepotkan, dan acap kali harus mengorbankan banyak hal. Namun, buah yang dihasilkannya sangat berarti, yakni transformasi kehidupan. Beranikah? Amin. [ES].
Pujian: KJ. 251 Maju, Berjuanglah Terus
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Cariyos inspiratif saking Afrika mawi jejer “Tindakan”
Saben esuk ing Afrika, ana kidang tangi amarga dheweke ngerti yen kudu mlayu luwih cepet tinimbang singa sing paling cepet supaya ing dina iku, dheweke ora dadi panganan kewan galak iku.
Saben esuk ing Afrika, ana singa tangi amarga dheweke ngerti yen kudu mlayu luwih cepet tinimbang kidang sing paling alon supaya ora mati keluwen.
Dudu masalah, apa kowe iku singa utawa kidang.
Nalika srengenge wiwit munggah, luwih becik kowe wiwit mlayu.
Piweling ingkang wigatos saking crita punika bilih donya langkung ngluhuraken tumindak tinimbang namung pamikiran. Tumindak nyata langkung wigati tinimbang pamikiran, amargi tanpa tumindak, pamikiran namung badhe dados rancangan ingkang mboten gadhah pangaruhipun.
Wonten sawetawis alesan tumindak punika langkung wigati. Sepisan, tumindak saged nuwuhaken ewah-ewahan nyata. Jagad mboten badhe ewah namung amargi tiyang mikir kemawon. Menawi ngersakaken ewah-ewahan, tumindaka! Kathah tiyang ingkang kepengin sukses, nanging namung tiyang ingkang saestu usaha lan tumindak ingkang saged nggayuh kasuksesanipun punika. Kaping kalih, tumindak saged ngasilaken pengalaman lan pasinaon. Namung mikir kemawon mboten saged dados pangalaman. Kanthi tumindak, kita saged sinau saking kalepatan kita, nglajengaken kaprigelan, lan manggihaken solusi nyata kangge ngowahi kalepatan ingkang wonten. Kaping tiga, tumindak saged ngasoraken raos ajrih lan gamang. Mikir kathah saged ndadosaken kita bingung lan ajrih ingkang mboten perlu. Tumindak saged mbantu kita medal saking wewengkon nyaman lan mangun raos kapracayan dhiri. Kaping sekawan, tumindak saged mbuktikaken komitmen lan integritas. Tiyang ingkang namung ngendika tanpa tumindak asring dipun anggep mboten saged dipun pitados. Tumindak mbuktikaken satunggaling tekad ingkang temen lan saged ndamel tiyang sanes pitados dhumateng kita. Kaping gangsal, tumindak saged ngasilaken prekawis ingkang sae. Asil sae namung saged dipun gayuh menawi kita saestu tumindak. Sanadyan kita pinter lan kreatif pamikiran kita, menawi kita mboten tumindak, punika mboten badhe wonten asil ingkang saged kita gayuh. Pramila, sanadyan pamikiran punika wigati minangka langkah wiwitan, tumindak ingkang badhe netepaken rancangan kita saged dados kasunyatan lan ndadosaken pangaruh nyata wonten ing gesang.
Isi
Gesang kanthi iman dhumateng Sang Kristus tegesipun kita mangertosi piwucal-piwucal-Ipun kanthi saestu, nglangkungaken, lan nglampahi nilai-nilai saking piwucal punika ing tumindak nyata. Waosan kaping sepisan saking Pangandharing Toret 30:9-14 negesaken bilih manut dhumateng dhawuhing Gusti Allah punika dados tenaga ingkang ageng kangge bangsa Israel saged nglangkungi gesang ingkang kebak bingah lan sisah. Mboten wonten tenaga sanes kejawi namung manut dhumateng dhawuhipun Gusti ingkang saged nuwuhaken kasantosan lan katentreman gesangipun bangsa Israel. Rasul Paulus ing serat Kolose 1:1-14 ugi negesaken bilih pangertosan tumrap karsanipun Gusti Allah punika saged dipun galih saking pandonga lan netepi Sabdanipun, saged ndadosaken kawicaksanan lan pangertosan rohani, saha saged ngewahi manah saha gesang kita. Gusti Yesus ugi mucal bab tiyang Samaria (Lukas 10:25-37) ingkang saestu nguripi piwucal manut Gusti Allah ingkang kaserat ing waosan sepisan lan kalih lumantar tumindak nyata. Tumindak katresnan ingkang nglangkungi wates-wates prasangka ingkang sampun kawangun dening masyarakat Yahudi. Tiyang Yahudi gadhah raos bangga dhumateng pangertosan lan pangraos dhumateng dhawuhing Gusti Allah amargi sami dados umat pilihan ingkang nampi Toret saking Gusti Allah lumantar Nabi Musa. Raos bangga punika ndadosaken bangsa Yahudi rumaos langkung luhur tinimbang bangsa sanes. Amargi kagungan angger-anggering Gusti, kathah tiyang Yahudi rumaos langkung suci saha langkung bener tinimbang bangsa sanes, kalebet tiyang Samaria lan bangsa non Yahudi (kafir). Sami nganggep bilih netepi angger-angger Toret kemawon sampun cekap kangge angsal kawilujengan.
Imam lan tiyang Lewi ingkang dipun cariyosaken ing waosan katiga punika dados gambaran tiyang ingkang ngluhuraken pamikiranipun piyambak, saengga nglirwakaken pangraos. Kosok wangsulipun, satunggaling tiyang Samaria ingkang nulungi punika mboten sibuk kaliyan pangluhuran pamikiranipun piyambak. Wonten prekawis sanes ingkang langkung ngusik manahipun, inggih punika raos welas asih dhumateng tiyang ingkang nandhang sangsara. Tiyang Samaria punika njagi manahipun lan purun milih repot. Pilihan punika ingkang saged ndhatengaken tuwuhing iman lan gesangipun tiyang sanes.
Panutup
Iman ingkang mboten dipun sarengi tumindak ingkang sae, punika iman ingkang mboten nuwuhaken ewah-ewahan nyata ing gesangipun tiyang punika. Tiyang saged ngraosaken bangga gadhah iman, pitados dhumateng Gusti, lan aktif ing sawetawis aktivitas agami, nanging menawi tumindakipun mboten nglambangaken peseksen ingkang sae punika sia-sia. Iman ingkang mboten saged ngewahi dhirinipun piyambak utawi tiyang sanes punika ugi sia-sia. Iman ingkang kados mekaten mboten saged nuwuhaken ewah-ewahaning gesang. Srana iman utawi tanpa iman, mboten wonten bentenipun ingkang saged dipun sekseni. Iman ingkang sejati tansah mlampah sareng kaliyan tumindak ingkang sae. Kekalihipun punika kedah sesarengan nyengkuyung lan lumampah kanthi terus-menerus. Iman katingal saking tumindak sae, dene tumindak sae dados buktinipun iman punika. Pramila saking punika, iman lan tumindak mboten saged dipun pisah-pisahaken. Dados satunggaling “prajurit estri” ing gesang ingkang ewet punika mbetahaken iman lan tumindak nyata. Pancen, tumindak nyata punika ngrepotaken lan asring kedah ngorbanaken kathah prekawis. Nanging, woh-wohaning punika saestu wigatos, inggih punika ewah-ewahaning gesang. Kados pundi, purun? Amin. [ES].
Pamuji: KPJ. 448 Pra Prajurite Gusti