Tahun Gerejawi: Adven 3
Judul: Saksi Injil
Tema: Tokoh GKJW (Emde, Amarantia Manuel, dan Johanna Wilhelmina)
Bacaan Alkitab: Filipi 4: 4-9
Ayat Hafalan: Kisah Rasul 1: 8b – “…kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria sampai ke ujung bumi.”
Lagu Tema: KJ 427 “Ku Suka Menuturkan”
Tujuan:
- Remaja dapat menjelaskan bahwa anak Tuhan yang baik adalah anak yang mau bersaksi.
- Remaja dapat menceritakan bagaimana Emde, Amarantia Manuel dan Johanna Wilhemnina (sekeluarga) bersaksi atas iman mereka.
- Remaja dapat memberikan contoh bersaksi dalam hidup sehari-hari.
- Remaja dapat menerapkan hidup bersaksi dalam hidup sehari-hari.
Penjelasan Teks (Hanya untuk Pamong)
Secara keseluruhan, surat Filipi ingin menggambarkan langkah-langkah untuk menjaga damai sejahtera, mempertahankan hati yang gembira; menjadi masuk akal untuk semua; tetap sadar akan kehadiran Tuhan; hindari kecemasan berlebihan; menjalani kehidupan yang penuh doa; memikirkan pikiran yang indah; dan mempraktikkan pemahaman Kristen. Terlebih lagi hal ini tampak dalam perikop ini. Paulus memiliki pemahaman yang seperti ini, karena Paulus menulis surat Filipi ketika ada di dalam penjara. Sehingga dapat dikatakan bahwa Paulus mempraktekkan menjaga damai sejahtera dan tetap beriman meskipun dirinya di penjara.
Langkah-langkah pastoral yang dianjurkan oleh Paulus lebih ke arah pengalaman pribadinya dipenjara. Hanya dalam Kristuslah, Paulus memiliki pengharapan, cinta, kebaikan, ketulusan, pengorbanan, kesadaran, tetap berdoa, dan melakukan kebaikan, semua tadi bersumber pada kasih Kristus yang tidak pernah berkesudahan. Pada akhir setelah mengetahui Kristuslah sumber dari segala sumber, maka hidup orang beriman akan memiliki damai sejahtera.
Pendahuluan
- Ajak Remaja membaca bacaan Alkitab hari ini (Filipi 4: 4-9).
- Lakukan tanya jawab dengan remaja:
- Sebutkan nama tokoh yang menjadi cikal bakal GKJW? | Jawab: Johanes Emde (1774-1859) dan Coenraad Laurens Coolen (1775-1873)
- Apa yang remaja ketahui tentang tokoh-tokoh tersebut? | Jawab: menyesuaikan jawaban tiap remaja.
- Sebutkan nama tokoh yang menjadi cikal bakal GKJW? | Jawab: Johanes Emde (1774-1859) dan Coenraad Laurens Coolen (1775-1873)
Cerita
Teman-teman remaja yang terkasih, ada yang tahu tidak mengapa kok hari ini kita mengawali renungan dengan mengingat kembali tokoh-tokoh yang menjadi cikal bakal GKJW? Karena kemarin kita merayakan hari ulang tahun GKJW, ada yang tahu tahun ini gereja kita sudah berumur berapa? (ya betul 90 tahun).
Hari ini kita akan mengingat kembali, GKJW yang ada saat ini awalnya dulu bagaimana. Seperti jawaban teman-teman, ada dua orang yang menjadi tokoh awal lahirnya GKJW. Kita akan memperhatikan lebih detail saat itu apa yang mereka lakukan untuk bersaksi atau mewartakan Injil.
Kita akan fokus ke tokoh Johanes Emde. Dia adalah orang Jerman yang kemudian datang ke Indonesia menikah dengan orang yang Jawa dan ikut mewartakan Injil diawali di daerah dekat Surabaya atau Sidokare yang sekarang lebih dikenal dengan daerah Sidoarjo. Yang menarik adalah sejarah kita mencatat bahwa pewartaan Injil nya itu tidak dilakukan seorang diri, malah uniknya yang mengawali pekabaran Injil adalah keluarganya lebih tepatnya istri dan anaknya yaitu Amarentia Manuel dan Johanna Wihelmina. Cara mereka mengabarkan Injil pun terbilang unik yaitu dengan membuat salinan Injil Markus pasal 1 yang ditulis dengan huruf Jawa dan dan membagikannya sambil bersosialisasi berbelanja dengan masyarakat. Dari sana ada beberapa orang yang tertarik dan kemudian datang untuk berdiskusi belajar sampai terbentuklah perkumpulan orang-orang Saleh Soerabaia.
Secara lebih lengkap, ini ceritanya:
Dalam kegiatan penginjilan di Surabaya pada tahun 1820-an dan beberapa tahun kemudian, peran yang dimainkan oleh seorang ibu dan anak perempuannya, Amarentia Manuel Emde dan anak perempuan semata wayangnya, Johanna Wilhelmina Emde, haruslah diingat. J. Emde, seorang tukang emas sekaligus misionaris Protestan Belanda, akan mengalami kesulitan untuk mencapai keberhasilan dalam pelayanannya jika tidak didampingi oleh kedua orang perempuan ini.
Menurut perhitungan B. Schuch, Emde menikahi seorang perempuan Jawa yang disebutkan sebagai anak perempuan dari seorang bupati. Setelah menjadi Kristen, istrinya diberikan nama Barat, Amarentia Manuel. Dari cara pemberian namanya, terbukti bahwa arti “menjadi Kristen” bagi Emde ialah “menjadi orang Barat”. “Kejawaan” istrinya dianggap remeh, walaupun terbukti kemudian bahwa faktor itulah yang menjadi kunci sukses penginjilan di Jawa Timur, terutama di Surabaya. Dalam waktu singkat, Nyonya Emde telah menjadi tangan kanan bagi Emde untuk berhubungan dengan orang Jawa. Emde sendiri tidak menguasai bahasa Jawa sehingga istrinya sangat menolongnya dalam menerjemahkan, menyebarkan traktat, serta menghubungi para tetangga di sekitar rumah mereka. Kehadiran istri Emde tidak menarik perhatian, apalagi sang istri sangat mengerti tentang etiket pergaulan dalam budaya masyarakat Jawa. Akan tetapi, istri Emde memainkan peran yang penting, yaitu sebagai mediator antara Emde, yang mewakili dunia religius Barat, dengan dunia orang Jawa. Pada akhirnya, ketekunan dan ketulusan mereka sebagai anggota komunitas gereja menyediakan sebuah contoh dan teladan bagi para jemaat gereja –merekalah tulang punggung jemaat.
Kehadiran Nyonya Emde membuat kedua dunia yang berbeda itu dapat dipertemukan, hal ini dapat disimbolkan dengan fungsi rumah Emde. Rumah itu adalah pusat pertemuan yang di dalamnya orang Jawa pribumi, jemaat Gereja Protestan Surabaya, dan misionaris dapat berkumpul bersama. Di dalamnya, Nyonya Emde menerima dan menyediakan makanan untuk mereka semua. Rumah itu adalah sebuah pusat penginjilan dan kegiatan pendidikan. Untuk tugas yang terakhir, peran anak perempuan Emde, Johanna Wilhelmia, sangatlah besar. Dengan latar belakang pendidikan Barat yang lebih luas daripada ibunya, dia lebih aktif dalam hal pendidikan pada umumnya dan keterampilan rumah tangga pada khususnya. Dia juga aktif dalam menangani administrasi kegiatan misi di Surabaya. Dialah yang mengajar para perempuan dan anak-anak membaca, menulis, aritmatika, bernyanyi, bahasa Belanda, dan juga agama Kristen; semua pelajaran itu diberikan secara cuma-cuma. Ada sekitar 30-40 orang murid yang mengikuti pelajaran dari Johanna ketika perkumpulan itu masih diadakan di rumah Emde.
Kegiatan yang dilakukan Johanna lebih banyak dari yang dilakukan ibunya; selain mengajar, ia juga aktif mendampingi pelayanan pembagian Alkitab dan traktat-traktat dalam bahasa Jawa dan Madura. Tak hanya itu, ia juga menerjemahkan beberapa bagian dari Injil Markus dan diperbanyaknya sendiri. Di samping berbagai kegiatan tersebut, dia juga mengatur sebuah panti asuhan yang sekaligus berfungsi sebagai sebuah penginapan gratis bagi para pekerja misi yang sedang dalam perjalanan. Untuk semua jerih payahnya, dia menerima gaji dari NZG (Netherland Zending Genotschap) dan oleh C.W Nortier disebut sebagai “misionaris pertama untuk orang Jawa”. Berbagai kegiatan Johanna, terutama melihat upayanya dalam memimpin dan mengatur panti asuhan, dicatat oleh E. Jellesma. Dia menyatakan bahwa tempat tersebut dibangun atas inisiatif Johanna sendiri, bahkan dia sendiri pernah tinggal di panti asuhan/penginapan ketika menunggu tugas barunya di Mojowarno. Setiap hari, keperluan rumah tangga tempat itu ditangani oleh Johanna. Selain itu, ia juga mengurus berbagai keperluan ibadah gereja, antara lain menyediakan peralatan sakramen seperti mangkuk baptisan, cawan anggur, lilin, dekorasi, bel gereja, dan sebagainya.
Sangatlah jelas bahwa istri dan putri Emde memainkan peranan yang sangat krusial/penting dalam menentukan kesuksesan penginjilan Emde dan tugas-tugasnya. Pada 1840, setelah bekerja selama bertahun-tahun, mereka mengumpulkan buah yang telah lama mereka rindukan. Dasimah, salah satu orang Kristen Jawa yang pertama, mulai mengunjungi rumah mereka. Dan, dari seorang tamu ini, persekutuan itu bertumbuh menjadi sekitar seratus orang jemaat. Seperti yang telah diduga, Nyonya Emde dan putrinya tetap menjadi penolong dalam kesuksesan kebaktian di tempat itu. Di samping melayani sebagai penerjemah, mereka juga menyiapkan makanan dan minuman untuk perkumpulan tersebut.
Sumber: https://misi.sabda.org/peran-perempuan-dalam-misi
Gereja kita sejak awal berangkat dari semangat mewartakan Injil dengan cara yang bersahabat, kesaksian nyata dalam pertemuan atau perjumpaan sehari-hari.
Dalam bacaan hari ini juga dikisahkan tentang seorang rasul yang menjadi saksi Kristus, sekalipun harus dipenjara dan mengalami berbagai penderitaan Paulus tetap setia. Paulus menjalani hidup dan pelayanannya dalam pengharapan, cinta, kebaikan, ketulusan, pengorbanan, kesadaran, tetap berdoa, dan melakukan kebaikan, semua itu bersumber dari kasih Kristus yang tidak pernah berkesudahan. Nah, bagaimana dengan kita di zaman sekarang? Apa yang bisa dilakukan untuk menjadi saksi Injil?
Coba kita cari tahu jawabannya dengan bersama-sama mengisi aktifitas yang sudah disediakan. Lembar aktifitas bisa dibagikan.
Menjadi saksi ternyata bisa kita mulai dengan melakukan hal baik dan teladan nyata dalam hidup keseharian, dalam keluarga, sekolah, masyarakat. Dengan menjaga diri dalam pengharapan, cinta, kebaikan, ketulusan, pengorbanan, kesadaran, tetap berdoa, dan melakukan kebaikan. Siapa yang siap untuk bersaksi? Semua dong ya!! Mari kita terus semangat untuk menjadi saksi Kristus. Tuhan memberkati. Amin.
Aktivitas:
Peristiwa | Respon |
|