Minggu Biasa | Bulan Ekumene
Stola Hijau
Bacaan 1: 2 Raja-raja 5 : 1 – 3, 7 – 15
Mazmur: Mazmur 111
Bacaan 2: 2 Timotius 2 : 8 – 15
Bacaan 3: Lukas 17 : 11 – 19
Tema Liturgis: Membudayakan Persaudaraan Sejati
Tema Khotbah: Dipulihkan untuk Bersaksi
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
2 Raja-raja 5 : 1 – 3, 7 – 15
2 Raja-raja 5:1-3, 7-15 mengisahkan tentang Naaman, seorang panglima perang Aram yang perkasa, tetapi menderita penyakit kusta. Sebagai seorang yang memiliki kedudukan tinggi, Naaman tentu memiliki akses ke banyak hal, tetapi penyakitnya menunjukkan bahwa kekuasaan dan keberhasilan duniawi tidak selalu bisa mengatasi penderitaan manusia. Dalam situasi ini, seorang gadis Israel yang ditawan di rumahnya justru menjadi alat Tuhan dengan memberikan informasi bahwa ada seorang nabi di Samaria yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Gadis ini, meskipun seorang budak, memiliki iman yang besar terhadap kuasa Tuhan melalui nabi-Nya. Sementara itu, ketika Naaman pergi ke Israel dengan membawa surat dari raja Aram, raja Israel justru ketakutan dan merasa terancam, mengira ini adalah upaya provokasi perang. Reaksi ini menunjukkan bahwa pemimpin Israel sendiri kurang memiliki iman yang kuat terhadap kuasa Tuhan, berbeda dengan gadis kecil yang tetap percaya pada mukjizat Allah meskipun berada dalam situasi yang sulit. Elisa, sebagai nabi Tuhan, tidak menunjukkan kepanikan seperti raja Israel. Ia justru mengundang Naaman untuk datang kepadanya agar dunia tahu bahwa ada Allah yang berkuasa di Israel.
Namun, cara kerja Tuhan sering kali tidak sesuai dengan ekspektasi manusia. Ketika Naaman tiba di rumah Elisa, ia berharap nabi tersebut akan keluar, melakukan ritual penyembuhan secara langsung, dan membuat mukjizat yang luar biasa. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Elisa hanya mengutus seorang pesuruh untuk menyampaikan perintah sederhana: mandi tujuh kali di Sungai Yordan. Naaman marah dan merasa dipermalukan, sebab ia membandingkan Sungai Yordan yang kecil dengan sungai-sungai besar di negerinya. Rasa gengsi dan kesombongannya hampir membuatnya kehilangan kesempatan untuk sembuh, tetapi akhirnya, berkat dorongan dari para hambanya, ia memutuskan untuk taat. Setelah ia mandi tujuh kali di sungai Yordan, kulitnya pun pulih seperti seorang anak kecil. Kesembuhan ini tidak hanya bersifat fisik tetapi juga spiritual, karena Naaman kemudian kembali kepada Elisa dan mengakui bahwa tidak ada Allah lain di muka bumi selain Allah Israel. Ini adalah pengakuan iman yang luar biasa dari seorang non-Israel, yang menunjukkan bahwa keselamatan dan kuasa Tuhan tidak terbatas hanya bagi orang Israel saja, tetapi juga bagi semua bangsa yang percaya dan taat kepada-Nya. Kisah ini mengajarkan pada kita bahwa ketaatan kepada perintah Tuhan, meskipun tampak sederhana atau tidak masuk akal adalah kunci untuk mengalami kuasa dan anugerah-Nya dalam hidup manusia.
2 Timotius 2 : 8 – 15
Dalam 2 Timotius 2:8-15, Paulus mengingatkan Timotius untuk selalu mengingat Yesus Kristus yang telah bangkit dari antara orang mati sebagai inti dari Injil yang ia wartakan. Paulus sendiri mengalami penderitaan hingga dipenjara seperti seorang penjahat, tetapi ia menegaskan bahwa firman Tuhan tidak terbelenggu. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun hamba Tuhan bisa mengalami penderitaan, pesan Injil tetap akan terus tersebar dan bekerja dalam kehidupan orang-orang percaya. Paulus kemudian menyampaikan sebuah pernyataan yang menggugah, jika kita mati dengan Kristus, kita akan hidup dengan-Nya, dan jika kita bertekun, kita akan ikut memerintah bersama-Nya. Namun, jika kita menyangkal-Nya, Ia juga akan menyangkal kita, meskipun ketidaksetiaan manusia tidak akan menggoyahkan kesetiaan Kristus. Ini menjadi pengingat bagi Timotius dan setiap orang percaya untuk tetap teguh dalam iman dan pelayanan, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan penderitaan. Paulus juga menasihati Timotius agar tidak terjebak dalam perdebatan kata-kata yang tidak bermanfaat dan hanya merusak pendengar. Sebaliknya, ia harus berusaha untuk menjadi pekerja yang tidak perlu malu, yang membuktikan dirinya setia dalam menyampaikan firman kebenaran. Ini adalah panggilan bagi setiap hamba Tuhan untuk tetap berpegang teguh pada Injil, bekerja dengan sungguh-sungguh, dan menghindari perdebatan sia-sia, yang hanya menjauhkan orang dari kebenaran. Melalui nasihat ini, Paulus menegaskan bahwa hidup dalam Kristus berarti setia, tekun, dan tetap menjaga komitmen untuk menyampaikan firman dengan benar, tak tergoyahkan oleh tantangan atau ajaran yang menyimpang.
Lukas 17 : 11 – 19
Lukas 17:11-19 mengisahkan ketika Yesus sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem dan melewati daerah perbatasan antara Samaria dan Galilea. Di sana, Ia bertemu dengan sepuluh orang kusta yang berdiri dari kejauhan dan berseru meminta belas kasihan. Sesuai dengan hukum Yahudi, penderita kusta harus hidup terpisah dari masyarakat dan dianggap najis (Im. 13:45-46). Menariknya, para penderita ini tidak mendekati Yesus tetapi hanya berseru kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengenal kuasa-Nya meskipun tidak bisa berinteraksi langsung dengan-Nya. Yesus tidak langsung menyembuhkan mereka dengan sentuhan atau kata-kata, melainkan menyuruh mereka pergi menunjukkan diri kepada para imam, sebagaimana ditetapkan dalam hukum Taurat (Im. 14:2-4). Dalam ketaatan mereka terhadap perintah Yesus, kesepuluh orang ini mengalami penyembuhan di tengah perjalanan. Ini menunjukkan bahwa iman harus disertai dengan tindakan. Mereka percaya kepada Yesus sebelum melihat hasilnya dan ketaatan mereka membawa pada kesembuhan.
Namun, inti dari kisah ini bukan hanya soal kesembuhan fisik, melainkan respons setelah mengalami mukjizat. Dari sepuluh orang yang disembuhkan, hanya satu orang yang kembali untuk mengucap syukur kepada Yesus, dan ia adalah seorang Samaria, yang dalam pandangan orang Yahudi dianggap sebagai kelompok yang tidak murni secara agama dan sosial. Yesus menyoroti hal ini dengan bertanya, “Di manakah yang sembilan orang itu?” (Ay. 17), ini menekankan bahwa banyak orang menerima berkat Tuhan tetapi tidak semuanya memiliki hati yang bersyukur. Orang Samaria ini tidak hanya sembuh secara fisik, tetapi juga menerima keselamatan melalui imannya. Yesus berkata kepadanya, “Imanmu telah menyelamatkan engkau.” Ini menunjukkan bahwa yang lebih penting dari mukjizat jasmani adalah hubungan pribadi dengan Tuhan yang ditandai dengan iman dan rasa syukur. Kisah ini mengajarkan bahwa meskipun Tuhan memberikan berkat kepada banyak orang, tidak semua orang kembali kepada-Nya dengan hati yang penuh syukur. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita diajak untuk tidak hanya meminta dan menerima berkat, tetapi juga untuk selalu bersyukur dan memuliakan Tuhan dalam hidup kita.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Ketiga bacaan ini mengajak kita untuk memahami bahwa kuasa Tuhan membawa pemulihan dan kesembuhan dalam hidup kita. Hal yang lebih penting adalah respons iman yang tulus dan penuh syukur. Mereka mengingatkan kita bahwa meskipun Tuhan memberikan anugerah-Nya, ketaatan, pengakuan, dan ucapan syukur kepada-Nya adalah tanda sejati dari iman yang hidup. Iman bukan hanya tentang menerima berkat, tetapi juga tentang mengenali dan mengakui Tuhan dalam setiap langkah kehidupan kita.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Dalam kehidupan ini, setiap orang pasti pernah mengalami keadaan sulit yang membuatnya merasa lemah, tidak berdaya, atau bahkan kehilangan harapan. Penderitaan bisa datang dalam berbagai bentuk: penyakit, masalah keluarga, kesulitan ekonomi, atau pergumulan batin yang tidak terlihat oleh orang lain. Dalam keadaan seperti itu, sering kali kita mencari jalan keluar dengan mengandalkan kekuatan sendiri, berharap bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan usaha dan kemampuan kita. Namun, ada saat di mana kita harus mengakui bahwa tidak semua masalah bisa diatasi dengan kekuatan manusia semata. Disinilah kita diajak untuk melihat bahwa Tuhan adalah sumber pemulihan sejati, yang bukan hanya mengembalikan keadaan kita tetapi juga mengubah hidup kita untuk tujuan yang lebih besar.
Ketika seseorang mengalami pemulihan, baik itu secara fisik, emosional, maupun spiritual, pertanyaannya bukan hanya, “Bagaimana saya dipulihkan?” tetapi juga “Untuk apa saya dipulihkan?” Pemulihan dari Tuhan tidak berhenti pada diri kita sendiri, tetapi mengarahkan kita kepada sebuah panggilan, yaitu bersaksi tentang kasih dan kuasa-Nya. Sering kali, pengalaman pemulihan menjadi kesaksian yang paling kuat bagi orang lain. Sebab, melalui kesaksian itu, kita tidak hanya mengakui bahwa Tuhan telah menolong kita, tetapi juga mengundang orang lain untuk percaya kepada-Nya. Itulah yang akan kita renungkan bersama hari ini: bagaimana pemulihan yang kita terima bukan sekadar berkat pribadi, melainkan kesempatan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di tengah dunia.
Isi
- Naaman: Kesombongan yang Ditundukkan untuk Mengakui Tuhan
Naaman adalah seorang panglima perang yang sukses, tetapi ia memiliki satu kelemahan: ia menderita penyakit kusta. Walaupun ia seorang yang berkuasa, penyakit ini menunjukkan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diselesaikan oleh kekayaan, pangkat, atau kedudukan. Yang menarik dalam kisah ini adalah bagaimana seorang gadis kecil yang menjadi tawanan justru berperan penting dalam memberikan informasi tentang nabi Elisa. Gadis ini, meskipun berada dalam keadaan sulit, tetap percaya kepada kuasa Tuhan dan bersaksi tentang-Nya kepada majikannya.
Ketika Naaman akhirnya datang kepada Elisa, ia harus belajar bahwa kesembuhan bukan diperoleh melalui cara-cara spektakuler yang ia harapkan, tetapi melalui tindakan iman yang sederhana: mandi tujuh kali di sungai Yordan. Naaman awalnya marah karena ia merasa cara ini tidak masuk akal, tetapi akhirnya, ketika ia taat, ia dipulihkan sepenuhnya. Pemulihan ini tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga secara spiritual, karena ia akhirnya mengakui bahwa tidak ada Allah lain selain Allah Israel.
Dari kisah Naaman kita belajar bahwa Tuhan sering kali bekerja di luar ekspektasi kita. Kadang kita ingin mukjizat terjadi dengan cara yang besar dan dramatis, tetapi Tuhan justru meminta kita untuk taat dalam hal-hal sederhana. Dan ketika kita mengalami pemulihan, itu bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi agar kita dapat bersaksi tentang kuasa-Nya kepada dunia. - Paulus: Menderita Demi Injil, tetapi Firman Tuhan Tidak Terbelenggu
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menegaskan bahwa meskipun ia dipenjara, firman Tuhan tidak bisa dibelenggu. Paulus adalah contoh nyata dari seseorang yang mengalami berbagai penderitaan, tetapi tetap setia bersaksi tentang Kristus. Ia mengingatkan bahwa orang percaya harus siap menderita demi Injil, sebab jika kita mati dengan Kristus, kita akan hidup dengan-Nya, dan jika kita bertekun, kita akan memerintah bersama-Nya. Pesan Paulus ini mengajarkan bahwa pemulihan sejati bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi terutama dalam bentuk iman yang tetap teguh di tengah penderitaan. Paulus ingin Timotius dan kita semua memahami bahwa hidup sebagai orang percaya tidak selalu mudah. Akan selalu ada tantangan, akan ada pergumulan, tetapi kita tidak boleh mundur. Justru dalam kelemahan kita, kuasa Tuhan menjadi nyata.
Ketika kita mengalami pemulihan dari Tuhan, kita dipanggil bukan hanya untuk bersukacita secara pribadi, tetapi juga untuk menjadi saksi-Nya. Dunia membutuhkan kesaksian orang-orang yang telah mengalami kuasa Tuhan dalam hidupnya. Seperti Paulus, kita harus berani menceritakan bagaimana Tuhan telah menolong kita, meskipun itu berarti kita harus menghadapi tantangan. - Sepuluh Orang Kusta: Bersyukur dan Memuliakan Tuhan
Dalam kisah sepuluh orang kusta, kita melihat bahwa semua dari mereka mengalami pemulihan, tetapi hanya satu yang kembali kepada Yesus untuk mengucap syukur. Yang menarik orang yang kembali itu adalah seorang Samaria, seorang yang dianggap asing oleh orang Yahudi. Tindakan orang Samaria ini menunjukkan bahwa pemulihan sejati tidak hanya tentang kesembuhan fisik, tetapi juga tentang sikap hati yang bersyukur dan pengakuan akan kuasa Tuhan. Ketika Yesus bertanya,
Penutup
Di bulan Ekumene ini, kita diajak untuk semakin menyadari bahwa pemulihan dari Tuhan tidak hanya diberikan kepada individu atau kelompok tertentu, tetapi melampaui batas suku, budaya, dan denominasi gereja. Naaman yang bukan orang Israel, seorang Samaria yang dianggap asing, dan Paulus yang mengabarkan Injil kepada semua bangsa, menunjukkan bahwa kasih dan pemulihan Tuhan bersifat universal. Oleh karena itu, ketika kita mengalami pemulihan dalam hidup, baik secara fisik maupun rohani, panggilan kita adalah bersaksi bersama, saling mendukung, dan menguatkan dalam semangat ekumenis, bersama-sama menyatakan kasih Tuhan kepada dunia.
Dalam semangat ini, marilah kita tidak hanya menikmati anugerah Tuhan untuk diri kita saja, tetapi juga membangun persekutuan yang lebih luas, melampaui perbedaan denominasi dan tradisi. Gereja-gereja di seluruh dunia dipanggil untuk bersatu dalam kesaksian akan kasih Kristus yang memulihkan. Sebagaimana Naaman akhirnya mengakui Allah Israel, Paulus tetap setia meskipun menderita, dan seorang Samaria yang sembuh kembali kepada Yesus dengan penuh syukur, kita pun dipanggil untuk menjadi saksi pemulihan Tuhan bagi dunia, membawa terang-Nya dalam setiap aspek kehidupan dan menjadikan ekumenisme sebagai wujud nyata dari kasih Kristus yang tidak terbatas. Amin. [NRN].
Pujian: KJ. 422 Yesus Berpesan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Ing gesang punika, saben tiyang mesthi nate ngalami kasisahan ingkang ndadosaken piyambakipun rumaos nglokro, mboten saged nindakaken punapa-punapa, utawi malah kecalan pangajeng-ajeng. Kasangsaran saged macem-macem wujudipun, kados ta sakit, masalah kulawarga, rekaos ing bab ekonomi, utawi perjuangan batin ingkang mboten saged dipun tingali tiyang sanes. Ing kahanan ingkang makaten punika, kathah tiyang ingkang ngandelaken kakiyatanipun piyambak, ngajeng-ajeng bilih samukawis saged kasembadan lumantar usaha lan kaprigelanipun piyambak. Nanging, wonten wekdalipun, kita ngakeni bilih mboten sedaya masalah punika saged kasembadan ngangge kakiyatan kita piyambak. Ing ngriki, kita dipun ajak mandheng dhumateng Gusti. Gusti punika sumber pamulihan sejati, ingkang mboten namung mulihaken kahanan kita kemawon nanging ugi ngowahi gesang kita kangge tujuan ingkang langkung ageng.
Nalika tiyang pikantuk pamulihan, sae punika sacara jasmani, batin, utawi rohani, pitakenanipun mboten namung, “Kados pundi kula dipun pulihaken?” nanging ugi “Kangge punapa kula dipun pulihaken?” Pamulihan saking Gusti mboten namung dados berkah kangge kita pribadi, nanging ugi dados timbalan kangge kita nyebaraken pitedah bab sih katresnan lan kuwaosipun Gusti. Asring pengalaman pamulihan punika malah dados paseksi ingkang kiyat kangge tiyang sanes. Awit lumantar paseksi punika, kita mboten namung ngakeni bilih Gusti sampun nulungi kita, nanging ugi ngajak tiyang sanesipun supados pitados dhumateng Panjenenganipun. Punika ingkang badhe kita raos-raosaken sesarengan: kados pundi pamulihan ingkang kita tampi punika mboten namung dados berkah pribadi, nanging ugi dados kasempatan kangge kita nyatakaken kamulyanipun Gusti ing satengahing donya.
Isi
- Naaman: Tundhuk Ing Gusti
Naaman punika satunggaling senapati perang ingkang sukses, nanging piyambakipun kagungan cacad: pikantuk lelara kusta. Sanadyan piyambakipun kagungan kalenggahan luhur, kasugihan, lan kuwasa, nanging lelara punika ndadosaken bilih mboten sedaya samukawis saged katuntaskan kanthi bandha, pangkat, utawi kuwasa manungsa. Ingkang menarik saking crita punika, satunggaling putri alit ingkang dados abdi malah ndadosaken perantara kangge Naaman supados mangertos babagan nabi Elisa. Putri punika, sanadyan gesang ing kahanan rekasa, tetep pitados dhateng panguwaosipun Gusti Allah lan nyariosaken bab Panjenenganipun dhateng Naaman.
Nalika Naaman rawuh dhateng Elisa, piyambakipun kedah sinau bilih kawarasan mboten mesthi kalaksanan kanthi cara ingkang
Saking crita Naaman punika kita saged sinau bilih Gusti Allah asring nyambut damel ing sak njawinipun pemanggih kita. Kadangkala kita ngajeng-ajeng mukjijat ingkang ageng, nanging Gusti malah nyuwun kita supados manut ing bab-bab ingkang prasaja. Nalika kita pikantuk pamulihan, punika mboten namung kangge kita pribadi, nanging ugi supados kita saged dados seksi-Nipun ing babagan panguwasanipun Gusti Allah dhateng donya. - Paulus: Sanget Rekasa Amargi Injil, Nanging Pangandikanipun Gusti Mboten Katutupan
Ing seratanipun dhateng Timotius, Rasul Paulus mastani bilih sanadyan piyambakipun dipun penjara, pangandikanipun Gusti mboten saged katutupan. Paulus punika tuladha nyata saking tiyang ingkang ngalami kasangsaran, nanging tetep setya lan teges nyebaraken Injil. Piyambakipun ngandharaken bilih tiyang pitados kedah siap ngalami sangsara kangge Injil, awit menawi kita seda sesarengan kaliyan Kristus, kita ugi badhe gesang sesarengan kaliyan Panjenenganipun.
Piwucal saking Paulus punika nedahaken bilih pamulihan ingkang sejati punika mboten namung jasmani, nanging utaminipun iman ingkang tetep kiyat sanadyan ngadepi kasangsaran. Paulus kepengin Timotius lan kita sami mangertos bilih gesang minangka tiyang pitados punika mboten gampang. Badhe wonten pacoban, badhe wonten kasangsaran, nanging kita mboten angsal mundur. Sanadyan kita ringkih, panguwaosipun Gusti Allah ndadosaken kita kiyat.
Nalika kita dipun pulihaken dening Gusti, kita mboten namung dipun paringi kabingahan pribadi, nanging ugi dipun paringi tanggel jawab dados seksi. Donya punika mbetahaken paseksi saking tiyang ingkang sampun ngraosaken kawelasanipun Gusti Allah ing gesangipun. Kados Paulus, kita kedah kendel nyariosaken kados pundi anggenipun Gusti Allah sampun ngluwari kita, sanadyan kita ngadhepi maneka warni tantangan gesang. - Sedasa Tiyang Kusta: Ngaturaken Sembah Sujud Lan Ngegungaken Gusti
Ing crita sedasa tiyang kusta, kita ningali bilih sedaya tiyang punika pikantuk pamulihan, nanging namung satunggal saking tiyang punika ingkang wangsul dhateng Gusti Yesus lan ngaturaken panuwun. Tiyang ingkang wangsul punika malah tiyang Samaria, ingkang asring dipun anggep asor dening tiyang Yahudi. Tumindakipun tiyang Samaria punika nedahaken bilih pamulihan sejati mboten namung babagan kasarasan jasmani, nanging ugi babagan sikep manah ingkang kebak sokur lan ngakeni panguwaosipun Gusti Allah. Gusti Yesus matur,
Panutup
Ing wulan Ekumene punika, kita dipun ajak supados saya mangertos bilih pamulihan saking Gusti mboten namung dipun paringaken dhateng individu utawi golongan tartamtu kemawon, nanging nglangkungi watesing suku, budaya, lan denominasi pasamuwan. Naaman ingkang sanes tiyang Israel, tiyang Samaria ingkang kaanggep asing, saha Rasul Paulus ingkang martosaken Injil dhateng bangsa-bangsa, sami nglantaraken bilih sih kadarman lan pamulihan saking Gusti Allah punika kangge sedaya umat. Milanipun, nalika kita nampi pamulihan gesang, ingkang jasmani utawi rohani, kita dipun wucal supados saged nyekseni sesarengan, saling ndukung, lan saling ngiyataken ing roh ekumenis, sesarengan nyatakaken sih kasetyaning Gusti dhateng donya.
Ing semangat ekumene punika, sumangga kita mboten namung ngraosaken sih rahmatipun Gusti kangge dhiri kita piyambak kemawon, nanging mangga kita ugi mbangun pasamuwan ingkang langkung jembar, nglangkungi denominasi lan tradisi greja ingkang benten-benten. Pasamuwan-pasamuwan ing saindenging jagad dipun dhawuhi supados manunggil ing paseksi bab sih-kadarmanipun Sang Kristus ingkang nyarasaken. Kados dene Naaman ingkang pungkasanipun ngakeni bilih Gusti Allah Israel punika satunggal-satunggalipun Gusti, Paulus ingkang tetep setya sanadyan nandhang sangsara, lan tiyang Samaria ingkang nampi kawarasan lajeng wangsul dhateng Gusti Yesus kanthi panuwun, kita ugi dipun wucal dados sakabat pamulihaning Gusti dhateng donya. Sumangga kita ndherek ndadosaken pepadhangipun Gusti wonten ing saben wewengkon gesang, lan nglampahi ekumenisme minangka wujud nyata saking sih-kadarmanipun Sang Kristus ingkang tan winates. Amin. [NRN].
Pamuji: KPJ. 368 Rukun Agawe Santosa