Pada dua kesempatan yang berbeda, dua orang tokoh besar yang saat ini sedang berkompetisi dalam ajang pemilihan Gurbenur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur yang akan diselenggarakan pada 27 November mendatang bersilaturahmi – mengunjungi kantor Majelis Agung GKJW – Malang.
Kunjungan Dr. (H.C.UA). Dra. Khofifah Indar Parawansa, M.Si.
Pada hari Rabu, 6 November 2024, Dr. (H.C.UA). Dra. Khofifah Indar Parawansa, M.Si, hadir bersama dengan segenap anggota pengawalan dan pengamanan Polda Jawa Timur disambut dengan penuh sukacita dan kehangatan oleh para pendeta dan karyawan kantor Majelis Agung, serta perwaklian para pendeta dan anggota PHMA yang berada di sekitaran wilayah Malang Raya.
Pada kesempatan tersebut, Pdt. Natael Hermawan Prianto, dalam sambutannya memperkenalkan konteks, situasi dan kondisi, serta tantangan yang saat ini menjadi bagian hidup dan berpelayanan keluarga besar GKJW. “GKJW merupakan gereja teritorial yang wilayah pelayanannya tersebar mulai dari Kabupaten Pacitan di sebelah barat sampai dengan Kabupaten Banyuwangi di sebelah Timur Provinsi Jawa Timur”, ungkap Pdt. Natael.
Dra. Khofifah pun diberikan kesempatan untuk dapat memaparkan kondisi dan situasi Jawa Timur masa kini dan Jawa Timur di masa yang akan datang. Dengan dipindahkannya Ibu Kota Negara, dari yang tadinya di Jakarta dengan nama DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur dengan nama Ibu Kota Nusantara, maka secara otomatis itu akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah IKN nantinya.
Secara mendetail Dr. Khofifah menjelaskan bahwa Jawa Timur adalah provinsi di pulau Jawa yang secara letak geografis jauh lebih dekat dengan Ibu Kota Nusantara di bandingkan dengan provinsi yang lain yang terletak di pulau Jawa. Menimbang bahwa selama ini pusat dari segala pelayanan publik ada di Pulau Jawa, di mana pasti akan terjadi proses perpindahan dan arus lalu-lalang semua bidang barang dan jasa dari DKI Jakarta menuju ke IKN melalui Jawa Timur, maka tidak salahlah jika kita menyebut Provinsi Jawa Timur di masa kini dan di masa yang akan datang akan berperan sebagai Pintu Gerbang IKN. Maka di sinilah, sebagai bagian dari warga masyarakat yang hidup di Jawa Timur, kita harus dapat mempersiapkan segala sesuatunya.
Pada kesempatan pertemuan itu pula, Dra. Khofifah juga membangun dialog konstruktif bersama para pendeta terkait pentingnya merawat persaudaraan sejati dan membangun kesejahteraan Jawa Timur ke depan. Beberapa Pendeta yang hadir dalam pertemuan itu pun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendengarkan bagaimana tanggapan dan strategi yang akan dilakukan jika ke depan dipercaya untuk kembali memimpin Jawa Timur terkait dengan kesulitan pengadaan lahan pemakaman bagi orang-orang Kristen, kondisi sarana dan prasarana yang ada di wilayah selatan Jawa Timur yang sebagian besar menjadi titik bersekutunya warga Jemaat GKJW, pemberantasan perdagangan dan penyalahgunaan narkoba, serta komitemen untuk mengadakan sharing program antara pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan program-program pelayanan di GKJW.
Pertemuan pun diakhiri dengan doa bersama dan meninjau situs bersejarah, yaitu ruangan, sarana dan prasarana yang dahulu pernah dipergunakan oleh Gus Dur pada saat menjadi bagian dari pengajar di IPTh Balewiyata. Ini adalah napak tilas warisan Gus Dur kedua yang dilakukan oleh Dra. Khofifah.
Kunjungan KH Zahrul Azhar Asumta
Selang beberapa hari setelahnya, tepatnya pada hari Minggu, 17 November 2024, KH Zahrul Azhar Asumta yang akrab disapa Gus Hans, juga datang berkunjung ke kantor Majelis Agung GKJW. Hadir dengan diiringi anggota pengawalan dan pengamanan dari Polda Jawa Timur berserta dengan para relawan, Gus Hans disambut dengan penuh sukacita dan kehangatan oleh para pendeta di kantor Majelis Agung bersama dengan perwaklian para pendeta dan anggota PHMA yang berada di sekitaran wilayah Malang Raya.
Sebagaimana sikap seorang tuan rumah dalam menyambut kedatangan tamu yang ingin mengenal lebih dalam tentang GKJW, Pdt. Natael Hermawan Prianto, dalam sambutannya memperkenalkan konteks, situasi dan kondisi, serta tantangan yang saat ini menjadi bagian hidup dan berpelayanan keluarga besar GKJW, dengan terlebih dahulu memperkenalkan area komplek kantor Majelis Agung GKJW.
“Kantor Majelis Agung ini dahulu merupakan lembaga pendidikan formal yang berhaisl mencetak pendeta-pendeta melalui Institut Pendidikan Theologi Balewiyata, sehingga sering dikenal dengan Balewiyata. Bangunannya yang telah ada sejak tahun 1899 menjadi saksi bagaimana bangunan kerukunan dan persaudaraan di Jatim dirintis dan dibangun, mengingat Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid juga sempat mengajar di Balewiyata. Tepatnya pada tahun 1974 hingga tahun 1981. Gus Dur mengajar Islamologi (ilmu tentang keislaman) bagi para pendeta dan melahirkan sebuah gagasan tentang persaudaraan sejati bersama dengan sesepuh kami, Pdt. Wismo.” Ungkap Pdt. Natael.
Pada kesempatan tersebut, Pdt. Natael juga menerangkan bahwa para leluhur GKJW pada saat itu begerak membuka lahan baru di wilayah pesisir selatan Jawa Timur, khususnya di wilayah Kabupaten Malang, juga yang berada di sekitarana Gunung Berapi. Di wilayah pesisir dan gunung berapi tersebut, memang lahannya subur-subur, namun pada saat musim bencana datang, maka merekapun mengalami dampaknya. Dikenalkan pula oleh Pdt. Natael, bahwa GKJW ini adalah gereja yang berprogram, banyak program-program GKJW yang sebenarnya memiliki keselarasan dengan program pemerintah di Provinsi Jawa Timur, namun pada kenyataannya selama ini belum memiliki akses yang benar-benar terbuka untuk dapat membangun dialog guna membangun penyelarasan dan sinegitas bersama.
Gus Hans pun mendapatkan kesempatan untuk memperkenalkan diri. Diawali dengan menyebut bahwa Gus Hans merasa cukup dekat dengan GKJW, karena beliau lahir dan di besarkan di Jombang, bahkan beberapa anggota keluarganya juga dilahirkan di salah satu rumah sakit yang dimiliki oleh GKJW, yaitu Rumah Sakit Kristen Mojowarno – Jombang.
“Saya lahir dan dididik di lingkungan pondok pesantren yang toleran dan moderat. Sehingga saat ini pun saya memiliki rasa toleransari terhadap siapapun, dan itu juga saya ajarkan kepada para santri dan santriwati saya.” Ungkap Gus Hans.
Bagi Gus Hans makna toleransi adalah meyakini apa yang kita yakini sebagai sebuah kebenaran dan dapat membangun hidup bersama dengan orang lain. Gus Hans pun bercerita bahwa beberapa kali menginisiasi acara lintas iman di Kabupaten Jombang, bahkan melibatkan peserta dari berbagai negara. Gus Hans juga pernah mendapat kesempatan untuk berkunjung ke vatikan. Yang pada intinya, jiwa toleransi yang Gus Hans miliki tidak perlu diragukan lagi.
Sama halnya dengan pertemuan sebelumnya, Pdt. Nicky Widyaningrum yang dipercaya untuk memandu jalannya acara, memberikan kesempatan kepada para hadirin untuk dapat menyampaikan pertanyaan dalam ruang dikusi. Beberapa Pendeta yang hadir dalam pertemuan itu pun tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendengarkan bagaimana tanggapan dan strategi yang akan dilakukan jika ke depan dipercaya untuk kembali memimpin Jawa Timur terkait dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada di wilayah selatan Jawa Timur yang sebagian besar menjadi titik bersekutunya warga Jemaat GKJW, pemberantasan perdagangan dan penyalahgunaan narkoba, serta komitemen untuk mengadakan sharing program antara pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan program-program pelayanan di GKJW.
Terlepas dari latar belakang kedua tokoh tersebut yang berstatus sebagai kontestan dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah serentak di Provinsi Jawa Timur, Majelis Agung GKJW menghayati penyambutan yang dilakukannya tersebut sebagai sambutan sukacita seorang tuan rumah yang menerima kunjungan tamu, siapapun tamu tersebut. Selain itu, pada masa yang akan datang, sebagaimana termaktub dalam Program Pembangunan Jangka Panjang (PPJP) dan Program Pembangunan Jangka Menengah (PPJM) bahwa GKJW dipanggil untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan semua pihak, maka penyambutan kedatangan kedua tokoh tersebut juga dihayati sebagai bagian dari pemenuhan panggilan tersebut.
Seluruh warga Jemaat GKJW merupakan bagian dari warga masyarakat yang hidup pula sebagai bagian dari bangsa dan negara Republik Indonesia. Maka warga Jemaat pun memiliki hak dan kewajiban, serta panggilan untuk dapat senantiasa memiliki jiwa nasionalisme, membangun toleransi, bersinergi dan berkolaborasi bersama semua pihak.