Bacaan: Lukas 18 : 9 – 14 | Pujian: KJ. 249
Nats: “Sebab, siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan Siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Ayat 14b)
Disadari atau tidak, sering kali kita mudah menilai kehidupan orang lain, baik yang bersifat positif maupun negatif. Mengapa kita mudah memberikan penilaian? Setidaknya ada dua alasan, yaitu karena kita merasa lebih “tinggi” daripada orang lain, atau sebaliknya kita merasa lebih “rendah” daripada orang lain. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan memberikan penilaian, akan tetapi, yang akan menimbulkan permasalahan adalah ketika penilaian yang kita berikan bersifat membanding-bandingkan. Sebab, dengan membanding-bandingkan kita sedang membangun relasi yang subordinasi, sehingga paradigma “lebih baik” dan “lebih buruk” tidak dapat dihindari. Sebaliknya, penilaian yang bersifat apresiatif akan melahirkan semangat kebersamaan.
Lukas 18: 9 – 14 adalah sebuah perumpamaan yang menceritakan bagaimana sikap doa yang dilakukan antara orang Farisi dan pemungut cukai. Ayat 11 – 12 menjelaskan sikap orang Farisi dalam berdoa, yaitu memandang bahwa dirinya lebih baik dibandingkan dengan pemungut cukai. Orang Farisi merasa bahwa hidupnya kudus, tidak bercela, dan setia melakukan perintah Allah. Sebaliknya, pemungut cukai merasa dirinya sangat berdosa di hadapan Allah, sehingga tidak berani mendekat dan tidak berani menengadah ke langit ketika berdoa kepada Allah. Ia melihat dirinya sebagai orang yang tidak pantas dan tidak berkenan di hadapan Allah (Ay. 13). Ia tidak menilai kehidupan orang lain, tidak membandingkan dengan kehidupan orang Farisi, melainkan menilai dirinya sendiri dengan penuh kejujuran. Ia menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa di hadapan Allah. Melalui kedua sikap tersebut, Allah berkenan kepada sikap pemungut cukai daripada sikap orang Farisi (Ay. 14).
Sebagai bagian integral dari kehidupan bergereja, para pemuda tentu memiliki peran penting dalam menentukan arah dan gerak gereja. Sebab, pemuda bukan hanya sekadar generasi masa yang akan datang, malainkan generasi masa kini dari gereja. Dengan demikian, para pemuda diajak untuk bisa mewujudkan perannya saat ini, di mana mereka berada dan berkarya. Pemuda tetap dalam semangat integratif bersama dengan generasi lainnya. Melalui gereja intergenerasi maka semangat apresiatif menjadi penting diperhatikan. Selamat menghayati pekan pemuda. Amin. [7us].
“Sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane. Lilo lan legowo kanggo mulyaning nagoro (gereja)” – Ki Cokro Warsito