Memeluk Ketidakpastian Renungan Harian 12 Desember 2019

12 December 2019

Bacaan : Rut 1 : 6 – 18  |  Pujian  : KJ. 333
Nats:
“… Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi,…” (ay. 16)

Hachiko, sang anjing yang setia. Anjing milik Profesor Eisaburo Ueno itu menemani sang profesor setiap hari ke tempat kerjanya. Dia akan mengantar sang profesor sampai ke Stasiun Shibuya dan menunggu sampai sang profesor pulang. Begitu terus setiap hari. Hingga suatu hari sang profesor tak nampak di pintu keluar stasiun. Dia mengalami serangan jantung yang membawa pada kematiannya. Hachiko tak tahu, yang dia tahu sang pemilik tak juga pulang, semua serba tak pasti.

Siapa yang tahan berhadapan dengan ketidakpastian? Ketidakpastian menggantungkan kita, menimbulkan tanda tanya besar yang mengganggu. Namun Hachiko tidak demikian. Dia terus kembali ke stasiun itu sampai sembilan tahun lamanya. Orang-orang yang mengetahui kisahnya memberikan makan dan merawatnya setiap hari. Mereka mendirikan baginya patung The Faithful Dog, anjing yang setia pada 1934 di Stasiun Shibuya. Tepat pada 9 Maret 1935, Hachiko mati karena usia tua. Dia meninggal di kaki patung itu, di tempat dia menunggu sekian lama.

Ketidakpastian memang begitu mengesalkan. Seperti calon mahasiswa yang menunggu pengumuman apakah dia diterima di kampus yang diidamkannya. Seperti seorang istri yang menunggu suaminya yang tak segera pulang. ‘Bang Toyib’ menjadi lagu yang mengisahkan penantian yang tak pasti itu. Dibalas oleh lagu lain ‘Ndang Balia Sri’ mengisahkah sang suami yang menunggu ketidakpastian kepulangan sang istri. Seperti para petani yang menghadapi masa datangnya tikus, atau nelayan yang berhadapan dengan laut yang tidak menentu. Para pedagang dengan harga yang tak menentu. Dalam ketidakpastian, ada pilihan menanti dengan setia. Atau pergi saja mencari yang pasti-pasti saja.

Namun, apakah hidup jika bukan deretan ketidakpastian? Tak ada yang benar-benar tahu besok atau nanti akan menjadi apa. Bahkan apa yang kita sebut kepastian pun nyatanya ketidakpastian. Kita tak sungguh tahu hasilnya akan bagaimana. Segalanya penuh spekulasi.

Sejatinya hidup adalah rangkaian memeluk ketidakpastian. Tapi bukan berarti bahwa itu tak bisa dinikmati. Kesetiaan menghadirkan sukacita – walaupun kadang-kadang kesal juga. Kesetiaan menghadapi ketidakpastian menghadirkan harapan – walaupun kadang kecewa juga. Namun demikianlah hidup. Memeluk ketidakpastian adalah memeluk rasa geregetan, tapi juga menikmati segala kejutan hidup yang menyentak. Seperti Rut pada Naomi. Hasilnya baik, puji Tuhan. Tak baik pun puji Tuhan. (gid)

“Setia menghadirkan tahan uji. Tahan uji menghadirkan harapan.  Dalam Tuhan, harapan tak sia-sia.”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak