Pemahaman Alkitab – Pebruari 2020 (I)
Minggu Biasa
Bacaan : Ulangan 30 : 1 – 10
Tema Liturgis : Kesetian kepada Yesus Kristus Menuntun pada Hidup Kudus
Tema PA : Menjaga Citra Kekudusan Allah
Penjelasan Teks :
Perikop kita ini merupakan kata-kata Musa yang disampaikan kepada bangsa Israel saat mereka hampir mendiami tanah perjanjian. Secara khusus, perikop ini adalah lanjutan dari perikop pembaharuan perjanjian Tuhan dengan umat Israel (pasal 29). Sebelumnya, Allah berjanji membawa pembebasan bagi Isarel dari perbudakan di Mesir. Dan sampai pada perikop pasal 29, janji Tuhan itu telah digenapi dan diperbarui. Pembaharuan perjanjian Tuhan Allah berupa pengangkatan umat Israel menjadi umat kepunyaan Tuhan Allah sepenuhnya (pasal 29:13). Pembaharuan perjanjian ini berkembang pada : jika ada seorang tetap berlaku degil atau jahat setelah diangkat menjadi umat-Nya, maka Tuhan Allah tidak akan menyatakan keselamatan kepadanya (pasal 29:19-20).
Kenyataannya, memang masih banyak orang Israel yang berlaku degil, sementara mereka masih percaya diri akan mendapatkan keselamatan dari Allah. Atas tingkah laku yang demikian ini, Tuhan Allah melalui Musa memperingatkan agar mereka segera bertobat dan berpaling kepada Allah, serta tidak lagi berbakti kepada allah-allah lain, termasuk ilah kedegilan/ kejahatan. Diangkat menjadi kepunyaan Allah sepenuhnya, mengisyaratkan kesetiaan tanpa batas. Setia berarti bersedia untuk mengalami pemulihan. Bersedia mengalami pemulihan berarti bersedia untuk memberlakukan hidup baru, dan tidak kembali kepada cara hidup lama yang penuh dengan dosa. Inilah yang dimaksud pulih setelah bertobat. Dikatakan pulih karena pada dasarnya setiap manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, Allah yang kudus, yang tak bercacat. Kedegilanlah yang menjadikan kekudusan manusia ternoda, sehingga menodai kekudusan Allah.
Pesan Musa ini begitu penting bagi umat Isarel, mengingat setelah pembaharuan perjanjian, mereka harus hidup secara mandiri dan dewasa di tanah perjanjian. Mereka harus menata sedemikian rupa tata cara hidup yang menggambarkan bahwa mereka ialah umat kepunyaan Allah. Menjaga kepulihan hidup mejadi nilai yang perlu senantiasa diperjuangkan, karena di dalamnya terkandung nilai kekudusan. Pulih dan tidak lagi terjerembab ke dalam dosa, berarti menjaga citra Allah yang ada di dalam diri manusia, yakni citra kekudusan.
Pergumulan Masa Sekarang
Pertama-tama perlu diakui betapa sulitnya menjaga kekudusan hidup. Dalam artian bertahan pada hidup baru dan tidak terjatuh kembali pada hidup lama setelah melakukan pertobatan serta mengalami pemulihan. Secara radikal, ini menggambarkan kehidupan orang Kristen yang sudah tidak lagi tertantang untuk mempertahankan citra kekudusan Allah yang mendarah daging di dalam dirinya. Pertobatan seringkali dihayati sebatas pengakuan, pengampunan dan pemulihan sesaat. Ini mengurangi (atau bahkan menghilangkan) nilai hidup baru yang semestinya tetap harus dipertahankan dan diberlakukan setelah mengalami pemulihan.
Sebagai umat pilihan Allah yang mewarisi kekudusan-Nya, semestinya kita tetap berada di hadirat Allah dan tidak berpaling dari pada-Nya. Namun banyak hal yang menjadikan kita seringkali berpaling, katakan saja soal harta, jabatan, kesenangan badani, nafsu amarah, dan seterusnya. Ini adalah ilah lain yang berpotensi besar menuntun kita kepada kedegilan. Sekalinya kita terperosot, maka kita telah menodai citra kekudusan Allah yang kita warisi. Jika rupa-rupa kedegilan itu kita anggap sebagai tantangan, maka kita perlu membentuk sistem pertahanan diri terlebih dahulu agar tidak termakan olehnya. Barulah kita merancang sistem penyerangan.
Sistem pertahanan diri kita haruslah terbentuk atas kelekatan dengan Tuhan Allah. Suasana keheningan hati dan kontemplasi menjadi sikap yang amat penting bagi sistem pertahanan yang kita bangun. Membiasakan diri berhening akan membekali kita untuk berkembang menjadi kepunyaan Tuhan yang bijaksana dalam menghadapi berbagai tantangan kedegilan. Sementara itu, sistem penyerangan kita haruslah didasarkan pada kebiasaan untuk memberlakukan hidup baru. Sehingga kita dapat melawan godaan rupa-rupa kedegilan itu dengan bijaksana.
Mengakhiri perenungan ini sebelum nanti kita refleksikan bersama-sama, mari kita ingat bahwa Allah menginginkan agar kita tidak bertindak seenak hati, meskipun kita adalah umat pilihan-Nya. Allah menginginkan agar kita dapat melawan setiap rupa godaan kedegilan dengan tetap memberlakukan hidup baru. Hanya dengan begitu, citra kekudusan Allah dalam diri kita tetap lestari.
Pertanyaan Reflektif :
- Apakah saudara rumangsa mengalami pembaharuan hidup selama menjadi kepunyaan Tuhan Allah? Ceritakan pengalaman saudara!
- Apa yang biasa saudara lakukan untuk tetap setia menjaga citra kekudusan Allah yang saudara warisi? (aan).
Pemahaman Alkitab — Pebruari 2020 (II)
Minggu Biasa
Bacaan : Yakobus 2 : 1—13
Tema Liturgis : Kesetian kepada Yesus Kristus Menuntun pada Hidup Kudus
Tema PA : Memberlakukan Hidup Baru untuk Menjaga Citra Kekudusan Allah
Penjelasan Teks :
Sebagaimana disebutkan di bagian pembukaan kitab ini (Yak. 1:1), surat Yakobus ditujukan kepada kedua belas suku di perantauan. Memang tidak secara langsung disebutkan duabelas suku Israel. Istilah duabelas suku sudah lazim dan lekat dikenal oleh orang-orang pada zaman itu untuk menyebut orang-orang Yahudi-Kristen atau umat yang beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Sehingga, dapatlah kita simpulkan bahwa sidang pembaca surat Yakobus adalah orang-orang Kristen yang sudah lama menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Sedangkan, istilah perantauan (Yak. 1:1) dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa keberadaan mereka terpencar-pencar, tidak hidup bersama di satu tempat. Ketika terpencar, mereka menjadi minoritas dan sulit untuk mengembangkan apalagi mempertahankan semangat hidup ke-Kristen-an. Sangat dimungkinkan kehidupan mereka terpengaruh oleh gaya kehidupan mayoritas yang bertentangan dengan iman Kristen. Kondisi semacam ini disebut oleh Yakobus sebagai pencobaan atau ujian (Yak. 1:2-3, 12-18).
Bentuk pencobaan atau ujian yang dialami oleh sidang pembaca surat Yakobus, rupanya menjadikan mereka lalai terhadap tanggungjawab mengembangkan nilai-nilai kekristenan yang bersifat ilahi (Hikmat dari Allah) dan sosial (kasih kepada sesama). Meskipun beberapa orang ada yang tahan uji, tetapi sebagaian besar dari mereka mengalami kemerosotan moral. Meskipun mereka sudah tergolong lama menjadi orang Kristen yang mewarisi hukum kasih kepada sesama (Yak. 2:8), tetapi kasih itu belum dapat diamalkan secara sempurna. Demikian juga, sebagaian besar dari mereka telah kehilangan hikmat Allah (Yak. 1:5). Oleh karenanya, surat Yakobus ini secara umum memuat dua pesan besar, yakni: [1] Hikmat Allah dan [2] Etika Pergaulan Kristiani. Perikop yang hendak kita telaah dan gumuli bersama saat ini (Yak. 2:1-30) berbicara mengenai pesan yang kedua, yaitu Etika Pergaulan Kristiani.
Lebih khusus, perikop ini mengedepankan pesan mengenai kasih kepada sesama yang tak terbatas oleh rupa. Kemerosotan moral sidang pembaca surat Yakobus, menjadikan mereka terjebak pada pembedaan status manusia berdasarkan kaya dan miskin. Pertama-tama, iman mereka dihayati berdasarkan sisi luar saja. Ini nampak dari cara mereka memperlakukan orang kaya dan orang miskin. Orang kaya dihormati dan disanjung, sementara yang miskin tidak. Perilaku yang demikian ini tentu juga berdampak kepada amalan kasih mereka yang cenderung jatuh pada subyektifitas atau pilih kasih. Sekali lagi, yang kaya diajak berteman, sementara yang miskin tidak. Kasih yang diamalkan dengan masih membeda-bedakan, dikatakan oleh Yakobus sebagai sebuah pelanggaran. Dan menurut Yakobus, ketika satu pelanggaran kita lakukan, walaupun di sisi lain kita melakukan kebaikan, maka kebaikan itu terhapus oleh karena pelanggaran kita (Yak. 2:10-11).[1]
Setiap pelanggaran dilakukan, maka si pelanggar akan kehilangan nilai kekudusannya. Ia menjadi cacat, bernoda dan berdosa. Celakanya, upaya berbuat baik pun tidak mampu menebus noda dan cela itu. Hanya rahmat Kristus dibarengi dengan kesediaan untuk hidup barulah yang mampu mengembalikan kekudusan itu.[2] Untuk hidup baru diperlukan kesetiaan kepada Yesus Kristus. Kesetiaan itu nampak dari cara meneladani Dia. Salah satunya, dengan mengamalkan kasih tanpa pandang rupa secara terus-menerus, konsisten, dan tak perlu dihitung. Itu yang namanya setia. Oleh karenanya, kesetiaan kepada Yesus Kristus dikatakan sebagai sebuah tuntunan menuju pada hidup kudus. Dan, kekudusan hidup seseorang dapat diukur dan dilihat dari pemberlakuan hidup baru yang diamalkan kepada sesamanya.
Panduan Diskusi :
Studi Kasus
Di sebuah Jemaat, ada salah seorang warga jemaat yang tergolong masih usia produktif. Di lingkungan, ia terkenal sebagai orang yang nggregetne. Ia seorang kepala keluarga yang harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan menyekolahkan dua anaknya (kelas 1 SMA dan kelas 4 SD). Tetapi sudah sekitar 3 tahun terakhir ini beliau tidak dapat bekerja, karena terakhir kali di perantauan beliau harus pulang karena menderita sakit (lumpuh syaraf yang menjadikan kedua kakinya lumpuh). Sehingga, beliau hanya dapat berdiam diri saja di rumah, sementara istrinya harus menggantikan peran sebagai pencari nafkah dalam keluarga itu, yang seringkali dilakukan dengan cara yang nggregetne.
Majelis Jemaat dalam salah satu kesempatan Sidang Pleno mempergumulkan bentuk diakonia yang akan dilayankan kepada warga tersebut. Langkah awal yang diambil ialah dengan memberi mandat penuh kepada PHMJ bersama KPP untuk mengunjungi warga tersebut, sekaligus memberikan wujud diakonia kuratif berupa sejumlah uang dari salah satu pos keuangan yang dikelola oleh Bendahara secara rutin. Beberapa kali warga tersebut dikunjungi. Hampir di setiap sesi perkunjungan dan perbincangan, warga tersebut mengucapkan kata-kata dan sikap yang kurang etis kepada tim pengunjung. Hasil perkunjungan dan perbincangan itu lalu disampaikan kepada Sidang Majelis Jemaat berikutnya sebagai laporan pertanggungjawaban, yang kemudian membuat hampir seluruh anggota MJ enggan melanjutkan kegiatan diakonia bagi warga tersebut, seakan tidak rela jika uang persembahan yang dikelola oleh Bendahara dikeluarkan rutin bagi warga jemaat yang nggregetne. Majelis Jemaat akhirnya memutuskan untuk menghentikan aksi diakonia tersebut, dan mengambil kebijakan lain dengan tidak melibatkan pos keuangan diakonia.
Di atas adalah salah satu gambaran bahwa pemberlakukan dan pengamalan kasih Kristus masih dibatasi oleh rupa. Pada dasarnya, kas diakonia memang diperuntukkan bagi warga jemaat yang membutuhkan. Tetapi itu tidak diberlakukan karena ada perasaan sakit hati yang ikut mendasari keputusan tersebut. Lebih sederhananya, bagi orang yang telah menyakiti hati melalui perkataan maupun sikap, dianggap tidak sepenuhnya layak untuk dikasihi.
Pertanyaan Reflektif :
- Seandainya Saudara menjadi warga tersebut, apa sikap Saudara terhadap kebijakan Majelis Jemaat di atas?
- Seandainya anda sebagai anggota Majelis Jemaat, hal apa yang akan anda usulkan di dalam Rapat Pleno berkaitan dengan pergumulan tersebut?
- Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering diperhadapkan pada pemberlakukan kasih yang masih didasari oleh subyektivitas atau pilih kasih. Menurut saudara, pemahaman atau sikap yang bagaimana yang dapat memberlakukan kasih tanpa pilih kasih?
Catatan:
Jawaban dari ketiga pertanyaan di atas semestinya merupakan hasil dari refleksi atau perenungan untuk menyatakan kesediaan memberlakukan hidup baru, kudus dan setia kepada Tuhan. Selamat berefleksi. [aan]
[1] Mungkin atas dasar pemikiran ini juga, kita kemudian menghayati bahwa perbuatan baik tidak mampu menebus pelanggaran. Atau lebih sederhanya, utang pelanggaran tidak dapat disaur dengan perbuatan baik.
[2] Lihat: Pranata Tentang Sakramen, Pasal 2 ayat 1 dan 2, mengenai Dasar dan Tujuan Sakramen.