DESEMBER I
Bacaan: Maleakhi 3: 6-12
Tema Liturgis: Meneguhkan Panggilan Untuk Menjadi Berkat
Tujuan PA: Semakin memampukan Jemaat menjadi berkat dalam kepatuhannya kepada Tuhan.
“Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negerikesukaan, firman TUHAN semesta alam” (ayat 12).
Pengantar
Pada minggu ini kita sudah memasuki Minggu Adven, yakni Minggu Penantian akan kedatangan Tuhan, yang akan menerangi dan menyelamatkan umatNya dalam diri Yesus Kristus.
Bacaan kita tentang ketidak sukaan Allah pada sikap bangsa Israel yang tidak patuh, tidak setia kepada Allah,Ayat 7-8. Dikatakan Bangsa Israel telah menyimpang, dan sebagai penipu. Dan Allah telah mengutuknya, ayat 9. Tetapi Allah masih memberikan kesempatan untuk mereka memperbaiki sikap, membangun kembali relasi dengan Allah, yakni manakala mereka datang mematuhi ketetapan Allah, antara lain dengan mempunyai sikap yang tepat terhadap persembahan. Memberi persembahan merupakan tanda pertobatan, tanda penghambaan kepada Allah, tanda kepatuhan kepada Allah.
Hal itu semua disampaikan oleh Nabi Maleakhi yang berkarya ketika bait Allah selesai dibangun kala mereka telah kembali dari masa pembuangan di Babylon, sesudah tahun 518 SM. Melalui khotbah-khotbahnya Nabi Maleakhi berusaha memperbaiki pola kehidupan peribadahan umat Israel. Ia menekankan pentingnya beribadah dan bertobat, berbalik kepada Allah, penekanan disebutkan dengan terperinci, misalnya bagaimana sikap terhadap perpuluhan.Hal ini berangkat dari keyakinannya bahwa Allah sangat mengasihi umatNya (1:2-3,5), walaupun sedemikian kecewa kepada umatNya tetapi kasihNya tetap tidak berubah kepada mereka, ayat 6, sehingga tetap dirindukannya mereka kembali kepadaNya, ayat 7.
Bangsa Israel, tidak menanggapi kasih Tuhan itu sebagaimana mestinya, nampak bersikap melalaikan peribadahan, termasuk lalai dalam memenuhi ketetapan persembahan. Suara kenabian Maleakhi terus diperdengarkan, menunjukkan secara detail kesalahan dan bagaimana mereja harus bertobat. Terang kebenaran Allah itulah yang dihadirkan kepada bangsa, supaya tumbuh terbentuk komunitas baru yang dipulihkan sebagaimana janjiNya, ayat 11.
Yang dilakukan Maleakhi dalam menyuarakan suara kenabiannya secara khusus terbatas kepada Bangsa Israel ,sifatnya sporadis, yakni hanya bagi kalangan terbatas, namun terang yang dibawa Kritus bersifat universal, yakni kelepasan yang tertuju bagi seluruh dunia dan isinya dimana manusia sebagai poros pemberitaanNya.
Pada Masa Adven, masa penantian ini, ingin disampaikan bahwa sebenarnya kita sedang merindukan pembaruan oleh terang yang dariNya, yang sifatnya universal, mengalir dengan limpah ruah dunia, yang olehNya hidup kita tertata dan bahkan menjadi berkat. Maka jangkauan tidak hanya sampai pada diri sendiri, atau komunitas terbatas, tetapi penandaan akan panggilan adven kita haruslah maksimal dengan menjangkau segenap dimensi lingkungan hidup yang ada.
Pokok Bahasan
- Bagaimanakah keberadaan umat Israel menurut bacaan kita pada masa Nabi Maleakhi menyuarakan terang kenabiannya?
- Pada Minggu Adven ini, kita mempersiapkan kedatangan Kristusyangmengutuhkan kembali hubungan insan dengan Allahnya, tidak hanya terbatas pada Bangsa Israel tetapi bagi seluruh umat yang percaya kepadaNya.Sikap dan perilaku apakah yang dapat menandainya hidup kita di masa adven ini? sebutkan terperinci dalam beberapademensi, al:
(mengisi kolom yg kosong…dan boleh menambahkan demensi lainnya, jika diperlukan) - Sebagaimana Maleakhi maka kita, gereja juga dipakai untuk menjadi Terang dalam kehidupan ini. Banyak keberhasilan tetapi beberapa kali mendapat kegagalan juga saat berkarya menjadi saluran berkat. Bagaimana pendapat Saudara, mengapa hal ini bisa terjadi dan bagaimana cara kita meningkatkan kualitas untuk menjadi Terang-Berkat bagi sesama dan lingkungan ?
Desember II
Bacaan: Ibrani 10: 1-18
Pengarang mengakhiri argumen dari bagian utama khotbahnya dengan perbandingan singkat antara kurban Kristus dengan upacara Israel, yang diikuti oleh anjuran berikut. Ayat 1-18, berisikan sejumlah pengulangan karena bagian ini adalah sebuah ringkasan, tetapi juga berisikan beberapa gagasan baru. Lukisannya menggambarkan imam-imam Lewi dan kurban mereka adalah menyedihkan (mis. ay. 11),tetapi kita hendaknya ingat bahwa Ibrani bukan membuat pernyataan anti-Yahudi. Keunggulan kurban Kristus dan konsekwensinya sendiri, tidak didirikan atas jasa orang-orang Yahudi sezaman pengarang. Ia tidak berbicara mengenai praktek-praktek Yahudi pada zamannya, tetapi hanya upacara kemah Israel seperti digambarkan dalam Pentateukh. Adalah firman Allah di dalam Kitab Suci yang menyebutkan batasan dari upacara ini dan pada waktu yang sama menunjuk ke depan makna dari firman yang diucapkan dalam Putra-Nya.
Bagian ini mulai dengan beberapa kontras antara kurban-kurban yang dibicarakan. Pertama, ada kekurangsempurnaan yang terkait dengan hukum Musa, yang digambarkan sebagai bayangan dari kenyataan ilahi (ay. 1). Latar belakangnya adalah pemikiran filosofis populer sat itu, yang membedakan antara kenyataan yang rohani, gambaran kelihatan dari kenyataan itu, dan bayangan yang ditimbulkan oleh gambaran itu. Karena hukum menunjuk pada masa depan, maka itu berarti hanyalah bayang-bayang. Ayat 2-3, membuat jelas argumen yang telah kita lihat bahwa kurban yang diulang-ulang untuk dosa adalah tidak efektif justru karena harus diulangi. Tetapi, ay. 4, memperkenalkan sebuah gagasan baru, bahwa tidak mungkin bagi kurban binatang untuk menghapus dosa. Buktinya terletak pada kutipan Mazmur 40: 8-9, di mana, seperti kerap terjadi, pembicaraannya adalah Kristus. Di situ Allah dikatakan menolak kurban binatang. Pengarang kemudian menafsirkan Mazmur itu sebagai penolakan terhadap hukum, perjanjian lama, oleh kurban tubuh Kristus, yang adalah wasiat Allah bagi Putra-Nya (ay. 9-10). Ayat 11-14, mengulangi kontras antara kurban yang berganda-ganda dan kurban Kristus yang sekali untuk semua, dengan menekankan akibat abadi kurban Kristus. Ayat 12-13, menunjuk lagi pada Mazmur 110: 1, yang telah digunakan beberapa kali sejak 1: 3 dan seterusnya.
Beberapa komentar akhir atas bagian mengenai perjanjian baru dari Yeremia 31, mengakhiri argumentasi tersebut (ay. 15-18). Kali ini Roh Kudus dinyatakan menjadi pembicara dari firman Allah, tetapi kutipannya sendiri sebenarnya merupakan pengungkapan bebas dari pengarang atas teks itu. Kesimpulannya adalah karena Perjanjian Baru yang diperantarai oleh Kristus telah memperoleh pengampunan dosa atas kuasa firman Allah sendiri, semua kurban yang lain untuk dosa telah diakhiri.
Pertanyaan untuk digumuli
- Dalam masa adven ini, apa yang perlu diperbaharui oleh kita? Ibadah Kristen bukan hanya hadir dalam ibadah Minggu atau hanya hadir dalam Perjamuan Kudus saja, melainkan hidup secara Kristen. Sudahkah hidup kita mencerminkan ibadah yang benar, yang menurut kehedak Kristus?
- Apa arti ikut Perjamuan Kudus bagi saudara-saudara?