“Kami ingin menghadirkan suara-suara dari kelompok yang selama ini menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan keberagaman di Indonesia”.
Itulah ungkapan yang disampaikan oleh salah seorang yang menjadi bagian dari Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian ketika menghubungi Pdt. Natael Hermawan Prianto, MBA, Ketua Majelis Agung GKJW untuk berkenan menjadi salah satu narasumber dalam rangkaian kegiatan Festival Beda Setara (Festival BEST) pada hari Kamis-Jumat, 14-15 November 2024, di Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Dalam Festival Beda Setara (Festival BEST) yang diselenggarakan selama seminggu lamanya tersebut, agenda utama dari dari kegiatan tersebut adalah Simposium Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Di dalam simposium tersebut Pdt. Nathael bersama dengan Gus Imam Maliki, Mbak Dian Jenni Cahyawati, Gus Muhammad Annahdi Solihin, dan Ning Inayah Wahid diminta untuk menjadi narasumber yang bisa menyuarakan dari sisi kelompok yang kerap mengalami persekusi. baik di level komunitas, lembaga, hingga kebijakan. Simposium ini akan dirumuskan menjadi naskah rekomendasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan isu-isu KBB, mulai komunitas hingga stakeholder.
Gelaran simposium diawali dengan pemaparan dari Alissa Qotrunnada Wahid selaku Direktur Jaringan Gusdurian yang menyampaikan bagaimana kondisi kebebasan beragama di Indonesia. Menurutnya, gagasan Bhineka Tunggal Ika nyatanya belum bisa secara penuh melindungi hak beragama bagi seluruh warga Indonesia.
Di hadapan ratusan peserta, Pdt. Natael menyampaikan kenyataan real di lapangan bahwa Indonesia masih diganggu oleh persoalan intoleransi. Kasus-kasus kekerasan yang membawa simbol-simbol keagamaan masih jamak terjadi. Pelarangan ibadah, penutupan tempat ibadah, hingga praktik kekerasan. Kelompok-kelompok Kristen bersama dengan kelompok “minoritas” lain masih menjadi korban.
“Kita punya harapan Indonesia yang toleran, yang hidup dengan damai, tanpa mempersoalkan perbedaan. Apa pun agamanya, kita tetap Indonesia. Satu sebagai bangsa”, ungkap Pdt. Nathael.
Dengan penuh antusias Pdt. Natael menyadarkan kepada para pserta bahwa Indonesia adalah negara milik semua orang yang menjadi warga negara di dalamnya. Tak ada mayoritas atau minoritas. Semua warga negara Indonesia adalah sesama anak kandung Indonesia. Karena itu, semua anak Indonesia berhak untuk hidup bersahabat dengan aman dan damai di setiap tapak.
“Kita juga mengingat Gusdur yang pernah berujar bahwa…. tidak ada perdamaian tanpa keadilan atau perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi…”, tambahnya.
Pada bagian akhir, beliau menyampaikan pesan kepada para stakeholder yang memiliki wewenang mengambil kebijakan di negara ini supaya dapat senantiasa berjuang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa diskriminasi. Tugas negara adalah menjamin kebebasan dan kesejahteraan seluruh warganya dari Papua sampai Aceh. Sebaliknya, tugas gereja adalah mendukung pemerintah sesuai dengan porsinya sebagai lembaga moral.