Bacaan: Kejadian 3:1-24| Pujian: KJ 356
Nats: “Perempuan itu melihat,bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya…” [ayat 6]
Tanda dilarang parkir menjadi salah satu rambu-rambu yang paling populer. Sekaligus, tanda ini juga menjadi rambu-rambu yang paling populer untuk dilanggar. Tidak jarang kita melihat ada kendaraan berhenti, persis di depan atau di samping tanda dilarang parkir. Ah, ya, larangan nampaknya sudah disepakati untuk dilanggar. Hobi yang populer kok malah hobi melanggar?
Namun bukan hanya kita yang hidup saat ini saja yang berkecenderungan untuk melanggar peraturan. Bahkan Bapak Adam dan Ibu Hawa pun sudah punya hasrat untuk melanggar perintah Allah, jauuh sebelum ada banyak peraturan di muka bumi ini. Memang manusia itu dijadikan segambar dengan Allah tetapii bukan identik. Maka tetap saja manusia memiliki celah untuk menjadi tidak sama dengan karakter Allah, bahkan melanggar peraturan Allah. Ibu Hawa melihat bahwa buah itu memang baik untuk dimakan, meski Allah sudah melarangnya. Bapak Hawa pun mengiyakan argumentasi Ibu Hawa untuk tetap memakannya, meski sudah jelas bahwa itu dilarang Allah. Ah, ya, ini memang menjadi pelanggaran yang romantis! Bapak Adam dan Ibu Hawa yang dipersatukan Allah pun bersehati dengan dalil saling mencintai untuk bersama-sama melanggar rambu-rambu Allah.
Setiap peraturan yang dibuat oleh manusia, tentu dengan banyak pertimbangan untuk kebaikan masyarakat. Demikian pula, peraturan yang dibuat oleh Allah jelas dan pasti untuk damai sejahtera umat manusia. Tetapi ketika ketetapan itu dilanggar, lalu mendatangkan ketidakbaikan dalam hidup manusia, maka pantaskah manusia menyebut ketidak-baikan itu sebagai kehendak Tuhan? Meski segala sesuatu di bumi ini telah diatur dengan sangat sempurna oleh Allah, tetapi Allah tetap memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihannya : Taat atau melanggar? [Dee]
“Mengalami rancangan Allah yang penuh kebaikan, membutuhkan ketaatan yang tidak bisa ditawar”.