Bacaan: 1 Timotius 1 : 1 – 11 | Pujian: KJ. 254
Nats: “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.” (Ayat 5)
Siapa yang percaya, jika tiba-tiba telinga kita berdenging, ada sebuah firasat yang membuktikan bahwa ada orang yang sedang membicarakan kita? Lalu siapa yang percaya, jika bagian kelopak mata kita “kedutan”, ada seseorang yang rindu dengan kita? Bayangkan jika tiba-tiba telinga kita berdenging, apa respon kita? Apakah kita merasa khawatir atau takut bahwa ada seseorang yang mungkin sedang membicarakan kita? Atau secara sadar kita tahu bahwa hal itu hanyalah sebuah kinerja tubuh biasa? Jika kita bandingkan dengan Firman Tuhan dalam Alkitab, yang sudah tertulis dan dibuktikan kebenarannya oleh Tuhan Yesus, terkadang kita masih ragu akan kebenaran firman Tuhan. Mengapa? Apa dasarnya kita percaya kepada firasat seperti di atas, tetapi ragu dengan kebenaran Firman Tuhan? Ini yang perlu kita renungkan.
Paulus mengingatkan Timotius bahwa dirinya menjadi rasul, bukan karena kehendaknya pribadi, melainkan karena perintah Allah (Ay. 1:1). Dia memberitakan Injil karena Injil itu telah dipercayakan Allah kepadanya, bukan karena firasat pribadinya sendiri. Penegasan ini bukanlah suatu bentuk kesombongan rohani, tetapi bertujuan untuk menunjukkan perbedaan antara dasar panggilan dari mereka yang sungguh-sungguh melayani Tuhan dengan mereka yang tidak tulus melayani Tuhan. Karena itu, Paulus menasihati Timotius sebagai anak dalam iman, agar dia senantiasa memperhatikan kebenaran Firman Tuhan dan anugerah Allah yang ada pada dirinya.
Tuhan Yesus menguatkan Paulus, menghargai, dan melibatkannya beserta Timotius dalam karya Allah. Mereka dibekali dengan apa yang mereka butuhkan, yaitu iman dan kasih yang merupakan anugerah Allah. Yang perlu kita ingat adalah anugerah Allah itu diberikan kepada “seorang penganiaya” yang mau bertobat seperti Paulus. Tuhan Yesus datang untuk menguatkan dan memampukan kita yang mau datang dan dipakai oleh-Nya serta orang yang mau mengandalkan kasih. Paulus dan Timotius tahu bahwa mereka akan menderita, tetapi mereka tetap setia sampai akhir. Pertanyaan untuk kita? Manakah yang kita jadikan pedoman dalam hidup kita, firasat kita ataukah anugerah Kristus? Mari belajar hidup berdasarkan kasih dan pengenalan akan anugerah dari Kristus yang menjadi pedoman hidup kita. Amin. [Zere].
“Anugerah bermuara pada hidup tertib yang berpola kasih”