Pupuk kandang merupakan salah satau kebutuhan petani. Meski sudah memakai pupuk buatan pabrik, pupuk kimia sintetis, pupuk kandang tetap dibutuhkan.
“Warga desa Kucur, mayoritas petani. Kebutuhan akan pupuk kandang, tak mampu dipenuhi oleh warga desa sendiri. Banyak warga yang membeli pupuk kandang dari luar desa. Oleh karena itu, kami ingin belajar pada teman-teman kelompok tani di sini yang telah mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kandang,” ungkap Supadi (53), warga Jemaat GKJW Jemaat Kucur.
Supadi tak datang sendirian. Bersama Lasemat (60) dan Yuli (53), keduanya petani warga Jemaat Kucur, berkunjung ke Jemaat Purwosari, Jengger (MD Malang IV), Malang, Sabtu, 18 Maret 2023.
“Iya. Pada mulanya, Tuhan menciptakan dunia ini, telah tercukupi segala sesuatunya. Namun dala perkembangannya, manusia terdesak kebutuhan ingin lebih dan selalu lebih. Termasuk dalam dunia pertanian. Diciptakannya pupuk buatan oleh pabrik, memang mempercepat proses pertumbuhan. Namun tak selamanya baik, bagi tanah dan lingkungan maupun bagi kesehatan manusia sendiri,” ungkap Heryanto (44), Ketua Kelompok Tani Mekar Sari, Jengger, Dampit, kabupaten Malang.
Selanjutnya disampaikan Heri, demikian anggota Majelis Jemaat Purwosari ini akrab disapa, warga yang tergabung dengan kelompok tani ini belajar membangun kesadaran kembali ke pertanian yang lestari. “Khusus mengenai pengolahan pupuk, ibu-ibu yang tergabung dalam Komisi Pembinaan Peranan Wanita (KPPW), banyak berperan. Ibu-ibu inilah yang memiliki semangat untuk merawat kehidupan agar lebih baik,” paparnya.
Warga Jemaat Purwosari, mayoritas juga petani. Di samping mengolah lahan, mayoritas warga beternak kambing maupun sapi. Awalnya, “Kami juga mengalami kesulitan untuk dapat mengembangkan produktivitas tanaman. Kami sudah terlalu banyak tergantung dengan pupuk kimia. Pupuk buatan. Melalui kelompok tani, kami mencoba mengolah kotoran ternak, baik kotoran kambing maupun sapi, menjadi pupuk kandang,” tambah Wagiran, anggota Majelis Jemaat Purwosari yang juga anggota pengurus kelompok tani ini.
Dalam pembuatan pupuk kandang, ungkap Heri melanjutkan, pertama-tama perlu dibuat bakteri pengurai. Bakteri inilah yang akan mempercepat proses fermentasi kotoran kambing yang cenderung keras menjadi lebih lunak. Bakteri pengurai itu, tambahnya lagi, bisa dibuat sendiri. “Di toko memang ada. Tapi, sebaiknya kita belajar membuat sendiri bakteri pengurai tersebut. Adapun bahan-bahannya, bisa kita dapatkan dari bahan organik di sekitar kita. Kalau mau lengkap, ada sepuluh jenis buah yang bisa kita campur jadi satu dengan ukuran satu banding satu. Kemudian kita berikan gula dan air. Lantas kita tempat di dalam botol atau jurigen.”
“Botol atau jurigen itu harus tertutup rapat, tapi kita beri lubang untuk memasukkan selang buat saluran udara. Ujung selang itu, kita masukkan ke dalam botol yang berisi air. Gunanya, agar gas buang yang berasal udara dari dalam botol fermentasi itu dapat keluar namun udara dari luar botol tidak masuk ke dalam botol fermenrtasi. Biar seteril,” tambahnya lagi.
“Apakah bahan-bahannya harus selengkap ini? Harus sepuluh jenis buah yang berbeda?” Yuli nampak penasaran.
“Iya, kalau mau mencoba, paling mudah itu ya memakai satu buah nanas dicampur dengan gula atau tetes, dicampur dengan air leri. Air bekas untuk mencuci beras. Kalau itu sudah jadi, sebenarnya, bisa langsung dipakai sebagai pupuk organik cair. Biasanya disebut POC,” papar Heri lagi.
“Sebenarnya, kalau ingin lebih praktis lagi, ya kita beli produk bakteri yang telah dijual di toko. Tapi kan akhirnya, kita balik lagi. Beli lagi. Kalau bisa membuat sendiri, kan lebih baik,” tambah Wagiran.
Jagongan dan sinau bareng antar-kelompok tani tersebut, nampak gayeng. Ada kerinduan saloing berbagi dan belajar bersama, khususnya dalam bidang pertanian. Menjelang sore, forum sinau dan jagongan itu dihentikan oleh waktu.
“Iya, sebenarnya, kami ingin tahu dan ingin belajar lebih banyak lagi. Tapi nampaknya, perlu disambung lain waktu. Kami senang, akhirnya kami bisa mendapatkan ilmu dari sesama petani yang telah nglakoni. Maturnuwun sanget atas ilmu dan keramahan yang telah diberikan,” ungkap Supadi, sebelum berpamitan.
(Pdt. Yosep, Humas MA GKJW)