Bacaan: Amos 3 : 1 – 12 | Pujian: KJ. 178
Nats: “Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi. Sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.” (Ayat 2)
Orang tua yang baik pasti akan mengasihi anaknya, tetapi bukan berarti harus menuruti semua keinginan anak dan memanjakannya. Jika si anak melakukan kesalahan, maka orang tua harus menegur dan menasihati anak mereka supaya ia tidak mengulangi kesalahannya. Bahkan beberapa orang tua memberikan hukuman sebagai konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat anak mereka, misalnya tidak diberi uang saku jika kedapatan tidak mengerjakan PR, tidak diperbolehkan menggunakan HP seharian karena kedapatan browsing hal buruk, dsb. Hal ini dilakukan supaya si anak bisa belajar dari kesalahannya dan menjadi lebih baik. Begitulah bentuk kasih, kehadirannya bisa dirasakan melalui hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Begitu juga dengan kasih Allah yang hadir melalui berbagai cara. Allah mengutus nabi Amos untuk memperingatkan bangsa Israel akan dosa-dosa mereka. Sebelumnya, Amos mengingatkan mereka tentang kedudukan Israel yang istimewa di mata Allah (Ay. 2a). Dari semua bangsa, Allah telah memilih bangsa Israel, namun berulang kali mereka menyakiti hati Allah. Mereka melanggar janji dengan tidak lagi berjalan bersama Allah (Ay. 3), sehingga mereka mendapatkan hukuman dari Allah. Mereka harus merenung atas perumpamaan-perumpamaan yang diberikan Amos. Dan perumpamaan tersebut mengandung hubungan sebab-akibat (Ay. 3-8). Sebelum menjatuhkan hukuman, Allah memastikan bahwa mereka menyadari akan kesalahan mereka lalu berbalik kepada Allah. Sekalipun Allah akan menjatuhkan hukuman, tetapi mereka terlebih dahulu diperingatkan. Itu artinya Allah masih memberikan kesempatan bagi bangsa Israel untuk bertobat.
Teguran yang kita terima bukan berarti kita sedang dibenci, bisa jadi teguran itu lahir dari cinta. Sebagai umat Allah, kita seringkali menyakiti hati Tuhan melalui perbuatan kita. Namun Tuhan Allah yang penuh kasih tetap setia memperingatkan kita melalui cara-Nya yang ajaib. Contohnya melalui teguran dari sesama yang secara langsung kita alami. Lalu pertanyaannya: “Sudahkah kita benar-benar menerima peringatan dan teguran itu sebagai bentuk cinta Allah?” Atau jangan-jangan kita selalu menyalahkan Allah atas apa yang terjadi dalam hidup kita, padahal itu konsekuensi dari tindakan kita sendiri. Mari kita lebih sering introspeksi diri supaya kehidupan kita bisa menjadi lebih baik. Amin. [EPCM].
“Mari dengan jernih melihat bentuk cinta Allah yang bisa hadir dalam ragam rasa, baik suka maupun duka.”