Pemahaman Alkitab (PA) Mei 2025 (I)
Masa Undhuh-Undhuh
Bacaan: Imamat 19 : 9 – 18
Tema Liturgis: Budaya Syukur dalam Aksi dan Tutur
Tema PA: Mengasihi Sesama Sama Dengan Mengasihi Allah
Pengantar:
Seseorang pernah berkata demikian: “Jika ingin mengetahui karakter seseorang, perhatikanlah cara dia memperlakukan orang lain. Bahkan kita juga akan tahu sejauh mana ia mengenal Tuhan-Nya. Itu artinya semakin dia bisa menghargai dan memedulikan orang lain, berarti ia telah mengenal Tuhan dengan baik.” Sebuah kalimat yang berisi nasihat sekaligus pengingat bahwa kita manusia harus bisa mengasihi sesama, seperti Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita. Tentu yang bisa dibuktikan melalui tindakan nyata.
Penjelasan Teks:
Imamat 19 mengingatkan kita bahwa pada dasarnya karakter kita dibangun melalui pengenalan terhadap Allah. Secara terkhusus ayat 9-18 menjelaskan mengenai karakter manusia ketika berelasi dengan sesama. Ini lebih ke arah aspek moral dan sosial. Di tengah-tengah tantangan kehidupan yang tidak mudah ini, kita diajak untuk menjadi cerminan nyata dari sifat-sifat Allah. Lalu, Apa saja yang seharusnya menjadi karakteristik dari gaya hidup umat Tuhan?
Pertama, Belas Kasihan (Ay. 9-10). Dalam budaya pada waktu itu beberapa kelompok orang dikategorikan sebagai orang yang lemah, termasuk di antaranya adalah orang miskin dan orang asing. Mereka tidak memiliki tanah. Kehidupan mereka bergantung pada orang lain yang mau memperkerjakan mereka sebagai buruh upahan. Persoalannya, pekerjaan seperti ini juga tidak selalu mudah untuk didapatkan. Orang-orang kaya sudah memiliki hamba-hamba untuk melakukan semua jenis pekerjaan. Kebutuhan terhadap tenaga upahan tidak sebesar yang diharapkan oleh banyak orang.
Lalu bagaimana mereka bisa mendapatkan makanan? Allah sudah menyiapkan banyak hal untuk mereka. Salah satunya adalah aturan tentang panen. Orang-orang kaya yang memiliki ladang tidak boleh mendapatkan 100% dari seluruh hasil panen. Para pekerja mereka tidak boleh memanen semua yang ada sampai tidak tersisa sama sekali. Mereka tidak boleh memanen dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Tradisi Yahudi menerangkan bahwa sedikitnya 1/6 bagian dari ladang harus dibiarkan untuk orang miskin dan orang asing. Bahkan seandainya ada hasil panen yang berceceran ke tanah atau terlewatkan selama panen, semua itu menjadi bagian untuk mereka yang membutuhkan. Dengan pengaturan seperti ini, kelimpahan orang kaya akan menutupi kekurangan orang miskin.
Menariknya, aturan ini tetap melibatkan peranan aktif dari pihak orang miskin dan orang asing. Mereka tidak hanya membuka tangan dan menerima begitu saja. Mereka perlu memungut hasil panen yang tersisa atau berceceran tersebut. Mereka tidak diperlakukan sebagai para pengemis atau orang malas. Ini dimaksudkan supaya mereka tetap menjaga kehormatan diri mereka sendiri dan mereka tidak akan merasa dipermalukan.
Kepedulian terhadap orang miskin dan orang asing seperti ini jelas mencerminkan sifat Allah. Dia sangat peduli dengan orang miskin (Mzm. 132:15; 146:7). Aturan panen seperti di atas muncul berkali-kali dalam Alkitab (Im. 23:22; Ul. 24:19). Alkitab juga mencatat beragam cara pemeliharaan-Nya yang lain atas orang miskin. Misalnya, pada tahun ke-7 tanah tidak boleh ditanami apapun supaya orang miskin mendapatkan makanan dari sana (Kel. 23:11). Cara lain adalah pemungutan persepuluhan di tahun ke-3 untuk orang-orang miskin (Ul. 14:28-29; 26:12-15).
Kedua, Kejujuran (Ay. 11-12). Perhatian terhadap orang miskin (Ay. 9-10) langsung diikuti dengan larangan tentang mencuri dan berbohong (Ay. 11-12). Dua hal ini sangat berkaitan erat. Orang miskin tidak boleh mencuri harta orang lain (Ay. 11a), karena Allah sudah memelihara mereka melalui orang lain (Ay. 9-10). Yang artinya kemiskinan bukan alasan untuk melakukan pencurian. Sebaliknya, belas-kasihan kepada orang miskin tidak boleh sampai mengompromikan pencurian. Ketika orang miskin diseret ke pengadilan, orang Israel tetap harus memberi kesaksian yang benar terhadap mereka. Tidak boleh ditambahi atau dikurangi, bahkan dengan alasan untuk membantu orang miskin sekalipun. Keadilan harus ditegakkan, entah pihak mana yang akan dimenangkan oleh pengadilan. Pencurian dan kebohongan dikaitkan secara erat di ayat 11-12 ini. Hal ini menyiratkan bahwa kebohongan atau dusta di sini berimbas pada perampasan hak orang lain.
Lebih jauh, konteks dari persoalan ini adalah pengadilan. Dalam pengadilan kuno sebuah keputusan sangat ditentukan oleh kehadiran para saksi. Ucapan mereka sangat menentukan. Karena itu, Allah berkali-kali mengingatkan bangsa Israel untuk menjadi saksi yang benar. Setiap saksi juga harus mengambil sumpah demi nama TUHAN. Jika kesaksian mereka ternyata palsu, mereka telah melanggar kekudusan nama TUHAN (Ay. 12b).
Ketiga, Penghargaan (Ay. 13-14). Bagian ini berbicara tentang tindakan yang tidak menghargai pihak lain yang kurang beruntung. Ini adalah eksploitasi kelemahan orang lain. Semua tindakan tidak terpuji di sini layak disebut perampasan (Ay. 13). Salah satu jenis perampasan adalah penahanan upah pekerja harian (Ay. 13). Orang miskin sangat bergantung pada upah yang diterima setiap hari. Jika dia tidak bekerja atau upahnya ditahan oleh tuannya, seluruh keluarganya bisa menderita (Ul. 24:15). Mereka mungkin tidak mampu membeli makanan untuk keesokan harinya. Perampasan hak seperti ini jelas tidak menghargai hak orang lain. Seorang pekerja berhak mendapatkan upahnya. Pekerja harian berhak mendapatkan upahnya setiap hari.
Tindakan lain yang tidak terpuji adalah menghina pihak lain yang lemah (Ay. 14). Bangsa Israel dilarang untuk mengutuki orang tuli maupun meletakkan halangan di depan orang buta. Terlepas dari motif dibalik tindakan ini hanya sebagai hiburan, hinaan atau kejahatan tindakan tersebut tetap tidak bisa dibenarkan dan didiamkan. Mereka yang melakukan pelanggaran ini bersalah terhadap Allah. Tindakan ini menunjukkan bahwa mereka tidak takut kepada TUHAN (Ay. 14a). Seorang yang tuli jelas tidak dapat mendengarkan kutukan yang diucapkan oleh orang lain kepada dirinya. Seorang buta juga tidak mengetahui sandungan yang ditaruh oleh orang lain di jalannya. Keduanya benar-benar tidak berdaya di depan orang yang mengeksploitasi mereka. Namun, semua tindakan ini diketahui oleh Tuhan, dan Tuhan mereka tidak tinggal diam begitu saja. Kutukan sudah disiapkan bagi mereka yang menyesatkan jalan orang buta (Ul. 27:18).
Keempat, Mengasihi (Ay. 15-18). Ayat ini sangat menarik. Ayat 9-14 banyak berbicara tentang belas-kasihan kepada orang-orang yang lemah. Mereka perlu dipelihara (Ay. 9-10). Hak mereka perlu dilindungi (Ay. 13-14). Namun, dalam konteks kebenaran dan keadilan, posisi mereka tidak berbeda dengan orang lain. Membela orang yang salah, terlepas dari siapa dan bagaimana keadaan mereka adalah kecurangan dan ketidakadilan. Ayat 17 memperingatkan bangsa Israel untuk tidak menyimpan kebencian. Pemunculan larangan ini tepat setelah larangan tentang menebar fitnah sangat mungkin terjadi. Ada keterkaitan erat antara keduanya. Apa yang ada di dalam menentukan apa yang ada di luar. Kondisi hati menentukan aksi. Fitnah tidak dimulai dari mulut, tetapi dari hati. Fitnah hanya bisa berhenti kalau ada perubahan sikap hati. Bagaimana seseorang bisa menjaga hatinya dari kebencian? Bukankah setiap hari kita mungkin bersentuhan dengan orang lain yang menjengkelkan? Salah satu cara untuk menjaga hati dari kebencian adalah memberikan teguran secara terus-terang. Teguran yang disampaikan di depan akan menjaga seseorang dari menebar fitnah di belakang. Melalui teguran, seseorang berusaha untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Melalui fitnahan, seseorang sedang memerburuk keadaan.
Frasa “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Ay. 18b) seringkali dianggap sebagai prinsip sentral Hukum Taurat (lih. Mat. 22:39-40; Rm. 13:9). Ketaatan kepada Taurat harus didorong oleh kasih. Tanpa kasih, ketaatan hanyalah keterpaksaan dan perbudakan. Ayat 18 menjadi poin penting dalam melakukan keempat karakteristik ini, yaitu kasih. Tanpa kasih maka semuanya tidak akan bisa terjadi. Kasih yang dihidupi melalui tindakan nyata.
Relevansi:
Empat karakteristik di atas tercermin dengan sempurna dalam kasih Allah. Dia menunjukkan belas-kasihan kepada banyak orang yang membutuhkan, baik orang miskin, orang sakit, maupun orang berdosa. Dia selalu mengatakan kebenaran dan tidak pernah berdusta. Kebenaran-Nya bahkan menjadi kebenaran kita. Allah telah mengajarkan banyak hal terkait dengan hidup kudus, memang tidak mudah untuk dilakukan, namun mari berusaha untuk bisa menjadi rekan sekerja Allah dalam mengasihi dunia ini. Mungkin juga bisa dimulai dari hal-hal kecil, yang pastinya juga akan berdampak besar. Dan semoga keempat karakter ini selalu melekat di dalam setiap aksi dan tutur kita sebagai ungkapan syukur kita atas segala berkat dan kebaikan Tuhan yang kita terima setiap waktu.
Pertanyaan Untuk Didiskusikan:
- Mengapa Allah menghendaki kita hidup kudus dan memiliki empat karakteristik dari gaya hidup sebagai umat-Nya?
- Sudahkan saudara melakukan keempat karakteristik di atas? Jika sudah, apa saja contohnya? Jika belum, mengapa? [EPCM].
Pemahaman Alkitab (PA) Mei 2025 (II)
Masa Undhuh-Undhuh
Bacaan: Lukas 19 : 1 – 10
Tema Liturgis: Budaya Syukur dalam Aksi dan Tutur
Tema PA: Perjumpaan Penuh Cinta Membuahkan Perubahan dan Berkat
Pengantar:
Dalam hidup sehari-hari kita senantiasa mengalami perjumpaan demi perjumpaan. Baik perjumpaan dengan sesama manusia, perjumpaan dengan keadaan, peristiwa maupun persoalan hidup. Begitu pun perjumpaan kita dengan Tuhan, baik secara pribadi maupun bersama dalam sebuah komunitas. Perjumpaan melalui doa, persekutuan ibadah atau kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Lalu, apakah perjumpaan-perjumpaan itu membuahkan hasil baik atau justru berakhir tanpa makna?
Penjelasan Teks:
Ay 1-3. Zakheus sangat dikenal sebagai seorang pemungut cukai, yang hidupnya tercela dan telah dicap sebagai seorang berdosa. Zakheus merupakan seorang pribadi yang dibenci, dijauhi serta dipinggirkan oleh masyarakat, karena latar belakang pekerjaannya sebagai pemungut cukai. Zakheus terpanggil untuk melihat Yesus. Inilah perjumpaan yang mengawalinya untuk bertobat dan hidupnya menjadi berkat. Peristiwa ini terjadi tanpa sengaja, yaitu ketika Yesus sedang melintasi jalan untuk memasuki kota Yerikho.
Ay 4-6. Mengalami kesulitan saat menerobos kerumunan orang banyak karena memiliki tubuh yang kecil dan pendek, tidak menggagalkan tekad Zakheus untuk menjumpai Yesus, sehingga membuat dirinya tidak kehilangan akal dengan memanjat pohon ara. Pada saat Yesus tiba di tempat itu, Dia melihat Zakheus sedang berada di atas pohon ara, sambil memanggil nama Zakheus dan memintanya untuk turun, karena Yesus akan singgah di rumahnya. Mendengar perkataan Yesus tersebut, turunlah Zakheus dari pohon ara, dan dengan penuh sukacita Zakheus menerima dan memenuhi keinginan Yesus untuk singgah di rumahnya. Sementara itu, hal sebaliknya terjadi pada diri orang banyak yang berkumpul saat itu, yang merasa sangat terkejut ketika mendengar perkataan Yesus yang memutuskan untuk singgah di rumah Zakheus.
Ayat 7-10. Hal itu menjadi kebingungan dan tanya tersendiri, mengapa Yesus lebih memilih untuk tinggal di rumah Zakheus si pemungut cukai, yang telah dianggap sebagai seorang berdosa oleh masyarakat. Apa yang dilakukan Yesus, adalah tindakan yang mencerminkan kasih dan cinta Allah yang tak terbatas, yang menginginkan keselamatan selalu terjadi pada jiwa yang hilang. Ia merengkuh yang jauh dan membuat perubahan besar terjadi. Allah tidak membiarkan umat-Nya hilang. Meskipun ia dipandang sebagai pendosa, namun ia masih bisa mendengar dengan iman apa yang Allah maksudkan, sehingga ia pun terselamatkan. Perubahan yang terjadi dalam diri Zakheus merupakan sebuah pertobatan yang tulus, dan patut menjadi sebuah catatan iman bagi kita untuk meneladaninya. Terlebih pada saat, Zakheus menyatakan bahwa dirinya akan menyerahkan separuh harta kekayaan yang dimilikinya untuk diberikan kepada orang-orang miskin. Selain itu, Zakheus juga bertekad untuk membayar sebanyak empat kali lipat kepada setiap orang yang telah dirugikannya saat dirinya melakukan pekerjaan sebagai seorang pemungut cukai. Perubahan ini menunjukkan bukan hanya terjadi bagi dirinya sendiri, namun ia mampu menjadi berkat bagi sesama yang lemah. Ia menyadari apa yang dilakukannya dulu merugikan banyak orang, sehingga ia bertanggung jawab dengan apa yang ia lakukan.
Relevansi:
Sebagai umat Tuhan, marilah terus belajar menghayati perjumpaan kita dengan Tuhan, sehingga kita menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Di mana kita menemukan diri kita berada dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Sehingga kita menyadari arti dicintai untuk mencintai. Sejatinya, Tuhan lebih dulu mencintai kita agar kita terus belajar mencintai Tuhan dan sesama. Perubahan hidup yang terjadi bukan saja menjadi persembahan diri, tetapi sekaligus juga sebagai bentuk konkret dari cinta dan kesetiaan kita kepada Allah. Perubahan hidup juga harus didasari dengan beberapa hal, diantara:
Pertama. Perubahan hidup yang diawali dengan kerinduan hati yang tulus, dimana kita merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidup kita dan mengharapkan terjadi perjumpaan dengan Yesus. Merindukan kehadiran Yesus menjadi kekuatan kita untuk bertekad menerobos tantangan sebagai bentuk perjuangan iman dalam mengikut Yesus. Perubahan hidup yang sejati, dimulai pada saat kita merasakan sebuah kerinduan yang begitu kuat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menginginkan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Kedua. Perubahan hidup bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi berkat bagi sesama (menolong sesama yang membutuhkan, berbagi kepada yang miskin, dsb). Perubahan hidup sejati, merupakan persembahan diri kita sepenuhnya kepada Allah, dimana setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu mencerminkan rasa syukur dan pengabdian kita kepada Allah. Perubahan bukan hanya janji yang sekedar diucapkan, tetapi dibuktikan secara nyata dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Ketika kita sudah merasa dicintai oleh Allah, maka sepatutnya kita membagikannya kepada sesama. Selamat mengalami perjumpaan iman dengan Sang Maha Cinta yang membawa perubahan baik dan penuh dengan berkat.
Pertanyaan Untuk Didiskusikan:
- Mengapa Tuhan Yesus memilih singgah di rumah Zakheus, yang menurut banyak orang ia adalah pendosa?
- Apa saja pengalaman sehari-hari yang dapat membuat saudara berjumpa dengan Tuhan? Ceritakan! [EPCM].