Budaya Luhur Sarana Melakukan Panggilan Tuhan

19 November 2017

Bacaan : Hakim-hakim 4 : 1 – 7 | Pujian: KJ 424 : 1 – 2
Nats: “Pada waktu itu, Debora seorang nabiah, istri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel.” [ayat 4]

Suatu kali anak saya bertanya, “Bu, sekarang ini tukang gojeknya kok banyak yang perempuan ya? Perempuan kok mau jadi tukang gojek ya, Bu?” Dengan senyum saya menjawabnya, “menjadi tukang gojek itu juga pekerjaan yang mulia, loh nak. Jadi, kalau pun perempuan jadi tukang gojek, itu adalah pekerjaan yang bertujuan melayani banyak orang. Contohnya, pesanan adik pernah diantar oleh tukang gojek. Jadi, kita sangat terbantu dengan adanya tukang gojek itu.” Apakah kita juga sering sekali terjebak dengan penilaian dan kebiasaan-kebiasaan yang normatif tetapi justru tidak memberi arti apa-apa?

Kisah Debora sebagai seorang nabiah yang memerintah sebagai seorang hakim juga memberikan pelajaran penting bagi sejarah kepemimpinan bangsa Israel. Pada waktu itu seharusnya laki-lakilah yang memimpin untuk menghadapi Sisera, panglima perang raja Kanaan. Tetapi justru Debora yang dipakai Tuhan untuk tampil memerintah dan memimpin peperangan. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang tidak lazim karena budaya yang mereka anut seharusnya mengutamakan laki-laki, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini memberi pesan bahwa, Tuhan dapat memakai apa saja dan siapa saja untuk menjadi alat-Nya. Bahkan, dalam hal apapun jika Tuhan berkehendak, ia dapat memakai segala ciptaan-Nya menjadi sarana untuk menunjukkan keMahakuasaan-Nya.

Kehidupan kita, budaya kita, dan segala yang kita miliki dapat menjadi berguna dan menjadi luhur jika dipakai untuk menjadi berkat bagi sesama. Apa artinya kita mewarisi kekayaan budaya yang baik, sopan dan santun tetapi tidak untuk memuliakan Tuhan? Justru semua kekayaan (manusia, nilai-nilai dan tradisi) yang terdapat dalam kebudayaan kita akan menjadi luhur jika dipakai menjadi sarana melakukan panggilan Tuhan. Sebaliknya, budaya luhur akan menjadi berhala jika hanya kita pelihara tetapi tidak dipakai untuk menjadi berkat bagi sesama. [dee]

“Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rm. 12:1).

Renungan Harian

Renungan Harian Anak