Menghayati Kehadiran Allah Renungan Harian 4 Januari 2020

4 January 2020

Bacaan : Keluaran 3 : 1 – 5  |  Pujian  :  KJ. 402 : 1 – 4
Nats:
“Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.” (Ay. 5)

Apakah perbedaan hidup Musa sebagai seorang pangeran di Mesir dengan hidupnya sebagai  seorang gembala di Midian? Sebagai seorang pangeran ia memiliki hak istimewa dan populer, sedangkan sebagai seorang gembala ia seringkali dipandang hina dan tak dikenal / tidak populer. Pengalaman Musa sebagai seorang gembala mengharuskannya belajar rendah hati dan sederhana. Sebagai seorang gembala dan pengembara di padang gurun, Musa belajar tentang cara hidup umat yang akan dipimpinnya, dan Allah yang mempersiapkannya untuk membebaskan umat Israel dari genggaman Firaun.

Gunung Horeb adalah nama lain untuk gunung Sinai, di mana Allah menampakkan diri-Nya dan memberi umat-Nya kesepuluh hukum-Nya (3:12). Allah berbicara kepada Musa dengan cara yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, yakni dengan nyala api yang keluar dari semak duri. Ketika menerima kesepuluh hukum Allah, Musa menanggalkan kasutnya dan menutupi mukanya. Melepas kasut merupakan sebuah sikap penghormatan, menunjukkan dirinya tidak layak berada di hadirat Allah.

Banyak orang di dalam Alkitab mendapat anugerah untuk mengalami kehadiran Allah dalam berbagai bentuk yang kelihatan. Abraham melihat perapian yang berasap dan suluh yang berapi (Kej.15:17); Yakub bergumul dengan seorang laki-laki (Kej.32:24-29). Ketika bangsa Israel dibebaskan dari Mesir, Allah membimbing mereka dengan tiang awan dan tiang api (Kel.13:17-22). Allah membuat penampakan-penampakan demikian untuk menuntun umat pilihan-Nya, membimbing mereka, dan untuk membuktikan bahwa Firman-Nya dapat dipercaya.

Dari cerita ini, kita mengetahui bahwa Allah dapat menggunakan cara-cara yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Ia berkomunikasi dengan kita, misalnya melalui sesama kita manusia, ide-ide, atau pengalaman-pengalaman mereka. Untuk itu, kita perlu terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan oleh Allah pada kita, sebagaimana Allah berbicara dan berkehendak untuk memanggil dan mengutus Musa. Demikian saat kita datang ke hadapan Allah dalam ibadah, kita dapat menempatkan diri sebagai tamu yang diundang untuk menghadap raja! Atur sikap kita agar sesuai dan pantas untuk menghadap Allah yang kudus. Amin. (Esha).

“Selalu harus kurasakan bahwa Tuhanku dekat”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak