Blusukan Sejarah menjadi salah satu bagian unggulan dari rangkaian kegiatan yang direncanakan Panitia HUT GKJW Jemaat Surabaya kali ini. Merayakan kembali peringatan baptisan pertama orang-orang Jawa “asli” kelahiran Surabaya, yang menjadi penanda hari ulang tahun.
Setelah diawali dengan Ibadah Syukur tepat pada HUT, Minggu 3 November 2024. Disusul dengan Reuni Pemuda Lintas Generasi, mulai angkatan 70, 80, dan 90-an di waktu yang sama. Pada Sabtu sore (16/11/2024), sebanyak 25 orang naik “bus sekolah” mengadakan kunjungan utama ke 3 (tiga) tempat bersejarah.
Sejarah yang tidak hanya punya makna bagi GKJW Jemaat Surabaya (yang lebih akrab disebut Gubeng). GKJW secara lebih luas yang ada di kota Surabaya, yang dahulu pernah ber-induk di Gubeng sebelum menjadi Jemaat yang dewasa dan mandiri. Namun juga bagi GKJW secara institusi pada umumnya.
Kota Lama Surabaya, Potensi Wisata Sejarah Gereja yang Terlupa
“Surabaya”, sebagai nama kota dan nama Jemaat GKJW, punya keterkaitan historis yang cukup unik jika ditelusuri sisi historis panjangnya. Berbekal informasi dari sumber kepustakaan yang dapat dilacak, Blusukan Sejarah kali ini mengambil tempat di jantung kota lama, kawasan wisata baru dari kota Surabaya.
Tidak banyak tempat yang dapat dikunjungi karena keterbatasan waktu. Tetapi, setidaknya bagi adik-adik remaja dan madya, yang menjadi sasaran utama kegiatan. Dari generasi muda itu bisa ditanamkan pengetahuan yang baik dan benar tentang sejarah gerejanya sendiri. Makin paham dan peduli, bangga dan cinta.
Bahwa pernah ada “salah informasi” tempat bersejarah orang-orang Jawa dibaptis di GPIB Imannuel, Jl. Bubutan Surabaya. Itu fakta yang mesti diterima dengan lapang dada. Masa lalu yang harus dilupakan.
Kini, saatnya kembali pada jalur yang semestinya. Belajar yang benar tentang fakta bahwa dulu di bekas gedung Internatio, kawasan pusat kota lama Surabaya. Di sinilah ternyata dulu para pendahulu kita mengikuti prosesi baptisan itu. Di Gereja Protestan Surabaya.
Sebuah tanda panggilan iman. Sebagai tanda kelahiran baru, untuk mengikuti jalan Sang Kristus. Menjadi orang-orang Kristen baru di kalangan penduduk non-Eropa. Warga pribumi, penduduk lokal dari suku Jawa. Sebuah peristiwa gerejawi, yang kemudian menjadi tonggak dicetuskannya tanggal Hari Ulang Tahun (HUT) Gereja.
Membuka Pertama Kisah yang Tersembunyi
Surabaya ternyata menyimpan kekayaan historis yang amat berharga. Namun sayang, sepertinya terlewat begitu saja. Dari Emdestraat, jalan Emde pula. Untuk pertama kali, peserta yang datang dari beragam usia dan jemaat, diperkenalkan sejarah mula-mula terbentuknya kekristenan.
Di sinilah awal mula dari sebuah cerita kekristenan di Jawa Timur kelak dimulai. Menjadikan organisasi besar GKJW dapat hidup dan bertumbuh. Kawasan rumah tempat tinggal Johannes Emde, yang kemudian diabadikan menjadi sebagai nama jalan baru di dekat pusat kota lama Surabaya. Penghormatan besar atas peran serta Emde terhadap kota Surabaya.
Jejak sejarah yang dimulai sejak 1814 alias 210 tahun lalu.
Tak elok rasanya jika melewatkan kawasan lama tempat kompleks gereja, sekolah dan rumah voorganger (Guru Jemaat atau sebut saja pendeta di kemudian hari). Sebuah tempat bersejarah, saat Jemaat Kristen Jawa Surabaya mulai bertumbuh-kembang sejak 1861. Nama lama yang disebut Patoek Wana-Redja. Atau Polack Wonorejo kini. Tempat bersejarah “hadiah” dari J.F. Polack, sebelum berpindah ke daerah Gubeng pada era 1910-an. Hingga menetap permanen di Gubeng hingga sekarang ini.
Sisi lain dari proyek revitalisasi kota lama (kota tua) Surabaya, ternyata punya kisah menarik di dalamnya. Titik pusat aktivitas di Plasa Internatio kini, dulunya adalah lokasi Gereja Protestan Surabaya (GPS; tempat orang-orang Jawa dibaptis mula-mula. Tak kalah pentingnya adalah nama jalan bersejarah yang melegenda, yakni Emdestraat alias Jalan Emde. Apa hubungan kawasan Kota Lama Surabaya dengan keberadaan tempat dan nama yang bersejarah dalam catatan sejarah gereja tersebut?
Ikuti dalam video dibawah ini
Semoga, kegiatan semacam ini bisa menjadi “tradisi” baru buat gereja (GKJW) di dalam menceritakan sejarahnya. Bukan hanya di ruang kelas berdasarkan tekxbook semata. Namun ke tempat langsung yang riil tertulis dalam catatan sejarah itu.
Penulis : Tim Blusukan
Foto : Kiriman peserta Blusukan Sejarah