Berkata dan Bersikap Benar sebagai Saksi-Nya Khotbah Minggu 11 April 2021

29 March 2021

Minggu Paskah II
Stola Putih

 

Bacaan 1: Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35
Bacaan 2:
I Yohanes 1 : 1 – 2 : 2
Bacaan 3:
Yohanes 20 : 19 – 31

Tema Liturgis: Kebangkitan telah terjadi dan Kami hanyalah Saksi-saksi-Nya
Tema Khotbah:
Berkata dan Bersikap Benar sebagai Saksi-Nya

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Kisah Para Rasul 4 : 32 – 35
Perikop ini merupakan ringkasan mengenai sifat persekutuan Kristen mula-mula yang serupa  dengan Kisah Para Rasul 2:42-47. Salah satu ciri khas yang menonjol ialah  kesatuan,  yang diwujudkan dalam hal saling berbagi untuk memenuhi kebutuhan hidup orang-orang Kristen yang miskin. Orang-orang kaya dalam konteks ini, menjual seluruh milik kepunyaannya baik rumah atau ladangnya lalu mempersembahkan uang itu untuk dipergunakan bersama, membantu saudara-saudara seiman yang kekurangan dalam hal makanan. Bagian ini juga menjelaskan cara hidup Jemaat mula-mula, yaitu mereka hidup dengan saling tolong-menolong. Semuanya hal ini dilakukan berdasarkan kepercayaan, kesatuan dan kesaksian para rasul untuk menguatkan iman mereka. Dengan hal ini, membuat jemaat tidak ada yang hidupnya kekurangan.

Penjelasan per bagian diuraikan sebagai berikut :

  • (Ay. 32) “…orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa…” Semangat persatuan di antara orang percaya mencerminkan kesatuan Allah Tritunggal (lih. Efesus 4:4-6). Jika didasari sikap hati yang benar maka kebersamaan sejati tidak sekadar ikut-ikutan. Namun semua dimulai dari dalam hati. Kesatuan hati dan jiwa jemaat sangat luar biasa, meskipun pada saat itu ada perlawanan dari Sanhendrin,  kepercayaan mereka mempertahankan iman tetap teguh. Kalimat berikutnya “…segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama…”, mengandung maksud mereka berpikir dan bertindak sebagai satu keluarga. Inilah upaya pertama gereja untuk membiayai pelayanan yang dilakukan secara sukarela dan timbal balik, bukan kewajiban dengan motivasi kasih dan saling memperhatikan.
  • (Ay. 33) “…memberikan kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus…”. Pusat kebenaran pemberitaan mereka adalah kebangkitan Yesus. Para Rasul di waktu yang tepat dan terus terang bersaksi bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Di ayat ini penulis menegaskan bahwa Yesus adalah Allah. Perkataan para rasul yang dipenuhi Roh Kudus memperkuat iman jemaat pada saat itu.
  • Akhir dari kalimat ayat ini menekankan pada kasih karunia, yang menunjukkan bahwa Tuhan memberkati semua orang yang percaya kepada-Nya. Kalimat “mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah”1. Maksud kasih karunia melimpah, seperti hidup berkelimpahan (lih. Yohanes 10:10), hal ini tak ada hubungannya dengan hal-hal material. Perhatikan kelimpahan ini ada pada mereka semua. Bukan hanya para pemimpin, para pemilik karunia tertentu, atau mereka dari tingkat sosial-ekonomi tertentu, namun kepada semua anggota Jemaat mula-mula. Secara tersirat mereka tidak memiliki keragu-raguan dalam iman, justru mereka menunjukkan hidup sederhana, sopan, sabar, sering berbuat baik, dan menghasilkan banyak keteladanan.
  • (Ay. 34) Menunjukkan perwujudan Gereja yang bertanggung jawab untuk ‘peduli’ satu dengan yang lain. Mereka yang ‘merasa’ memiliki kekayaan atau kelebihan (tanah atau rumah dan atau kepunyaannya), diberi ‘keleluasaan’ (bebas) untuk memberi kepada yang membutuhkan (lih. Kis 4:35). Ini merupakan sebuah wujud ‘kebersamaan dalam berbagi’, yaitu wujud kasih yang nyata dalam perbuatan.
  • (Ay. 35) Kemudian “…mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul…” Ini adalah ungkapan bahasa dan dialek yang khas dalam budaya mereka tentang memberi sesuatu kepada yang lain. Mereka meletakkan barang-barang dan uang mereka di kaki Rasul karena mereka telah meletakkan hidup mereka pada kaki Yesus. Bagian ini diulang 2 kali yaitu di ayat 35 dan 37 bukan tanpa alasan namun di sini menegaskan adanya kepemimpinan yang jelas, yaitu menunjukkan betapa pentingnya para pemimpin yang mengelola pemberian tersebut2.

I Yohanes 1 : 1 – 2 : 2

  • Surat ini ditulis Yohanes (salah satu Rasul). Yohanes melihat hal-hal yang tidak beres menyangkut kesucian hidup, dimana pada saat itu merebak doktrin yang salah dan guru palsu. Yohanes menasehatkan barangsiapa memiliki kebenaran, seharusnya ia juga melakukan dan hidup dalam kebenaran. Yang penting dipelihara oleh setiap orang Kristen adalah “kebenaran” yang tidak mengenal kompromi dan “kasih” yang terwujud secara praktis dalam kehidupan. Ia tidak hanya mau mengantar “mereka” kepada Kristus, namun ia juga ingin membina “mereka” dalam kehidupan sebagai orang percaya. Di akhir suratnya, Yohanes menggarisbawahi adanya kepastian hidup kekal yang dimiliki oleh orang percaya. Istilah “kita tahu” diulangi terus menerus dalam sembilan ayat terakhir (5:13-21). Ia ingin menunjukkan bahwa setiap orang percaya memiliki kepastian hidup kekal dan memiliki berkat-berkat surgawi sekarang dan akan dinikmati sepenuhnya secara sempurna dalam kekekalan. Tujuan penulis dalam surat ini ada 2 yaitu:

(1) membeberkan dan menyangkal doktrin dan etika yang salah dari para guru palsu

(2) menasihati anak-anak rohaninya agar mengejar persekutuan yang kudus dengan Allah dalam kebenaran dan sukacita.

  • (Ay. 1-4) Yohanes memulai suratnya dengan menjelaskan kepada pembacanya apa yang didengarnya dan dilihatnya mengenai Firman hidup yang dimanifestasikan dalam Yesus Kristus. Dengan pengharapan tercipta persekutuan penuh sukacita antara dirinya, pembacanya dan Allah sendiri. Melalui teks ini (Ay. 1-3a) ada 2 hal yang erat berkaitan yaitu kesaksian dan persekutuan jemaat, tanpa kesaksian jemaat tidak mungkin terjadi persekutuan.
  • (Ay. 1) “Apa yang ada sejak semula”, inilah yang telah mereka lihat dan dengar. Kesemuanya ini menunjuk bukan pada ajaran Kristen, melainkan pada seorang pribadi Yesus Kristus. (Ay. 1, 2). Dialah yang menjadi sumber kehidupan manusia. Jika manusia percaya pada Yesus melalui kesaksian orang Kristen, maka ia memiliki hidup rohani. (Ay. 2) Inilah artinya memiliki hidup kekal. Jadi Tuhan Yesus, Sang pemberi hidup adalah isi pemberitaan dalam tugas kesaksian Kristen.
  • Berikutnya adalah ‘persekutuan jemaat’. Orang yang percaya pada Tuhan Yesus dipanggil dan dihimpun dalam suatu persekutuan. Umat yang bersekutu karena Tuhan Yesus kemudian menyatakan kesatuan persekutuannya melalui kesaksian. Mereka bersaksi tentang Kristus. (Ay.3). Tujuan kesaksian adalah persekutuan. Umat Kristen bersekutu untuk suatu tugas pelayanan yakni bersaksi. Persekutuan Kristen menjadi nyata melalui kesaksian. Umat Kristen menyaksikan Yesus adalah sumber hidup. (Ay. 4) Bila itu terjadi, sempurnalah sukacita Yohanes. Orang percaya akan disempurnakan oleh persekutuan dengan Bapa, Anak, dan Roh. Ini adalah suatu elemen yang penting mengingat gangguan-gangguan dari para guru palsu. Maksud-maksud Yohanes dalam menulis surat ini adalah: (1) persekutuan dengan Allah dan dengan anak-anakNya; (2) sukacita; dan (3) jaminan. Pada sisi negatifnya, maksudnya adalah untuk melengkapi orang-orang percaya melawan teologia palsu dari para guru gnostik.
  • (Ay. 5-10) Mengemukakan 2 hal, yang pertama adalah jati diri seorang Kristen. Jika dikatakan bahwa seseorang itu adalah Kristen yaitu pribadi yang menjadi seorang pengikut Kristus dan berada di dalam-Nya, maka yang bersangkutan harus menjauhkan diri dari segala kejahatan. Sebab ketika seseorang telah menjadi anak Allah, diri mereka harus jauh dari tindakan duniawi (dosa). Orang Kristen mungkin saja berbuat salah, namun pada tabiatnya seorang Kristen harus melepaskan dirinya dari perbuatan dosa. Artinya ketika seseorang menyebut dirinya sebagai orang Kristen tetapi masih melakukan perbuatan jahat, sesungguhnya orang tersebut bukan orang Kristen sejati sebab orang yang diselamatkan akan mengerjakan buah-buah pertobatan.
  • Yang kedua berkenan dengan iman, diungkapkan bahwa Iman yang menyelamatkan, namun disamping itu ada sebuah tindakan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sebab iman tanpa perbuatan hakekatnya adalah mati. Kedua hal ini tidak bertentangan tetapi saling melengkapi satu sama lainnya, seperti dua sisi pada sebuah koin bahwa dua sisi itu merupakan suatu kesatuan.
  • (1:5-2:6) Menyatakan 2 ungkapan tentang makna sebagai pengikut Kristus yang sejati, pertama orang berdosa (pengikut Kristus) akan menerima pengampunan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yang kedua, menyatakan diri sungguh mengenal Allah tetapi jika tidak menaati perintah-Nya adalah pembohong;3 Menurut Matthew Henry di sini (Ay. 1-2) Rasul Yohanes menganjurkan supaya tidak berbuat dosa.
  • (Ay. 1) Kata: ”…Anak-anakku…”. Sebuah istilah yang menunjukkan adanya hubungan kasih sayang, bukan petunjuk mengenai usia.4 Supaya kamu jangan berbuat dosa. Bentuk waktu aoris tidak mungkin berarti “supaya kamu tidak terus-menerus tinggal dalam dosa,” tetapi “supaya kamu sama sekali tidak berdosa.” Walaupun hal ini tidak mungkin terlaksana secara sempurna sebelum kita melihat Dia (3:2); ini harus senantiasa menjadi sasaran hidup kita. Kita mempunyai. Yohanes memasukkan dirinya. Pengantara.5 Secara harfiah berarti  seseorang yang dipanggil untuk mendampingi. Di dalam Perjanjian Baru kata ini hanya dipakai oleh Yohanes (Yoh. 14:16, 26; 15:26; 16:7; dan di sini). Pengantara itu membela perkara orang percaya terhadap Iblis, yang mendakwanya (Why. 12:10). Dia adalah Yesus Kristus, yang adil.6 Adil menunjuk kepada ciri khusus Tuhan yang menjadikan pembelaan-Nya berhasil guna (bdg. Ibr. 7:26). Sebab Dia adil (benar) maka Dia dapat meminta kepada Bapa yang adil (benar).7
  • (Ay.2) Ia sendiri,  kata ganti orang yang bersifat menegaskan. Pendamaian.8 Inilah dasar dari tindakan-Nya menjadi pengantara, dan sekalipun la menjadi pengantara hanya untuk orang percaya. Pendamaian adalah bagi semua orang. Pendamaian berarti pelunasan (hanya dipakai di sini dan di 4:10). Kristus sendiri yang menjadi pelunasan tersebut (perhatikan bentuk waktu kini). “Kristus dikatakan merupakan ‘pendamaian’ dan bukan hanya ‘pengantara’ (seperti julukan Juruselamat, 4:14), untuk menekankan pandangan bahwa Ia sendiri yang menjadi kurban pendamaian dan juga Sang Imam (bdg. Roma 3:25). Seorang pengantara dapat memakai sarana pendamaian yang di luar dirinya” (B. F. Westcott, The Epistles of St. John, hlm. 44). Untuk segala dosa kita. Untuk (peri). Berkenaan dengan, bukan “demi.” Tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. Tidak ada batas untuk pelunasan yang adalah Kristus sendiri dalam hubungan dengan dosa. Dunia→Kosmos seperti di Yohanes 3:16 berarti umat manusia.9 Matthew Henry menambahkan melalui luasnya pembelaan-Nya atau jangkauan pendamaian-Nya. Pembelaan atau pendamaian-Nya ini tidak dibatasi bagi satu bangsa saja, dan tidak dikhususkan bagi bangsa Israel, umat Allah pada zaman dahulu itu: Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja (bukan untuk dosa-dosa kita orang Yahudi saja, kita yang merupakan keturunan Abraham secara jasmani), tetapi juga untuk dosa seluruh dunia (Ay. 2). Tidak saja bagi orang-orang percaya pada masa lampau atau sekarang, tetapi juga bagi dosa-dosa semua orang yang akan percaya kepada-Nya atau datang kepada Allah melalui Dia. Jangkauan dan tujuan kematian Sang Pengantara menjangkau semua suku, bangsa, dan negara. Sama seperti Ia merupakan satu-satunya Pengantara, Ia juga merupakan pendamaian menyeluruh bagi semua orang yang diselamatkan dan dibawa pulang kepada Allah, dan kepada perkenan serta pengampunan-Nya.

Yohanes 20 : 19 – 31

  • Latar belakang perikop. Kalau kita melihat konteks dari perikop Yohanes 20:19-31, maka kita dapat melihat bahwa setelah kematian Yesus, para murid berada dalam kondisi kesedihan dan ketakutan, walaupun telah mendengar bahwa Yesus telah bangkit, seperti yang dikatakan kepada Maria Magdalena (Mat 28:9; Mrk 16:1,9; Yoh 20:14-16), Maria Ibu Yakobus dan Salome (Mat 28:9; Mrk 16:1) dan dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24:13-35; Mrk 16:12). Pada malam hari, ketika para rasul berkumpul dalam ketakutan, Yesus menampakkan diri kepada mereka. Ketakutan para murid dipicu adanya berita hoax (Mat. 28:13), sehingga mereka menjadi sasaran kemarahan para imam-imam kepala. Dalam situasi ketakutan seperti ini, ketika mereka berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu terkunci, datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka sambil memberikan salam “Damai sejahtera bagi kamu!” Keterangan tentang keberadaan mereka di ruangan dengan “pintu-pintu terkunci” menekankan bahwa Yesus datang ke dalam ruangan tanpa mengetuk maupun merusak pintu, namun tiba-tiba datang ke dalam ruangan, yaitu dengan tubuh yang telah dimuliakan. Dan untuk membuktikan bahwa itu adalah Diri-Nya yang telah disalibkan, maka Yesus menunjukkan tangan dan lambung-Nya, yaitu menunjukkan bekas luka karena disalibkan dan ditembus tombak. Salam dan kenyataan yang ada di depan mata para murid yang ketakutan mempunyai kekuatan untuk mengubah ketakutan menjadi sukacita;
  • Ada 3 (tiga) hal yang menonjol dalam cerita penampakan Yesus setelah kebangkitan-Nya dalam bacaan ini. Pertama: Tuhan Yesus hadir untuk menghapus keraguan, kekhawatiran dan ketakutan para Murid. Tuhan Yesus yang hadir dalam ruang yang tertutup di tengah para murid yang ada dalam takut, juga menyampaikan pesan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit pasti menjumpai mereka yang dicintainya dalam berbagai macam situasi dan keadaan, siap atau tidak, pasti Dia datang. Dan mereka yang dijumpainya diberi tanggung jawab menjadi saksi Yesus Kristus yang bangkit melalui keteladanan hidup bersama sebagai komunitas yang menghadirkan kasih dan pengampunan. Begitupun dalam penampakan yang kedua (khusus) adalah penampakan-Nya pada Tomas. Tuhan Yesus adalah tidak menjumpai Tomas ketika menampakkan diri pada para murid-Nya. Mungkin pada saat itu Tomas ingin menyendiri. Dia tidak mau bergabung dengan murid yang lain. Itulah sebabnya ketika para murid yang lain memberitahu bahwa mereka dijumpai Yesus, Tomas menyatakan ketidakpercayaannya. Yang dinyatakan dengan dengan tegas: (Ay. 25) ”Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Kepada dia yang tidak mau paham dan tidak mau mengerti akan peristiwa kebangkitan-Nya inilah alasan Tuhan Yesus menjumpainya. Hal ini sungguh luar biasa, Yesus yang adalah Tuhan mau memberikan Diri-Nya memenuhi apa yang diminta oleh Tomas. Dia mau datang di tengah-tengah para rasul dan kemudian menyediakan Diri-Nya dan menunjukkan luka-Nya sehingga Tomas dapat mencucukkan jarinya ke luka Yesus di tangan dan juga di lambung-Nya. Yesus yang menginginkan agar tidak ada lagi murid-Nya yang hilang dan meminta agar Bapa menguduskan mereka dalam kebenaran (lih. Yoh 17:17) datang kepada Tomas untuk mengambil segala keraguan dalam diri Thomas dan pada saat yang bersamaan juga memperkuat iman para rasul yang lain. Kejadian ini juga dapat menguatkan seluruh umat Allah, yang seperti Tomas, sering dilanda keraguan/kebimbangan, agar mereka dapat terus menaruh pengharapan di dalam Kristus.
  • Dan yang kedua adalah Tuhan Yesus memberi kuasa. Para murid yang pada waktu itu masih dikuasai oleh ketakutan yang besar sehingga pintu-pintu ruangan pun dikuncinya. Ditengah ketakutan yang mencekam itu Sang Guru hadir dan berkata kepada mereka, “Damai sejahtera bagi kamu!” Sebuah sapaan yang dibutuhkan untuk mereka yang ada dalam ketakutan. Tuhan Yesus mengetahui bahwa tidaklah mungkin manusia dapat mengemban tugas sebagai nabi, imam dan raja tanpa adanya Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang merupakan buah dari pengorbanan Kristus di kayu salib, yang dimanifestasikan secara penuh pada hari Pentakosta. Roh Kudus yang sama inilah yang membimbing para rasul untuk mewartakan Kristus ke seluruh penjuru dunia. (Ay. 22) Tuhan Yesus memberikan Roh Kudus kepada para rasul secara khusus, yaitu dengan menghembusi mereka dan mengatakan, terimalah Roh Kudus.10
  • § Berikutnya yang ketiga adalah Tuhan Yesus mengutus para murid (penugasan sebagai saksi). (Ay. 21) Sungguh suatu pernyataan yang membuka mata kita, bahwa Tuhan Yesus memberikan suatu penugasan kepada para murid, sama seperti Bapa mengutus Yesus. Ini berarti sama seperti Tuhan Yesus memberikan pengajaran dengan otoritas dari Sorga (lih. Mat 7:29; Mrk 1:22), maka para murid juga diberikan otoritas untuk mengajar dalam nama-Nya. Sama seperti Kristus menjadi perantara antara Allah Bapa dan manusia, maka para murid berpartisipasi dalam tugas perantaraan ini. (lih. II Kor 2:14; II Kor 5:18) Sama seperti Kristus melayani para murid dengan membasuh kaki para murid (lih. Yoh 13:1-17), maka para murid juga harus melayani umat Allah.11

Benang Merah Tiga Bacaan:
Berkata dan bersikap benar sebagai saksi Kristus berarti kita memiliki gaya dan pola hidup yang benar sebagai sebuah persekutuan. Kita memiliki kamampuan membedakan yang benar dan yang salah dengan bermuara pada keyakinan akan Kebangkitan Tuhan Yesus. Demikian pula kita bersedia mengubah prespektif keraguan dan ketakutan. Kita bersedia menerima kuasa-Nya yang memperlengkapi kita. Dan pada akhirnya kita siap untuk diutus menjadi saksi Kristus mewartakan kebenaran-Nya.

 

Rancangan Khotbah : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan
Dalam artikel tentang “Mendidik Anak dengan berbohong”, yang ditulis oleh Widia Primastika (BBC: 24 Juli 2019), ia menyebutkan bahwa batasan antara bohong dan jujur itu semakin kabur. Contohnya : Pada suatu hari, saat si anak sedang tidur, seorang ibu menghitamkan kedua mata anaknya itu dengan spidol. Pada saat si anak bangun, ibu tersebut memberikan cermin kepada si anak agar dia melihat “akibat” dari perbuatannya. Si anak menangis ketakutan melihat dirinya. Hal tersebut dilakukan oleh sang ibu dengan cara berbohong agar si anak jera dengan perbuatannya.

Pada 2009 lalu, psikolog Amerika Gail D. Heyman, Diem H. Luu, dan Kang Lee membuat sebuah penelitian tentang fenomena pengasuhan anak dengan berbohong. Dalam penelitian tersebut, ada 127 responden orang tua dan 127 responden anak. Hasil dari penelitian itu, anak-anak melaporkan bahwa orang tua mereka seringkali berbohong kepada mereka. Padahal di sisi yang lain orang tua mereka juga selalu mengajarkan tentang kejujuran. Para orang tua mereka pun mengakui hal tersebut. Mereka beralasan berbohong kepada anak adalah sebuah kewajaran yang bisa diterima dalam keadaan tertentu.

Psikolog Klinis Nirmala Ika menjelaskan bahwa mengasuh anak dengan ‘kebohongan’ dengan model menakut-nakuti anak akan menciptakan rasa tidak aman bagi si anak. Hal itu secara tidak langsung menanamkan pemikiran pada anak bahwa dunia ini adalah tempat yang tidak menyenangkan. Ketika orang tua berbohong dan si anak mengetahui bahwa orang tuanya telah membohongi diri mereka, bukan tidak mungkin dia akan ragu terhadap dirinya sendiri. Apalagi jika orang tuanya terus menerus menanamkan ketakutan pada diri si anak. Itu mengapa orang tua yang sering berbohong, bisa mempengaruhi perkembangan mental anak.

Isi
Lalu bagaimana dengan fakta Kebangkitan Tuhan Yesus? Ternyata berita tentang kebangkitan Yesus banyak ditutup-tutupi. Dalam Matius 28:13 menyebutkan imam-imam kepala mengatakan, “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Ayat ini menggambarkan bahwa sejak awal kebangkitan Yesus Kristus, para imam kepala dan tua-tua agama Yahudi telah berupaya membungkam kesaksian para tentara Romawi yang menjaga kubur Yesus, yang adalah saksi kebangkitan Yesus Kristus sendiri dengan kebohongan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika saat ini ada banyak upaya “membungkam” berita Kebangkitan Yesus Kristus. Akibatnya dalam persekutuan dan pelayanan seringkali diliputi berbagai kepalsuan. Sehingga timbul keraguan, iman yang lemah, ritual yang sekedar formalitas dan rutinitas saja di tengah-tengah jemaat.

Dalam kenyataan hidup penuh dusta, kebohongan, keragu-raguan dan ketakutan seperti ini, Tuhan Yesus datang berdiri di tengah-tengah kita danmemberi salam “Damai sejahtera bagi kamu!”. Ia datang ke dalam hati dan hidup kita. Ia datang ke persekutuan kita masing-masing, untuk membuktikan bahwa Dia hidup. Kehadiran Tuhan Yesus dalam hidup kita mengubahkan perasaan kita, seperti yang dirasakan para murid pada waktu itu. Dia mengubah ketakutan menjadi sukacita. Dia memberikan kekuatan dan kemampukan pada kita untuk menjadi saksi-Nya.

Sebagai saksi Kristus ada beberapa hal yang harus kita lakukan :

  1. Keluar dari zona nyaman
    Ketika dunia menyatakan bahwa tanpa berbohong rasanya dunia tidak lengkap, maka kita harus berani melawan kebohongan itu dengan hidup benar dan jujur. Kenyamanan yang kita rasakan sekarang hanyalah sementara, tetapi hidup damai akan abadi jika kita berkata jujur. Apalagi terkait dengan kebangkitan Yesus, kita harus mewartakan kebenaran tentang kebangkitan Yesus, melalui pola dan gaya hidup kita yang benar dan jujur.
  2.  Berkata dan bersikap benar sebagai respon kebangkitan Yesus.
    Pada bacaan pertama, berkata dan bersikap benar bermuara dari sikap hati yang benar. (Ay. 32). Kebersamaan sejati tidak mungkin sekadar ikut-ikutan, namun memiliki kesediaan untuk berbagi, sebab empati dan simpati berawal dari hati dan jiwa (ayat 32a). Peristiwa kebangkitan Yesus merupakan dasar bagi iman Kristen. Bahwa Yesus yang bangkit pasti menjumpai mereka yang dicintainya dalam berbagai macam situasi dan keadaan, siap atau tidak, pasti Dia datang. Dan mereka yang dijumpainya diberi tanggung jawab menjadi saksi Kristus, melalui keteladanan hidup bersama sebagai komunitas yang menghadirkan kasih dan pengampunan.
  3. Dampak nyata Kebangkitan-Nya.
    Adanya kesediaan untuk merespon panggilan-Nya sebagai saksi bertujuan membangun persekutuan, sebab tujuan kesaksian adalah persekutuan. Kebangkitan Yesus mengarahkan kita pada terwujudnya persekutuan di dalam kasih dan pengampunan. Persekutuan yang menjadi saluran berkat bagi sesama (tidak egois dan tidak eksklusif), persekutuan yang semakin menyatu di dalam semangat melestarikan kehidupan.
  4. Daya tahan iman dalam kebangkitan-Nya.
    Bacaan kedua menegaskan untuk menjadi saksi yang benar, baik integritas maupun kualitas diri perlu diupayakan dengan menjadi pribadi bermental pantang menyerah, pribadi yang teguh dalam pendirian. (tidak mudah terombang-ambing dengan ajaran yang menyesatkan). Pribadi yang berpegang pada kebenaran (jauh dari dusta). Yang penting dipelihara oleh setiap umat percaya adalah “kebenaran” yang tidak mengenal kompromi dan “kasih” yang teraplikasi secara praktis dalam kehidupan. Melalui kebenaran itu, kita dimampukan untuk bertahan melewati berbagai tantangan dan pergumulan hidup yang mengancam, mengoyahkan iman, serta yang bertujuan memecah-belah persekutuan.
  5. Panggilan sebagai saksi Kristus
    Gemerlap dunia yang menyilaukan tidak jarang membuat orang-orang yang dulu mengenal Tuhan menjadi menjauh, bahkan meninggalkan Tuhan. Oleh karena itu panggilan kita untuk menghadirkan ‘syalom’ (Damai Sejahtera) adalah wujud kehadiran Allah dalam kehidupan, suatu bukti bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dan hidup untuk menyertai umat-Nya. Bukan sebaliknya justru ‘menghasut’ umat dalam persekutuan untuk berbuat hal-hal yang jauh dari Tuhan, saling membenci, saling memfitnah, saling curiga, saling menjatuhkan, saling menyakiti dan melukai hati sesama dll. Hal itu harus kita hindari.
  6. Orisinilitas Kristen
    Hidup jujur dengan berkata dan bersikap benar adalah sebuah keutamaan. Sebab hal tersebut bukanlah sebuah pilihan tetapi suatu keharusan dan kita akan merasakan langsung arti hidup damai yang sebenarnya jika berlaku demikian dan tidak mengunci pintu hati dan pikiran kita. Demikian pula kita tidak menampakkan pribadi yang ‘palsu’ namun menjadi pribadi Kristen yang asli/orsinil. Seperti ketika Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-Nya, ”Damai Sejahtera bagi kamu” maka damai sejahteralah kita dan kehidupan kita.

Penutup
Dengan kebangkitan-Nya, marilah kita benar-benar menempatkan diri sebagai saksi-Nya dengan berkata dan bersikap benar, sehingga kita dapat menyatakan makna kebangkitan-Nya di tengah dunia. Dan kita dapat dikatakan sebagai pengikut Kristus, saksi Kristus yang dapat benar-benar menjalankan segala konsekuensi yang ada secara otentik, bukan dusta namun sejujurnya. Tuhan senantiasa memberkati. Amin. (SEH).

Nyanyian : KJ. 340 Hai Bangkit bagi Yesus


Rancangan Khotbah: Basa Jawi

Pambuka
Ing artikel “Mendidik Anak dengan Berbohong”, Widia Primastika nyebataken ing jaman sapunika, wates antawisipun goroh kalian jujur punika sansaya kabur. Contonipun : Ing sawijining dinten, wonten tiyang sepuh, nalika anakipun tilem, piyambakipun mendet spidol lajeng mripatipun anak punika dipun gambari kaliyan spidol. Nalika anak punika tangi, tiyang sepuh punika mendet kaca lajeng dipun paringaken anakipun supados saged ningali rupanipun. Si anak lajeng nangis. Piyambakipun ajrih ningali kawontenanipun. Tiyang sepuh punika goroh dhateng anakipun supados manut lan boten tumindak awon malih.

Ing tahun 2009, psikolog Amerika Gail D. Heyman, Diem H. Luu lan Kang Lee damel penelitian perkawis tiyang sepuh ingkang gulawentah anakipun ngangge cara goroh. Ing penelitian punika, wonten 127 tiyang sepuh lan 127 anak. Hasil saking penelitian punika, anak-anak sami lapor dhateng para peneliti kalawau bilih tiyang sepuhipun asring goroh, padahal tiyang sepuhipun punika ugi tansah gulawentah ing bab kajujuran. Para tiyang sepuh punika ngakeni tumindakipun ingkang mekaten. Alasanipun goroh dhateng anak punika dipun anggep wajar lan saged dipun tampi ing sawetawis kahanan.

Psikolog klinis Nirmala Ika jelasaken bilih tiyang sepuh ingkang gulawentah anak sarana tumindak goroh lan damel ajrih anak, ing tembe dinten badhe dadosaken para anak punika rumaos boten aman. Perkawis punika sacara boten langsung dadosaken anak gadhah pemanggih bilih donya punika papan ingkang boten sae. Nalika tiyang sepuh punika goroh lajeng anak punika mengertos kasunyatanipun, punika saged dadosaken anak mangu-mangu dhateng dirinipun piyambak. Punapa malih bilih tiyang sepuhipun terus-terusan nanem raos ajrih dhateng anakipun. Punapa alasanipun kenging punapa tiyang sepuh ingkang asring goroh punika saged ngaruhi tumrap mentalipun anak?

Isi
Lajeng kados pundi kalian fakta wungunipun Gusti Yesus? Sanyatanipun pawartos bab wungunipun Gusti Yesus punika kathah ingkang dipun tutup-tutupi. Injil Matius 28 : 13 nyerat para Imam Yahudi ingkang matur, “Kowe padha martak-martakna, yen ing wayah bengi para sakabate padha teka nyolong layone, nalika kowe kabeh lagi padha turu.” Ayat punika paring pangertosan bilih ing wiwitan Gusti Yesus wungu, Para Imam lan para sepuh Yahudi sami ngupaya nyegah kesaksian para tentara Romawi ingkang jagi pasareanipun Gusti Yesus, ingkang dados saksi wungunipun Gusti Yesus sarana tumindak goroh. Karana punika boten gumunaken bilih ngantos dinten punika katah upaya kangge nyegah pawartos wungunipun Gusti Yesus. Akibatipun salebeting gesang patunggilan lan peladosan ing pasamuan asring dipun tingali mawerni-werni kapalsuan. Bab punika dadosaken pasamuan mangu-mangu, lemah iman, nindakaken pangabekti namung formalitas lan rutinitas kemawon.

Salebeting kasunyatan gesang ingkang kebak goroh, mangu-mangu, raos ajrih, ingkang kados mekaten, Gusti Yesus rawuh, jumeneng ing satengah-tengahing gesang kita sarta atur salam, “Tentrem rahayu kanggo kowe!” Gusti Yesus kersa rawuh ing salebeting manah lan gesang kita. Panjenenganipun rawuh ing satengah-tengahing patunggilan kita piyambak-piyambak, kangge mbuktiaken bilih Panjenenganipun gesang. Rawuhipun Gusti Yesus ngrubah pangraos kita, kados punapa ingkang dipun raosaken para sakabat wekdal punika. Panjenenganipun ngrubah ajrih dados bingah. Panjenenganipun maringi kakiyatan lan kasagedan dhateng kita dados saksiNipun.

Minangka saksi Kristus, wonten perangan perkawis ingkang kedah kita tindakaken :

  1. Medal saking kahanan ingkang nyaman:
    Nalika donya sarujuk bilih tanpa tumindak goroh, donya punika boten lengkap, mila kita kedah wantun nglawan tumindak goroh punika sarana gesang ingkang bener lan jujur. Raos nyaman ingkang kita raosaken ing donya punika namung sawetawis wekdal. Nanging gesang kanthi tentrem rahayu punika bakal langgeng nalika kita tumindak jujur. Punapa malih wonten hubunganipun kalian wungunipun Gusti Yesus, kita kedah wantun martosaken kabeneran bab wungunipun Gusti Yesus lumantar pola lan gaya gesang kita ingkang bener lan jujur.
  2. Atur Pangucap lan Sikap ingkang bener minangka respon wungunipun Gusti Yesus
    Ing waosan sepisan, pangucap lan tumindak ingkang bener punika pinangkanipun saking manah ingkang bener (ay.32). Wujuding gesang sesarengan ingkang sejati boten namung melu-melu kemawon, nanging nggadhahi makna sumadya kangge andum berkah, karana raos empati lan simpati kawiwitan saking manah lan jiwa (ay. 32a). Wungunipun Gusti Yesus punika dasar Iman Kristen. Kita pitados bilih Gusti Yesus ingkang wungu pasti ngrawuhi para pitados ing maneka warni kahanan, siap punapa boten, Gusti Yesus rawuh. Mekaten ugi nalika Gusti Yesus rawuh lan pinanggih kita, kita kaparingan tanggeljawab dados saksinipun Kristus, dados tuladha ing gesang, ingkang manggihaken katresnan lan pangapuntening dosa.
  3. Dampak nyata wungunipun Gusti Yesus
    Kita sumadya ngrespon timbalanipun Gusti dados saksinipun. Tujuanipun inggih punika mbangun patunggilan. Wungunipun Gusti Yesus ngarahaken gesang kita mujudaken katresnan lan pangapunten. Ing patunggilan punika, kita dados saluraning berkah dhateng sesami, boten egois lan boten eksklusif. Kita sumadya nuwuhaken patunggilan ingkang kebak semangat nlestariaken gesang.
  4. Nggadahi daya tahan iman salebeting wungunipun Gusti Yesus
    Waosan kaping kalih negesaken kados pundi saksi ingkang bener punika. Inggih punika nggadahi integritas lan kualitas diri, tansah upaya dados pribadi ingkang boten gampang nyerah, pribadi ingkang tangguh ing pendirian, pribadi ingkang jagi kabeneran. Ingkang wigati dipun ugemi kangge para umat pitados inggih punika “Kabeneran” ingkang boten wonten kompromi lan “tresna” ingkang nyata salebeting gesang. Lumantar tumindak bener punika, kita saged tahan nglangkungi mawerni-werni tantangan lan pacobening gesang ingkang ngancam, goyang iman sarta mecah belah pasamuan.
  5. Timbalan dados saksinipun Sang Kristus
    Kawontenaning donya ingkang kebak kasenengan asring dadosaken tiyang ingkang wanuh Gusti sansaya tebih lan nilaraken Gusti. Awit saking punika, Gusti nimbali kita martosaken Syalom (Tentrem Rahayu) inggih punika mujudaken karawuhaning Gusti Allah salebeting gesang kita. Martosaken bilih Gusti Yesus sampun wungu lan gesang saperlu nunggil dhateng umatipun. Sampun ngantos kita tumindak awon, kados benci, fitnah, nyengiti lan nyakiti manah sesami kita. Sedaya perkawis punika kedah kita bucal.
  6. Dados Kristen Ingkang Sejati
    Tumindak jujur sarana pangucap lan sikap ingkang bener punika dados kautamaning gesang. Perkawis punika sanes pilihan nanging perkawis ingkang kedah dipun tindakaken. Kita badhe ngraosaken artosipun gesang tentrem bilih tumindak mekaten kalawau. Kita boten nutup korining manah lan pikir kita, kita ugi boten tumindak ‘palsu’ nanging tansah dados tiyang Kristen ingkang sejati. Kados Gusti Yesus ingkang ngatingal dhateng para sakabat sarana ngendika,”Tentrem rahayu kangge kowe”, tamtu tentrem rahayu punika wonten salebeting gesang kita.

Panutup
Sarana wungunipun Gusti Yesus, mangga kita temen-temen dados saksi-Nipun ing pangucap lan sikap gesang kita ingkang bener. Kita wartosaken wungunipun Gusti ing satengah-tengahing donya. Kita ugi siap nindakaken sedaya konsekuensinipun dados saksiNipun Gusti sacara nyata, sampun ngantos goroh nanging kanthi jujur. Gusti tansah mberkahi kita. Amin. (Terj. AR).

 Pamuji : KPJ. 267 Pamarta Kula Agesang

 


Referensi:

1  Dalam teks Yunani, kata “besar” dan “melimpah-limpah” menggunakan kata yang sama, yaitu megalē (lit. “besar”). Kebangkitan Kristus adalah peristiwa yang sangat besar, sehingga sangat wajar jika pemberitaannya juga disertai dengan kuasa yang besar.

2  Pemimpin yang baik memastikan pemberian dilakukan dan dibagikan dengan cara yang baik. Intinya, jemaat tidak hanya asal memberi. Kepada siapa pemberian itu dipercayakan juga sangatlah penting.

3   Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Cetakan Kedua Januari 1995), hal. 618, Yayasan Bina Kasih/OMF.

4  Yohanes menggunakan dua istilah kecil untuk anak-anak dalam I Yohanes: (1) teknion (lih. Yoh 2:1,12) dan (2) paidion (lih. Yoh 2:14,18). Kedua kata ini bersinonim dengan tanpa perbedaan teologis yang disengaja.

5  Ini adalah sebuah PRESENT ACTIVE INDICATIVE yang menunjuk pada syafaat Yesus yang sedang dan terus berjalan sebagai Pengacara Illahi kita (paraklētos). Ini adalah istilah hukum untuk seorang pengacara pembela atau “seseorang yang dipanggil berjalan disisi untuk menolong”. (dari para, disamping dan kaleō, memanggil).

6  Karakterisasi ini digunakan untuk Allah Bapa (Seperti dalam Roma 1:9). Para penulis Perjanjian Baru menggunakan beberapa teknik penulisan untuk menyatakan ke-Tuhanan Yesus: 1) Menggunakan gelar untuk Allah; 2) Menyatakan perbuatan-perbuatan Allah; 3) Menggunakan frasa-frasa yang berparalel secara ketatabahasaan yang merujuk pada keduanya.

7   (I Yohanes 2:1) https://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=62&chapter=2&verse=1.

8  Utley: Istilah ‘hilasmos’ digunakan dalam Septuaginta untuk tutup dari Tabut Perjanjian yang disebut tahta kemurahan atau tempat penebusan. Yesus menempatkan diri-Nya di dalam tempat kebersalahan kita dihadapan Allah (lih. I Petrus 4:10; Roma 3:25).

9  (I Yohanes 2:2) https://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=62&chapter=2&verse=2

10  Kata “menghembuskan” memberikan kedalaman arti yang lain, seperti: (a) Roh Kudus, berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera.; (b) Roh kudus adalah satu hakekat dengan Allah Bapa dan Allah Putera.; (c) Penciptaan manusia. Hal ini mengingatkan kita akan penciptaan manusia pertama: “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7) Sama seperti hembusan dari Tuhan memberikan kehidupan kepada manusia, maka hembusan dari Kristus, memberikan kehidupan spiritual, yaitu kehidupan baru di dalam Kristus, yaitu kehidupan di dalam Roh Kudus. Diambil (diundhuh) dari (https://www.katolisitas.org/ya-tuhanku-dan-allahku/).

11  Artikel “Ya Tuhanku dan Allahku” diambil (diundhuh) dari (https://www.katolisitas.org/ya-tuhanku-dan-allahku/)

Renungan Harian

Renungan Harian Anak