Minggu Biasa | Pekan Pemuda
Stola Hijau
Bacaan 1: Yeremia 14 : 7 – 10, 19 – 22
Mazmur: Mazmur 84 : 1 – 8
Bacaan 2: 2 Timotius 4 : 6 – 8, 16 – 18
Bacaan 3: Lukas 18 : 9 – 14
Tema Liturgis: Pemuda GKJW: “Gotong Royong Anti Doyong”
Tema Khotbah: Pemuda GKJW: “Gotong Royong Anti Doyong”
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yeremia 14 : 7 – 10, 19 – 22
Dalam konteks wilayah Timur Tengah yang terjadi pada zaman Yeremia, kondisi iklim dan cuaca memang sangat ekstrim. Musim dingin bisa terjadi selama dua sampai tiga tahun. Kondisi tersebut berdampak pada iklim dan cuaca selanjutnya, dimana setelah musim dingin yang berlangsung tiga tahun memunculkan musim kekeringan dan mendatangkan kelaparan. Konteks bacaan ini, muncul dalam kondisi kekeringan, sehingga yang dihadapi oleh Yeremia adalah situasi krisis kelaparan.
Di tengah kondisi kekeringan dan kelaparan itu, Yeremia meminta pertolongan kepada Tuhan. Dalam doanya, dia menyadari kerapuhan dan keberdosaannya di hadapan Tuhan (Ay. 7, 20). Kesadaran akan keterbatasan serta rasa kebergantungan pada Tuhan inilah yang menjadi inti pesan dari kitab Yeremia 14:7-10, 19-22. Usaha diri sendiri tidaklah cukup, Yeremia membutuhkan pertolongan TUHAN untuk mengatasi krisis yang dihadapi dirinya maupun bangsanya.
2 Timotius 4 : 6 – 8, 16 – 18
Paulus dalam melaksanakan tugas pemberitaan Injil pernah mengalami saat-saat di titik terendah kehidupannya. Dia berjuang sendiri dan tidak ada orang pun yang berpihak padanya saat ia harus mengalami sidang pembelaannya yang pertama. Orang-orang dekat yang diharapkan akan menolong justru mereka meninggalkannya. Dimungkinkan, orang-orang itu meninggalkan Paulus karena takut akan resiko yang harus dihadapi ketika membela Paulus. Resiko tersebut bisa berupa penganiayaan.
Meskipun Paulus merasa ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya, namun ia tetap memiliki sikap hidup yang baik, yaitu mengembangkan relasi keluarga kerajaan Allah. Paulus tidak menyimpan kekecewaan, tidak menyimpan dendam, namun melepaskan pengampunan dan berdoa bagi mereka. Dengan demikian dari perikop ini, kita belajar dalam berelasi diperlukan sikap mau mengampuni meskipun kita pernah dilukai.
Lukas 18 : 9 – 14
Bacaan ketiga, Injil Lukas 18:9-14 ini merupakan sebuah perumpamaan yang dipakai Tuhan Yesus untuk memberikan pengajaran bagi orang-orang yang memandang diri lebih benar, sementara orang lain salah atau rendah. Dalam perumpamaan-Nya dipakai contoh bagaimana orang Farisi ketika berdoa berfokus pada kehebatan dirinya dan upaya baik yang dilakukannya serta sikapnya yang memandang rendah orang lain. Sementara itu dipakai pula contoh pemungut cukai yang berdoa dalam kerendahannya, merasa sebagai oarang berdosa. Pemungut cukai tidak memiliki keberanian menengadah ke langit, namun memukul dirinya sebagai tanda pertobatan. Dalam perumpamaan itu, Tuhan Yesus membenarkan pemungut cukai sementara orang Farisi tidak dibenarkan. Dalam perumpamaan itu, Tuhan Yesus hendak mengajarkan bahwa barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, akan tetapi barangsiapa merendahkan diri maka ia akan ditinggikan.
Sikap kerendahan hati bagi Tuhan Yesus merupakan sikap yang lebih utama daripada kesombongan rohani (merasa bukan orang lalim, berpuasa, memberikan persembahan persepuluhan) (Ay. 11-12). Tuhan Yesus lebih berkenan kepada hati yang bertobat daripada mereka yang beribadah dalam rangka pamer dan merendahkan orang lain. Tuhan Yesus juga mengajarkan melalui perumpamaan tersebut bahwa sikap yang bergantung pada kasih dan pertolongan Tuhan adalah hal yang mulia daripada merasa tidak membutuhkan Tuhan.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Manusia dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari relasi dengan sesama maupun dengan Tuhan. Dia selalu bergantung pada belas kasih dan karunia Tuhan. Dalam berelasi dengan manusia, dia perlu terbuka dan mengampuni mereka yang melukai. Sedangkan dalam relasi dengan Tuhan, dia perlu merendahkan diri di hadapan-Nya. Tidak menganggap diri lebih baik daripada orang lain meskipun dalam hidup dia melakukan kesalehan pribadi. Tuhan menganggap mulia orang yang bergantung pada belas kasih dan anugerah-Nya.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Dalam sebuah tindakan medis operasi di rumah sakit, seorang dokter spesialis bahkan profesor kedokteran sekalipun tidak bisa menjalankan tindakan medis sendirian. Pada satu tindakan operasi, setidaknya dibutuhkan dokter spesialis bedah sekaligus asisten bedah, dokter spesialis anestesi dan juga asisten anestesi, perawat bedah, perawat sirkulasi, teknisi bedah, teknisi anestesi, radiografer dan lainnya. Setiap tenaga medis memiliki peran penting untuk menjamin dan memastikan keselamatan dan keberhasilan operasi yang dilakukan.
Dokter spesialis tidak merasa mampu sendiri tanpa bantuan tenaga medis lainnya. Dia membutuhkan pihak lain dan tidak bisa dia merasa paling penting daripada yang lainnya. Sehebat-hebatnya dokter spesialis dia akan membutuhkan teknisi AC yang memastikan suhu ruangan operasi tetap terjaga. Tentu dia juga membutuhkan ahli kelistrikan untuk memastikan aliran listrik dan penerangan ruangan operasi terjaga. Mari kita bayangkan, apa yang akan terjadi jika dokter yang akan melakukan tindakan operasi bekerja sendirian?
Dalam persekutuan gereja, kita pun tidak bisa hidup sendirian. Para adi yuswa membutuhkan warga dewasa dan pemuda. Demikian pula pemuda membutuhkan ibu-ibu, dan sebaliknya. Tentu juga anak-anak tidak bisa berproses dan berpelayanan sendirian. Mereka membutuhkan pamong, pemuda, majelis dan para sepuh. Semua saling membutuhkan dan berelasi satu dengan yang lainnya. Dan dalam relasi itu tidak patut jika salah satu generasi merasa paling penting dan paling baik daripada yang lainnya.
Isi
Bacaan Injil saat ini, memberikan sebuah perumpamaan yang dipakai Tuhan Yesus untuk memberikan pengajaran bagi orang-orang yang merasa dalam berelasi memandang diri lebih benar sementara orang lain salah atau rendah. Dalam perumpamaan-Nya dipakai contoh bagaimana orang Farisi ketika berdoa berfokus pada kehebatan dirinya dan upaya baik yang dilakukannya, serta sikap memandang rendah orang lain. Sementara itu dipakai pula contoh pemungut cukai yang berdoa dalam kerendahannya, karena ia merasa berdosa. Pemungut cukai tidak memiliki keberanian menengadah ke langit namun memukul dirinya sebagai tanda pertobatan. Dalam perumpamaan itu, Tuhan Yesus membenarkan pemungut cukai sementara orang Farisi tidak dibenarkan. Tuhan Yesus dalam perumpamaan itu mengajarkan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, akan tetapi barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Kerendahan hati bagi Tuhan Yesus merupakan sikap yang utama daripada kesombongan rohani. Orang Farisi dalam kesombongan rohaninya menyatakan apa yang telah ia lakukan, yaitu mereka bukan orang lalim, berpuasa, memberikan persembahan persepuluhan. Meski dengan perilaku yang seperti itu, Tuhan Yesus lebih berkenan kepada hati si pemungut cukai yang bertobat daripada mereka yang beribadah dalam rangka pamer dan merendahkan orang lain. Tuhan Yesus juga mengajarkan melalui perumpamaan tersebut bahwa sikap yang bergantung pada kasih dan pertolongan Tuhan adalah hal yang mulia daripada merasa tidak membutuhkan Tuhan.
Begitu pula apa yang dilakukan oleh Yeremia saat dia harus mengalami krisis kekeringan dan kelaparan. Yeremia menyadari keberadaan dirinya yang sarat akan kerapuhan dan dosa. Ia membutuhkan anugerah serta pertolongan Tuhan. Ia menyadari bahwa ia tidak mampu melewati krisis tersebut sendirian. Maka ia memohon pertolongan kepada Tuhan dalam doa dan pertobatan.
Kisah membangun relasi yang baik juga digambarkan dalam kisah pelayanan Paulus. Meskipun Paulus merasa ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya, namun Paulus tetap memiliki sikap hidup yang baik, yaitu tetap mengembangkan relasi keluarga kerajaan Allah. Paulus tidak menyimpan kekecewaan, tidak menyimpan dendam, namun melepaskan pengampunan kepada mereka. Bahkan Paulus berdoa bagi mereka. Dengan demikian dari perikop ini kita bisa belajar bahwa dalam berelasi diperlukan sikap mau mengampuni meskipun kita pernah dilukai.
Penutup
Pada minggu ini, kita memasuki pekan pemuda, melalui pekan pemuda ini kita merefleksikan kembali peran pemuda bagi gereja. Pemuda GKJW memiliki potensi dan semangat yang ber-api-api, namun demikian sering kali gereja khawatir dan tidak percaya terhadap kiprah pemuda masa kini. Saatnya gereja bergotong royong bersama pemuda untuk semakin memperkuat relasi dengan Tuhan dan sesama. Begitu pula para pemuda, mari bersikap inklusif, bergotong royong bersama anak – dewasa – adiyuswa (intergenerasi) supaya tidak doyong. Pemuda Gotong Royong Anti Doyong! Amin. [MM].
Pujian: KJ. 249 Serikat Persaudaraan
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Ing salah satunggaling tindakan medis wonten griya sakit, dokter spesialis dalah profesor kedokteran mboten saged nindakaken operasi bedah piyambakan. Ing salebeting tindakan operasi punika, paling mboten dipun betahaken: dokter spesialis bedah lan asisten bedah, dokter spesialis anestesi saha asisten anastesi, perawat bedah, perawat sirkulasi, teknisi bedah, teknisi anestesi, radiografer lan sanesipun. Saben tenaga medis gadhahi peranan ingkang wigati kangge njamin saha mesthekaken kaslamatan lan suksesipun operasi ingkang dipun tindakaken. Dados, sedaya priyantun tenaga medis nggadhahi peranan ingkang wigati supados lampahipun operasi punika saged lancar lan kasil kanthi sae.
Dokter spesialis mboten saged nggadhahi pemanggih bilih piyambakipun saged nindakaken peladosan piyambakan tanpa pitulungan saking tenaga medis sanesipun. Piyambakipun mesthi mbetahaken priyantun sanes lan mboten saged nganggep piyambakipun langkung wigati tinimbang tenaga sanesipun. Sanadyan tho dokter spesialis punika sampun pinunjul, piyambakipun tetep mbetahaken teknisi AC kangge mesthekaken suhu ing ruangan operasi stabil. Mboten namung punika, piyambakipun ugi badhe mbetahaken ahli kelistrikan kangge mesthekaken aliran listrik lan penerangan ruangan operasi tetap padhang. Mangga kita galih, punapa ingkang badhe kelamapahan menawi dokter ingkang badhe ngoperasi nindakaken ayahanipun piyambakan?
Ing patunggilan greja, kita ugi mboten saged gesang piyambakan. Adi yuswa mbetahaken warga diwasa lan pemuda. Mekaten ugi pemuda mbetahen ibu-ibu saha sakwangsulipun. Dalah anak-anak tamtu mboten saged lelados piyambakan, anak-anak mbetahaken pamong, pemuda, majelis lan para sepuh. Sedaya sami mbetahaken satunggal lan satunggalipun. Mila ing sesambetan punika, mboten saged menawi satunggaling generasi nganggep piyambakipun langung wigati lan langkung sae tinimbang ingkang sanesipun.
Isi
Ing seratan Injil, nyerat pasemon ingkang dipun agem dening Gusti Yesus kangge mucal para tiyang ingkang nganggep piyambakaipun langkung leres, dene tiyang sanes lepat. Ing pasemon punika, dipun ginakaken conto tiyang Farisi nalika ndedonga. Anggenipun ndedonga fokus dhateng kaunggulan lan tumindak saenipun ingkang dipun lampahi, dene tiyang sanes dipun sepelekaken. Mekaten ugi dipun agem conto sanesipun, bab juru mupu beya ingkang ndedonga kanthi manah ingkang andhap asor. Juru mupu beya mboten wantun ningali Gusti malah kapara ngantemi dadanipun minangka pratanda pamratobatipun. Ing pasemon punika, miturut Gusti Yesus ingkang leres inggih punika juru mupu beya, dene tiyang Farisi gambaran ingkang klentu. Gusti Yesus maringi piwucal bilih sok sintena ingkang gesang kanthi andhap asor tamtu badhe dipun inggilaken dening Gusti.
Mila gesang kanthi andhap asoring manah miturut Gusti Yesus langkung prayogi tinimbang gumunggung kumalungkung ing karohanen. Sanadyan tho tiyang Farisi nindakaken prekawis ingkang saleh kados: siyam, pisungsung prasepuluh, mboten tumindak lalim. Tumindak kados punika mboten wonten ginanipun menawi ing sadengah gesangipun mboten mratobat ing ngarsanipun Gusti. Piwucal saking Gusti, gesang mratobat langkung wigati tinimbang mangun pangibadah kanthi tujuan pamer lan mboten ngajeni tiyang sanes. Kanthi mekaten, Gusti Yesus maringi piwucal sae bilih tumindak ingkang ngandelaken asih lan pitulunganipun Gusti punika langkung mulya tinimbang ingkang nganggep mboten mbetahaken pitulunganipun Gusti Yesus.
Mekaten ugi ingkang dipun lampahi dening nabi Yeremia nalika ngraosaken krisis kasatan lan kera. Yeremia nggadhahi manah ingkang sadar bilih kawontenanipun ringkih, dosa, lan mbetahaken sih rahmat lan pitulunganipun Gusti. Yeremia sadar bilih piyambakipun mboten saged nglangkungi krisis punika piyambakan. Mila Yeremia nyuwun pitulungan dhumateng Gusti kanthi ndedonga lan mratobat.
Cariyos bab mbangun relasi ingkang sae ugi katingal ing crita peladosanipun rasul Paulus. Sanadyan Paulus ngraosaken dipun tilar dening tiyang-tiyang ingkang celak gesangipun, ananging Paulus tansah tumindak sae. Paulus tansah mbangun relasi kaliyan Gusti minangka brayat kratoning Allah. Paulus mboten nyimpan raos kuciwa, dendam, malah piyambakipun paring pangapunten dhateng tiyang ingkang nguciwani piyambakipun. Langkung-langkung Paulus ndedonga kangge tiyang-tiyang punika. Mila saking cariyos peladosanipun Paulus punika, kita saged sinau bilih mbangun relasi punika kedah dipun dasari manah ingkang purun paring pangapunten dhateng tiyang sanes sanadyan tho kita nate ngraosaken kuciwaning manah.
Panutup
Ing dinten punika kita lumebet ing pekan pemuda, lumantar prastawa punika sumangga kita niti pirsa kados pundi peran pemuda kangge pasamuwan. Pemuda GKJW nggadahi potensi lan semangat ingkang makantar-kantar, nanging asring kita kuwatos lan mboten pitados dhateng kiprahipun pemuda ing zaman samangke. Mila mangga samangke, kita sami gotong royong kaliyan pemuda, sesarengan mbangun relasi ingkang sae dhumateng Gusti lan sesami. Mekaten ugi para pemuda mangga nggadhahana manah ingkang tinarbuka, gotong royong sesarengan kaliyan anak-anak, warga diwasa, saha adiyuswa (intergenerasi) supados mboten doyong. Pemuda Gotong Royong Anti Doyong! Amin. [MM].
Pamuji: KPJ. 357 Endahing Saduluran