Bacaan : Mazmur 16 : 1 – 11 | Pujian : KJ. 332 : 1, 2
Nats: “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan, di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (Ay. 11)
Sepeda onthel Batavus, saya niatkan berdiri anggun di ruang keluarga. Bukan tanpa niat sepeda itu terpajang disana. Mbah Di, si pemilik awal sepeda ini memberikan inspirasi yang luar biasa. Mestinya dia bisa menikmati sisa umur dengan sedikit kebahagiaan. Tetapi keadaan membuat Mbah Di harus tetap berjuang menghidupi kakak perempuannya yang mengalami gangguan jiwa dan anak bungsunya yang cacat fisik. Nafkah andalannya adalah menjual tenaga, kejujuran dan kesungguhannya demi kelangsungan hidup keluarga. Tempat tinggalnya sebagian beratap terpal bertembokkan separuh batako, dia harus berbagi ruang tidur dengan empat ekor kambing milik tetangga yang dipelihara untuk berbagi hasil. Dia tidak menuntut instansi terkait untuk sekedar melihat kondisi rumah ataupun tawaran untuk membongkar total huniannya.
Ketika saya bertanya mengapa tidak ke RT/RW dan Desa untuk meminta pembenahan rumah, jawaban yang terlontar sungguh mengejutkan. Katanya, “Aku iki wis sugih nak, wes ayem. Awak jangkep sehat, gaenek larangan mangan, iso ngumpul sak keluarga. Sing penting seger waras nyambut gawe ora pek pinek barang liyan, masio ora oleh bantuan aku ora ngersula, sebab jik akeh sing kecingkrangan“. (Saya sudah merasa bahagia, kaya. Sebab memiliki badan yang sehat, utuh, tidak ada pantangan makan, dan bisa berkumpul dengan keluarga. Bekerja dengan tidak melakukan hal-hal yang merugikan. Walaupun tidak dapat bantuan, tidak kecewa. Sebab masih banyak orang lain yang masih membutuhkan bantuan).
Kebahagiaan Mbah Di ternyata terletak pada kesadaran diri yang luar biasa. Ia merasa kaya bukan karena memiliki tetapi mampu menerima dan menjalani kenyataan hidup dengan keikhlasan. Ia tidak terpengaruh dengan keadaan diluar dirinya. Pengalaman pemazmur yang dituangkan dalam bacaan kita kali ini menegaskan bahwa kebahagiaannya bersumber dari Tuhan yang menjadi bagian hidupnya. Ia tidak bergantung kepada situasi dan kondisi diluar dirinya. Mbah Di dan pemazmur menjaminkan hidupnya pada kesadaran diri bahwa rela hati menerima kenyataan hidup dan meyakini bahwa hidupnya dijamin oleh Allah adalah kunci kebahagiaan. Amin. (japri)
“Kesadaran kitalah yang menentukan apakah kita ini kaya atau miskin”