Bacaan: Yakobus 5 : 1 – 6 | Pujian: KJ. 334
Nats: “Sesungguhnya upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, berteriak terhadap kamu, dan keluhan mereka yang menyabit panenmu sampai ke telinga Tuhan Semesta Alam.” (Ayat 4)
Tidak hanya Yakobus ataupun Alkitab yang beberapa kali menyinggung kecenderungan sifat buruk yang dimiliki oleh orang kaya. Contohnya kita ambil dari film layar lebar besutan Hollywood, seperti “101 Dalmations” yang mengisahkan sepasang suami istri yang memiliki keinginan untuk membuat rumah penampungan anjing dan dihambat oleh seorang kaya raya bernama Cruella De Vil. Rata-rata dari film tersebut sosok orang kaya selalu dijadikan sebagai tokoh antagonis yang memiliki ambisi untuk menguasai ataupun memonopoli sesuatu hanya untuk kepentingannya sendiri. Tidak hanya Alkitab yang menegur dan memperingatkan orang-orang kaya, malahan banyak kisah di film yang juga menyinggung secara tidak langsung kecenderungan orang-orang kaya yang memiliki ego tinggi dan ambisi.
Surat Yakobus pada perikop saat ini, ditulis dan ditujukan kepada para pengikut Kristus yang notabene pada masa pelayanan penulis Yakobus, banyak di antara mereka yang miskin dan menjadi korban ketamakan orang-orang kaya di masa itu. Teguran Yakobus sangatlah jelas, ia yang berseru tanpa tersandra oleh kepentingan pribadi. Ia mengingatkan agar para orang kaya memperhatikan hak orang-orang miskin. Agar orang kaya ini tidak menahan upah hasil pekerjaan mereka. Sebab keluh kesah para pekerja telah didengar Tuhan. Semua ini dilakukan Yakobus demi membangun komunitas iman yang sehat, hangat, dan berkenan di hadapan Tuhan.
Ketika kita membaca kitab suci tentang kekayaan dan orang-orang yang memilikinya, kita harus bertanya pada diri sendiri, “Apakah memiliki uang dan kekayaan merupakan berkah atau kutukan?” Jawabannya tergantung pada sikap kita terhadap uang dan kekayaaan itu, dan cara kita menggunakannya. Alkitab mengajarkan kita jika kita menjadikan uang atau kekayaan itu sebagai tujuan hidup dan hanya untuk kesenangan diri sendiri, maka besar kemungkinan kita akan menjadi tokoh antagonis dalam realita kehidupan. Sebaliknya jika dengan uang dan kekayaan itu, kita mau berbagi dan memberi kepada sesama yang membutuhkan, kita dapat menjadi berkat bagi sesama kita. Mari kita menjadi bijaksana dengan uang dan kekayaan yang Tuhan percayakan pada kita. Mari kita kelola dan pergunakan uang dan kekayaan itu untuk memuliakan Tuhan. Amin. Amin. [YOPI].
“Jadilah hamba Kristus dan jangan menjadi hamba mamon!”