Bacaan : 1 Korintus 6 : 1 – 11 | Pujian : KJ. 257
Nats: “Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?” (Ay. 7b)
Siapa dari kita yang tidak pernah berkonflik? Ya minimal berbeda pendapat. Seperti beberapa telur dalam keranjang, lebih mudah retak karena sering bersinggungan. Konflik pun terjadi karena kita hidup bersinggungan dengan orang lain. Hidup bersama memang tidak mudah, tetapi tidak sulit juga. Itu semua tergantung pada bagaimana kita merespon keadaan pada suasana konflik. Kita bisa merespon konflik dengan bijaksana, karena paham bahwa konflik lumrah terjadi. Namun bisa juga meresponnya tanpa memperhitungkan nilai kekristenan kita, seperti yang terjadi di jemaat Korintus.
Di abad pertama, peradaban kota Korintus tergolong maju sebab merupakan kota perdagangan yang didatangi berbagai macam golongan. Namun, perkembangan ekonomi di Korintus tidak selalu diimbangi dengan kemajuan etika manusianya. Terbukti dalam suratnya, Rasul Paulus berusaha menegur mereka dalam menghadapi konflik perpecahan yang terjadi dalam tubuh jemaat. Konflik ini terjadi karena jemaat Korintus berada dalam “keranjang” persekutuan yang sama. Mereka bersemangat ketika melakukan ritual keagamaan seperti halnya baptisan, tetapi mereka melalaikan wujudnyatanya, yaitu kasih. Maka ketika konflik terjadi, mereka meresponnya dengan mengedepankan ego dan kekuatan membawa perkara itu ke pengadilan. Rasul Paulus bukan mengajak mereka tidak taat pada peraturan negara, lebih dari itu, Paulus mengingatkan bahwa ada hukum yang lebih tinggi daripada itu yaitu hukum kasih.
Seperti halnya jemaat Korintus, kitapun diperhadapkan pada pilihan dalam merespon konflik. Sebab tidak hanya di Korintus, konflik bisa terjadi di dalam gereja. Hal ini seringkali terjadi karena kita tidak mau dirugikan dengan mengampuni, ingin dianggap menang karena argumen kita dan mungkin juga gengsi untuk meminta maaf. Saat ini mari kita sejenak menanggalkan ego dan mengedepankan kasih. Mari kita saling mengampuni, mengalah, menghargai orang lain. Dengan demikian kita mampu mempertahankan persekutuan dalam gereja kita. Gereja terdiri dari banyak orang dengan prinsip yang berbeda-beda, akan mampu terus berkarya dan menjadi berkat sekiranya semua hidup dengan kasih. Kiranya tuntunan Tuhan menyertai kita. (agns).
“You have to keep breaking your heart until it opens – Rumi”