Hikmat Membawa Berkat Pancaran Air Hidup 24 Januari 2024

24 January 2024

Bacaan: Amsal 8 : 1 – 21 | Pujian: KJ. 436

Nats: “Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku membenci kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” (Ayat 13)

Dalam kehidupan bersama ada banyak fenomena sosial yang terjadi. Belakangan ini ada salah satu fenomena sosial yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat sosial media. Banyak pengguna sosial media yang mengunggah foto liburan, makan mewah, saldo rekening, rumah bahkan mobil mewah mereka. Bagi yang pro, mereka beranggapan bahwa ini adalah bentuk pencapaian atas kerja keras yang sudah dilakukan. Bagi yang kontra, hal itu dicap sebagai flexing atau pamer yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Hal ini dinilai dapat mengundang orang lain untuk menetapkan tren tertentu yang jatuh pada pemaksaan diri menjadi seperti yang terlihat di dunia maya. Akibat peristiwa ini, banyak orang yang jatuh dalam masalah kesehatan mental karena membandingkan dirinya dengan orang lain. Jika tidak lekas disadari, hal ini akan memperparah kecemasan sosial, ketidakbahagiaan, tidak fokus pada hidupnya sendiri hingga depresi.

Penulis Amsal hari ini mengajak kita untuk memiliki hikmat. Hikmat dinilai jauh lebih tinggi dan berharga dibanding emas dan perak. Hikmat dapat membawa setiap orang mendapat kekuatan dalam melakukan keadilan dan kebenaran. Hikmat yang dimaksudkan dalam perikop ini adalah “Takut akan Tuhan” yaitu membenci kejahatan; kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” (Ay. 13) Hikmat inilah yang menjadi ajaran moral tentang sikap hidup taat kepada Allah. Hikmat untuk menolak aneka ragam keburukan dan kejahatan dalam hidup sehari-hari.

Hikmat yang dimaksudkan penulis Amsal ini menjadi yang penting untuk kita lakukan dalam kehidupan bersama masa kini. Bukan dalam rangka menyudutkan orang yang mengapresiasi diri dengan membagikan kesuksesan di media sosial, karena itu pilihan semua orang. Tetapi dalam melakukan pilihan itu, kita diajak untuk lebih berhikmat, untuk memikirkan dampak yang ditimbulkan dari hal yang kita lakukan. Kita juga diajak untuk berhikmat dalam menanggapi segala hal yang kita lihat di media sosial, sehingga kita tidak jatuh iri hati karena sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Mari kita semakin berhikmat dalam memilih cara hidup yang sesuai dengan diri kita. Berhikmat adalah wujud ketaatan kita kepada Allah Sang Pemberi hikmat. Dengan demikian orang yang berhikmat akan semakin dimampukan melihat berkat kehidupan dan bukan malah mengutukinya. Amin. [edw].

 “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat.” (Ams. 3:13a)

Bacaan: Amsal 8 : 1 – 21 | Pujian: KJ. 436

Nats: “Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku membenci kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” (Ayat 13)

Dalam kehidupan bersama ada banyak fenomena sosial yang terjadi. Belakangan ini ada salah satu fenomena sosial yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat sosial media. Banyak pengguna sosial media yang mengunggah foto liburan, makan mewah, saldo rekening, rumah bahkan mobil mewah mereka. Bagi yang pro, mereka beranggapan bahwa ini adalah bentuk pencapaian atas kerja keras yang sudah dilakukan. Bagi yang kontra, hal itu dicap sebagai flexing atau pamer yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Hal ini dinilai dapat mengundang orang lain untuk menetapkan tren tertentu yang jatuh pada pemaksaan diri menjadi seperti yang terlihat di dunia maya. Akibat peristiwa ini, banyak orang yang jatuh dalam masalah kesehatan mental karena membandingkan dirinya dengan orang lain. Jika tidak lekas disadari, hal ini akan memperparah kecemasan sosial, ketidakbahagiaan, tidak fokus pada hidupnya sendiri hingga depresi.

Penulis Amsal hari ini mengajak kita untuk memiliki hikmat. Hikmat dinilai jauh lebih tinggi dan berharga dibanding emas dan perak. Hikmat dapat membawa setiap orang mendapat kekuatan dalam melakukan keadilan dan kebenaran. Hikmat yang dimaksudkan dalam perikop ini adalah “Takut akan Tuhan” yaitu membenci kejahatan; kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” (Ay. 13) Hikmat inilah yang menjadi ajaran moral tentang sikap hidup taat kepada Allah. Hikmat untuk menolak aneka ragam keburukan dan kejahatan dalam hidup sehari-hari.

Hikmat yang dimaksudkan penulis Amsal ini menjadi yang penting untuk kita lakukan dalam kehidupan bersama masa kini. Bukan dalam rangka menyudutkan orang yang mengapresiasi diri dengan membagikan kesuksesan di media sosial, karena itu pilihan semua orang. Tetapi dalam melakukan pilihan itu, kita diajak untuk lebih berhikmat, untuk memikirkan dampak yang ditimbulkan dari hal yang kita lakukan. Kita juga diajak untuk berhikmat dalam menanggapi segala hal yang kita lihat di media sosial, sehingga kita tidak jatuh iri hati karena sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Mari kita semakin berhikmat dalam memilih cara hidup yang sesuai dengan diri kita. Berhikmat adalah wujud ketaatan kita kepada Allah Sang Pemberi hikmat. Dengan demikian orang yang berhikmat akan semakin dimampukan melihat berkat kehidupan dan bukan malah mengutukinya. Amin. [edw].

 “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat.” (Ams. 3:13a)

Renungan Harian

Renungan Harian Anak