Bacaan : Yohanes 19 : 1 – 42 | Pujian : KJ. 368 : 1, 2, 3
Nats: “Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah menyebelah, Yesus di tengah-tengah.” (Ay. 18)
Orang Kristen seringkali dicirikan dengan tanda salib. Mulai dari salib yang dipasang di ruang tamu rumah, salib yang digunakan sebagai kalung atau anting-anting, bahkan salib juga yang dipasang di lingkungan gereja, sekolah-sekolah Kristen juga rumah sakit – rumah sakit Kristen. Dapat dipastikan salib menjadi identitas orang Kristen. Padahal pada masa Tuhan Yesus hidup, salib adalah lambang penyiksaan, kesengsaraan dan hukuman. Bagaimana tidak pemerintah Romawi saat itu menghukum para penjahat atau pemberontak yang melawan pemerintah Romawi dengan cara menyalibkan mereka.
Injil Yohanes menceritakan tentang Yesus yang disalibkan ditengah-tengah dua orang penjahat. Yesus yang tidak bersalah harus mengalami pengadilan palsu, tuduhan-tuduhan palsu dari para imam Yahudi yang merasa iri dan benci pada-Nya. Dan akhirnya Yesus harus disalibkan setelah Pontius Pilatus menyerahkan Yesus kepada orang-orang Yahudi untuk disalibkan. Apakah yang dilakukan Yesus? Apakah Dia membalas, marah, atau dendam kepada mereka? Kesaksian Firman Tuhan dalam Injil Yohanes menjelaskan saat Yesus diadili, disiksa dan disalibkan, Dia tidak melakukan perlawanan. Yesus tetap mengasihi mereka, sekalipun mereka telah berbuat keji dan jahat kepada-Nya. Salib adalah bukti kasih Yesus kepada manusia. Salib menjadi jalan penebusan yang dilakukan Yesus untuk menyelamatkan manusia dari dosa.
Hari ini adalah Jumat Agung. Hari dimana Yesus mati disalibkan. Bukan karena Dia berbuat dosa dan kejahatan, tetapi Dia ingin menunjukkan begitu besar dan dalamnya kasihNya sekalipun Dia harus berkorban nyawa. Bagi kita para pengikut Yesus, sudah selayaknya jika kita berani seperti Yesus. Saat ada kesulitan, tantangan, cobaan dan kesengsaraan hidup, ingatlah dan pandanglah Yesus. Jadikan salib sebagai bagian hidup kita. Artinya kita mau memikul salib kita, menjalani setiap pergumulan dan kesulitan hidup bersama Yesus dan tetap setia meneladani Yesus dalam hidup. Pandanglah salib bukan sekedar bermakna penderitaan, kesengsaraan dan kesulitan tetapi pandanglah salib yang bermakna kasih Allah pada kita, sukacita atas anugerah keselamatan Allah pada kita. (AR)
“Salib-Mu, salib-Mu yang kumuliakan” (KJ. 368)