Selama 3 hari, 26 hingga 28 Agustus 2024, Pdt. Nicky Widyaningrum selaku Sekretaris Bidang Kesaksian dan Pelayanan Majelis Agung GKJW menjadi utusan dalam Konsultasi Nasional (KONAS) Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Persekutuan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Christian Conference of Asia (CCA) ini diikuti 28 orang utusan gereja anggota PGI, lembaga mitra PGI dan utusan dari lintas agama. Para peserta Konsultasi Nasional HIV dan AIDS mendengar pemaparan dan pengalaman, berdiskusi serta menyatakan deklarasi bersama sebagai tanda keikutsertaan memperkuat jaringan dalam merespon isu HIV dan AIDS.
Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Manuputty yang menyampaikan bahwa isue HIV dan AIDS menjadi perhatian PGI. Mengapa lembaga keagamaan juga penting mendiskusikan ini? Pengalaman di Maluku, pasca konflik terjadi peningkatan Orang Dengan HIV (ODHIV). Hal itu, menjadi bukti bahwa ODHIV adalah isue bersama, isue Lintas Agama. Gereja dan lembaga agama ditantang untuk menggumuli tentang pentingnya membuat pokja di wilayah pelayanan masing masing, sambil membuat seruan bersama sebagai wujud keprihatinan dan komitmen lembaga agama untuk mendorong diri sendiri dan masyarakat terlibat aktiv mengurangi stigma dan meningkatkan perawatan ODHIV.
Di hari pertama, peserta diperlihatkan peta situasi HIV di Indonesia dan Asia Pasifik dimana data United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) menyatakan 1 orang terinfeksi setiap 2 menit, 35 orang terinfeksi setiap jam, 17 ODHIV meninggal setiap jamnya ( 9 orang diantaranya adalah pemuda). Asia Pasific adalah epidemic HIV kedua terbesar dengan penurunan rata-rata terdampak yang sangat lambat dibanding target global. Situasi ini menjadi latar belakang mengapa isue ini menjadi penting untuk digumuli bersama.
Sesi ini dilanjutkan pandangan Agama-Agama tentang HIV dan pemulihannya. Di semua agama nyatanya dijumpai bahwa nilai cinta kasih dan penerimaan menjadi kekuatan bagi lembaga agama untuk melayani ODHIV dan mencegah penularan. Hal ini sejalan dengan ungkapan narasumber dari CCA, Dr. Ronald Lathanmawia menyampaikan keterlibatan lembaga agama untuk menggali teologi dan sikap yang mendorong budaya cinta kasih dan penerimaan, bagaimana kesehatan reproduksi didiskusikan di rumah dan gereja, kesehatan bukan hanya semata penyediaan perawatan kesehatan, tetapi juga tentang isue kesejahteraan dan menikmati anugerah hidup.
Di hari kedua kami berbagi tentang tantangan dan peluang bersama dr. Alphinus Kambodji yang dihadapi lembaga keagamaan ketika melakukan pendampingan dan advokasi bagi ODHIV. Beberapa tantangan yang dijumpai adalah kurangnya informasi tentang HIV dan AIDS, teologi yang masih memprioritaskan kesalehan pribadi, budaya yang masih menolak dan menabukan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual.
Masih banyak dijumpai bahwa di tengah masyarakat, HIV hanya dilihat sebagai masalah moralitas dan bukannya isue kesehatan. Di tengah situasi tersebut, peserta menjumpai, dimana terdapat tantangan, disitu terdapat peluang yang sama. Maka ketika berhadapan dengan hambatan, upaya membangun jembatan menjadi peluang yang dapat diwujudkan bersama mitra. Salah satunya pendekatan SAVE ketika menghadapi stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. SAVE adalah akronim dari Safer Practice, Acces to treatment, Voluntary and Testing serta Empowerment, Edukasi. Hari kedua diakhiri dengan mendengar best practice dari gereja dan lembaga pelayanan pendampingan ODHIV.
Di hari terakhir, kami menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk memperkuat inisiatif advocacy lintas agama dan membacakan deklarasi bersama. Di sessi ini, peserta menyadari bahwa isue HIV bukan hanya tentang memperjuangkan kesehatan, isue HAM, atau persoalan moralitas semata, tapi ini adalah kehidupan yang harus diperjuangkan dan upaya menolak kematian yang tidak bermartabat dilandasi Teologi yang pro kehidupan. Dan peserta pada akhirnya pulang dengan semangat bahwa pekerjaan besar ini tidak dapat dilakukan sendiri saja, tetapi setiap orang dengan ragam latar belakang dipanggil untuk duduk bersama menyatukan niat dan komitmen serta melangkah bersama untuk komitmen three zero ( zero untuk infeksi baru, zero kematian akibat HIV/AIDS, zero stigma HIV/AIDS) menuju akhir AIDS 2030.
Video Pernyataan Peserta Konas HIV dan AIDS 2024 dapat diikuti dibawah ini
Video diproduksi oleh Yakoma PGI