Bacaan : Kisah Para Rasul 7 : 9 – 16  |  Pujian: KJ 467 : 1, 2, 3
Nats: “Karena iri hati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf  ke tanah Mesir, tetapi Allah menyertai dia.” [ayat 9]

Ada orang yang sangat jeli dan teliti memperhatikan segala gerak-gerik dan bahkan barang-barang milik orang lain. Ada juga yang sibuk mencari informasi tentang dari mana sumber kekayaan yang diperolehnya. Bahkan ada yang berusaha melihat daftar gaji temannya hanya untuk mengetahui berapa sisa gaji yang diterima setelah dipotong pinjaman. Begitulah yang dilakukan oleh pemilik watak  iri hati. Pewaatak iri memilki kekuatiran yang tinggi tentang bagaimana jika orang lain lebih baik, lebih sukses, lebih kaya atau jadi lebih segalanya dari dirinya. Iri bisa memicu orang melakukan hal-hal yang jahat bahkan tega melakukan pembunuhan. Bahkan sangat memungkinkan untuk  menggiring opini orang-orang di sekitarnya untuk membenci orang yang dianggap menjadi saingannya. Satu hal yang pasti, orang yang iri dengan siapapun berarti menganggap pihak yang diiri adalah istimewa.

Demikian juga yang disampaikan oleh Stefanus dari kisah Yusuf, ketika iri hati menguasai saudara-saudaranya karena Yusuf dianggap istimewa. Justru kerendahan hatilah yang menguasai Yusuf, tentu saja melalui suatu proses yang tidak mudah. Ketulusan hati dalam melayani saudara-saudaranya merupakan bukti bahwa Tuhan berkenan hadir dalam pribadi Yusuf. Sehingga kehidupan Yusuf senantiasa terkuasai dan terberkati oleh Tuhan.

Karena itu waspadalah terhadap sikap iri hati dan dengki yang dapat merusak segala bentuk relasi: dalam pekerjaan, bertetangga, keluarga maupun dalam persekutuan atau kehidupan berjemaat. Kita harus memelihara hati yang tulus dan mau diperbaharui oleh firman-Nya, serta senantiasa dikendalikan-Nya. Kita perlu mengendalikan diri agar rasa iri hati tidak menguasai hati kita.

Berikut ini ada tiga yang dapat kita lakukan seperti yang dilakukan Yusuf kepada saudara-saudaranya:

  1. Motivasi untuk memperbaiki diri.
  2. Menghilangkan rasa iri dengan bersyukur atas  apa yang Tuhan berikan.
  3. Belajar memberi pengampunan atas segala hal yang tidak menyenangkanmenjadi menyenangkan orang lain.
  4. Mengubah berpikir negatif menjadi positif. [Bu D]

“Orang berwatak iri tidak akan pernah tentram hidupnya.”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak