Menyejarah Bersama Segenap Bangsa Khotbah Minggu 11 Oktober 2020

27 September 2020

Minggu Biasa – Bulan Ekumene
Stola Hijau

Bacaan 1 : Keluaran 32 : 1 – 14
Bacaan 2 : Filipi 4 : 1 – 9
Bacaan 3 : Matius 22 : 1 – 14

Tema Liturgis : Kesetiaan kepada Leluhur Bangsa
Tema Khotbah :
Menyejarah Bersama Segenap Bangsa

Penjelasaan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Keluaran 32 : 1 – 14
Ay. 1-6. Bangsa Israel baru saja menyambut perjanjian, namun mereka telah memungkirinya: waktu Musa berada di atas gunung, umat Israel membuat anak lembu emas tuangan dan sujud menyembahnya. Kisah ini bisa dipastikan bukan produk tulisan dari tradisi P, artinya Harun tidak dianggap seorang Imam atau nenek moyang para Imam. Harun malah ditampilkan sebagai penentang Musa, seorang pemimpin yang sudah dipih oleh Allah sendiri (lih. Bil 12:1-8). (J. Blommendal). Harun menerima tawaran orang-orang Israel membuat anak lembu emas dan mengadakan upacara dengan kurban bakaran dan keselamatan (ay. 2-5). Jelas, bahwa dosa kemurtadan bangsa Israel tidak hanya karena membuat tuangan anak lembu emas dan menyembahnya, akan tetapi dan paling utama adalah menolak Musa, yang berarti juga menolak Allah yang telah memilih Musa.

Ay. 7-14. Peranan Musa sebagai perantara perjanjian sangat penting. Ia memohon pengampunan kepada Allah demi umat Israel, supaya perjanjiannya diperbaharui. Reaksi Allah sangat dahsyat, di luar dugaan para pemuja anak lembu emas. Allah ingin menghapus bangsa-Nya itu dan memulai bangsa yang baru (ay.7-10). Musa mulai memohon kepada Allah akan pentingnya kelangsungan sejarah. Membiarkan bangsa Israel hancur di padang gurun hanya akan mengundang ejekan dari musuh-musuh Allah di Mesir. Tindakkan Allah yang sudah dimulai di Mesir harus diselesaikan. Kalau Israel ditinggalkan, maka Allah telah mengingkari janji kepada Bapa bangsa Israel, Abraham, Ishak, dan Yakub (ay. 11-13). Allah pun menerima alasan Musa (ay. 14). Jelas sekali bagaimana Musa sebagai pemimpin bangsa Israel, yang sekaligus sebagai perantara yang sangat berperan akan kelangsungan sejarah Israel.

Filipi 4 : 1 – 9
Surat Filipi ini terdiri dari 3 bagian yang ditulis pada permulaan penahanan Paulus. Filipi 4:1-9 ini adalah bagian penutup dari surat yang ditulis Paulus tersebut. (Dianne Bergant CSA, Robert J Karris p.353). Di awali ay. 1, Paulus menyerukan kepada orang-orang Kristen pengikut Kristus, supaya jangan menyerah kepada para lawan melainkan harus tetap bertahan dan setia kepada Tuhan. Selanjutnya pada ay. 2-3, Paulus mendengar dan kemudian menasehati dua orang perempuan Kristen yaitu Euodia dan Sintikhe yang berdebat, agar mereka senantiasa hidup rukun di dalam Tuhan Yesus. Bersama dengan rekannya Klemens, Paulus prihatin akan adanya ketidakrukunan dalam komunitas yang merupakan halangan bagi pewartaan injil/kabar keselamatan. Surat Paulus ini diakhiri Paulus dengan sebuah penekanan agar melaksanakan sesuatu hal yang lebih utama sebagai orang yang sudah mengikut Yesus Kristus. Apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar dan apa yang telah mereka pelajari dan mereka terima melalui para murid Yesus, itulah yang hendaknya dilakukan. (ay.

Matius 22 : 1 – 14
Pesta perkawinan atau perjamuan adalah cara yang lazim dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan kehidupan Kerajaan Sorga yang akan datang. Raja dan anaknya jelas merupakan gambaran tentang Allah Bapa dan Yesus. Undangan yang pertama yang diberikan kepada para hamba/nabi-nabi telah ditolak (ay.3). Sementara undangan kepada para hamba (kemungkinan Yohanes Pembaptis dan Yesus) diterima dengan acuh tak acuh (ay. 5), permusuhan, bahkan sampai hambanya itu dibunuh (ay. 6). Sementara pada ay. 7 menceritakan bagaimana pasukan Raja kemudian menghancurkan para pembunuh, bahkan kota mereka (mengingatkan akan penyerbuan tentara Roma ke Yerusalem tahun 70 M). Karena orang-orang religius Yerusalem pada saat itu menolak undangan menuju kerajaan Sorga (ay. 8-10), maka undangan disebarkan kepada semua orang, termasuk para pemungut cukai dan para pelacur.

Akan tetapi mengandalkan undangan saja ternyata tidak pernah cukup menjamin keikutsertaan dalam perjamuan. Pada ay. 11-13 para tamu undangan diharapkan juga mempersiapkan dirinya dengan memakai baju yang bagus, rapi dan bersih. Terbukti Raja kemudian memerintahkan untuk mengeluarkan tamu yang datang namun berpakaian tidak layak dari ruang perjamuan. Artinya, ternyata menjadi pemungut cukai atau pelacur juga tidak lebih menjamin keselamatan daripada menjadi Imam Farisi atau Imam Saduki. Untuk selamat, seseorang harus menerima undangan Yesus untuk masuk Kerajaan Sorga dan mempersiapkan diri dengan baik. Supaya, manakala perjamuan siap dimulai maka merekapun siap untuk ikut serta. Dalam konteks tersebut, Yesus mengisyaratkan bahwa undangan menuju Kerajaan Sorga ditawarkan kepada semua orang, tetapi hanya sedikit orang yang siap sedia dan diperbolehkan untuk ikut serta dalam pesta pernikahan.

Benang Merah Tiga Bacaan
Setiap peristiwa dalam kehidupan manusia menjadi sarana untuk berefleksi diri serta menguji kesetiaan iman. Dalam kitab Keluaran 32:1-14, ketidaksetiaan bangsa Israel kepada Allah terlihat pada ketidaksetiaan mereka terhadap Musa sebagai pemimpin yang sudah dipilih Allah. Sebagai respon atas kepemimpinan Musa, bangsa Israel membuat berhala berwujud anak lembu emas. Meski ditolak, sebagai pemimpin Israel, Musa tetap memohon pengampunan dosa Israel kepada Allah, untuk senantiasa mengingat janji Allah dengan nenek moyang Israel untuk kelanjutan hidup umat Israel.

Sedangkan dalam Filipi 4:1-9, peran Paulus sebagai pemimpin rohani yang mewartakan Kerajaan Allah adalah memberikan nasihat, petunjuk dan penguatan kepada orang-orang Kristen di Filipi. Hendaklah mereka sebagai orang Kristen senantiasa memegang ajaran Yesus Kristus untuk senantiasa rukun, supaya Injil Kerajaan Allah diterima oleh banyak orang.

Selanjutnya dalam Matius 22:1-14 Yesus menunjukkan akan undangan menuju Kerajaan Sorga yang ditawarkan kepada semua orang. Meskipun banyak yang menolak, tetapi bagi barangsiapa yang menerima undangan dan menyiapkan dirinya seturut kehendak sang pengundang, maka ia akan diselamatkan.

 

Rancangan Khotbah : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan
Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki banyak suku bangsa. Setiap suku bangsa pada dasarnya memiliki pemimpin yang bijaksana, yang mana warisan kebijakan yang diambil oleh pemimpin tersebut dapat dijumpai dalam tradisi, nilai-nilai, adat, budaya yang dijunjung tinggi oleh semuanya untuk kelangsungan hidup suku tersebut. Berkaitan dengan pemberian nama keluarga misalnya, pemimpin atau nenek moyang suku Batak memiliki tradisi, tatanan, kebijakan dan budaya yang jelas berbeda dalam hal pemberian nama keluarga/marga, dengan suku Jawa yang memandang secara luwes identitas nenek moyang dibelakang nama panggilan.

Suku Batak memegang teguh marga, karena marga menunjukkan identitas yang diwarisi secara turun-temurun bersama dengan situasi dan konteks sejarah yang dihadapi nenek moyangnya, yang dahulunya adalah raja. Sehingga, penyematan marga dibelakang nama seseorang, menjadi hal yang sangat penting, karena keterkaitan peristiwa, wilayah dan keterikatan darah dengan sang leluhur. Marga Siahaan, Ginting, Sipahutar, dst menunjukkan kekuatan identitas patrilineal (menarik garis keturunan dari pihak ayah) dimana mereka adalah anak-anak atau keturunan raja Siahaan, Ginting, Sipahutar, dst. Dengan demikian setiap nama seseorang dalam suku Batak akan dengan cepat dapat dirunut siapa pemimpinnya/siapa nenek moyangnya dan bagaimana dulu kiprah kepemimpinannya.

Isi
Pada ketiga bacaan kita, Allah menunjukkan model kepemimpinan ketiga tokoh dalam Alkitab yang menunjukkan pada pemeliharaan Allah yang membawa kebaikan dan keselamatan umat. Model kepemimpinan tersebut bertumbuh karena adanya tantangan dan pergumulan hidup umat pada saat itu. Bagaimana model kepemimpinan tersebut dikenal? Proses pengambilan keputusan yang didalamnya melibatkan Allah, serta masyarakat atau umat yang menerima dari kebijakan itu.

Kepemimpinan apa yang dapat kita petik dari ketiga bacaan tersebut?

  1. Kepemimpinan yang memprioritaskan masa depan umat.
    Dalam Keluaran 32:1-6 kita melihat bagaimana kiprah kepemimpinan Musa terhadap bangsa Israel. Sebagai pemimpin, Musa mempertimbangkan arah kehidupan bangsa Israel yang akan datang, dengan cara keluar dari lingkup komunitas. Cara Musa ini semacam out of the box karena bangsa Israel membutuhkan aturan atau hukum untuk mengatur hidup mereka sebagai sebuah komunitas yang besar. Akan tetapi bangsa Israel merasa tidak sabar dan merasa ditinggalkan Musa dan Allah yang selama ini disembah nenek moyang mereka. Jelas kehidupan bangsa Israel tidak memiliki prioritas pada saat itu.
    Pada bacaan kedua, Filipi 4:1-9 juga menekankan akan nasihat Paulus sebagai pemimpin rohani yang membawa kebaikan masa depan Jemaat. Kepada jemaat Filipi, Paulus menekankan kerukunan dan kesatuan supaya pewartaan Injil tidak mendapatkan halangan karena perbuatan mereka yang tidak terpuji. Jikalau orang-orang Kristen sendiri tidak rukun satu sama lain bagaimana orang lain di luar mereka dapat menerima Yesus Kristus? Yang ada justru mereka mencemooh dan mengejek orang Kristen pengikut Yesus.
    Kepemimpinan yang memikirkan masa depan umat, tidaklah mudah dilaksanakan, karena tentu pemimpin tersebut pastinya bukan tipe operator. Tetapi pemimpin tersebut harus mengetahui sungguh-sungguh apa yang dibutuhkan umat dan kemana harus dibawa, serta diarahkan kemana rombongan umat milik Allah tersebut. Seorang pemimpin yang fokus memikirkan masa depan umatnya tidak hanya memahami karakter umatnya dengan baik, akan tetapi juga harus memiliki relasi yang erat dengan Allah. Allahlah yang akan memberi petunjuk apa yang harus dilakukan pemimpin tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh umat Allah.
  2. Kepemimpinan yang berkarakter : Bijaksana dan Tegas.
    Bangsa Israel menciptakan patung anak lembu emas tuangan dan menyembahnya (Keluaran 32:1, 6). Ini artinya, mereka menolak Musa sebagai pemimpin, yang sama artinya dengan menolak Allah yang telah memilih Musa. Allah Israel yang telah membawa keluar dari tanah Mesir dan menyertai bangsa Israel di padang gurun diabaikan. Peran Musa sebagai pemimpin Israel sangat bijaksana, karena dekat dengan Allah. Inilah yang selanjutnya mampu meredam, melunakkan kemarahan Allah atas perilaku tegar tengkuk bangsa Israel. Musa memohon kepada Allah untuk mengampuni umat-Nya Israel karena Allah pernah melakukan perjanjian dengan nenek moyang Israel: Abraham, Ishak, dan Yakub. Jikalau Allah menghukum Israel, bangsa Mesirpun akan mencemooh, karena bangsa Israel ternyata dibinasakan sendiri oleh Allahnya. Kesetiaan nenek moyang Israel kepada Allah-lah yang membuat mereka luput dari pembinasaan. Jikalau seandainya Musa seorang pemimpin pendendam, tentu ia tidak akan memberi pertimbangan kepada Allah dan bangsa Israel sudah dibinasakan. Tetapi ketegasan Musa terlihat dari ketidak-kompromiannya atas para tua-tua yang mengarahkan untuk menyembah anak lembu emas tuangan. Merekapun mendapat hukuman karena sudah membawa pengaruh yang tidak baik kepada generasi muda Israel.
    Dalam Injil Matius 22:1-14 juga sangat jelas bagaimana ketegasan seorang Raja terhadap para tamu undangan pesta pernikahan. Bagi yang menolak, mereka tidak dipaksa ikut. Tetapi bagi yang diundang untuk ikut tetapi tidak mempersiapkan diri, mereka juga mendapat hukuman.
    Kebijaksanaan dan ketegasan adalah dua hal yang mendukung karakter dan kewibawaan seorang pemimpin umat. Tidak hanya kewibawaan pemimpin umat saja, akan tetapi ketegasan dan kebijaksanaan juga menjaga kasih dan wibawa Allah di dalam dan di luar pandangan umat.
  3. Kepemimpinan yang melayani.
    Seperti halnya ketiga tokoh dalam bacaan kita Musa, Paulus dan Yesus adalah pemimpin yang menjadi mitra Allah melayani dan mengasihi. Mereka di ‘pakai’ Allah yang adalah tuan mereka untuk bekerja mewartakan Kerajaan Allah, untuk mewartakan damai sejahtera. Sebagai pemimpin mereka semua adalah “pelayan” (hamba). Sebagai pelayan mereka tidak bisa bertindak semaunya, karena seorang pelayan hanya melakukan pekerjaannya dengan setia, dan taat pada kehendak Sang Tuan, yaitu Allah sendiri. Meski sebagai pemimpin, namun mereka ditolak seperti yang dialami Musa, mengalami penderitaan seperti yang dialami Paulus, bahkan mati seperti Yesus; mereka tetap setia kepada Allah yang mengutus mereka.
    Implikasinya dalam kehidupan kita adalah Allah menghendaki setiap orang sebagai mitra Allah untuk ambil bagian dalam tugas pelayanan mewartakan kerajaan Allah yang membawa keselamatan. Siapapun dia, yang dipilih Allah dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Seseorang yang bersedia Tuhan pakai, maka Tuhan akan menyertai hidup dan pekerjaan pelayanannya dengan cara-Nya. Oleh sebab itu, meski dianiaya dan mengalami penderitaan mereka yang terpilih menjadi pemimpin hendaknya setia dalam iman dan panggilan tugas yang diembannya dan hanya dengan mengandalkan Allah saja mereka memiliki kekuatan.

Penutup
Pada jaman sekarang, banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin untuk banyak orang. Akan tetapi seringkali keinginan itu tidak diimbangi dengan spiritualitas kepemimpinan yang teguh. Cara pandang yang pragmatis yang ditawarkan utupsebagai hasil dari kepemimpinan’pun kadang mempengaruhi, serta mengabaikan proses dan cara dalam menggapai kepemimpinan tersebut. Celakanya, hal tersebut tidak hanya terjadi dalam ranah kepemimpinan institusi profan, menyangkut hal-hal di dunia ini. Akan tetapi juga menyangkut institusi sakral di bidang agama.

Sebagai gereja kita menyadari bahwa kita semua adalah pemimpin yang menjadi pelaku sejarah kehidupan. Sekalipun, kita masih hidup di dunia, namun gereja adalah organisme, dimana persekutuan orang hidup yang percaya dan terpanggil mewartakan kerajaan sorga. Tantangan pelayanan gereja di dunia akan terus ada. Gereja tidak memiliki pilihan selain menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan tetap percaya akan pertolongan dan rencana Allah. Para Bapa gereja telah membuktikan dan mengalaminya. Pertolongan Allah atas gereja menjadikan gereja dan para pelayan Tuhan memahami jati dirinya, panggilannya dan menemukan berbagai solusi dan cara menghadapi permasalahannya.

Oleh karena itu, marilah sebagai gereja kita belajar untuk tetap setia akan tugas panggilan kita untuk mewartakan damai sejahtera dan kerajaan Allah. Ketika kita berusaha, mengimani akan campur tangan Allah, niscaya kita akan diberikan jalan keluar dan berkat. Amin. (BK)

Nyanyian :

  • KJ. 249 : 1, 2, 3 Serikat Persaudaraan
  • PKJ. 177 : 1, 2 Aku Tuhan Semesta

 

Rancangan Khotbah : Basa Jawi

Pambuka
Indonesia punika bangsa ingkang ageng lan nggadahi suku bangsa ingkang kathah cacahipun. Saben suku bangsa sejatosipun nggadahi pemimpin ingkang wicaksana, ingkang saged kita sumerepi warisan kawicaksananipun wonten tatanan tradisi, prekawis-prekawis adat kaliyan budaya ingkang dipun pitados wonten lampahing gesang suku bangsa kalawau. Gegayutan kaliyan nami ing brayat (marga) contonipun, suku Batak nggadahi tradisi lan tatanan, kawicaksanan lan budaya ingkang benten kaliyan suku Jawi ingkang nggadahi pamanggih bilih nami brayat punika sakpunika identitas ingkang mboten wajib dilampahi (luwes).

Suku Batak nyepeng kanthi kiyat bab ‘marga’, karana ‘marga’ punika identitas ingkang dipun warisi ‘turun-temurun’ wiwit simbah buyutipun kaliyan sedaya situasi lan konteks sejarah ingkang dipun lampahi, ingkang rikala semanten simbah buyutipun punika jumeneng Raja. Pramila, maringi ‘marga’ sakwingkin naminipun tiyang, punika prekawis ingkang penting amargi wonten kaitanipun kaliyan prekawis, papan panggenan lan wonten gandeng cenengipun ‘hubungan darah’ kaliyan leluhuripun. ‘Marga’ Siahaan, Ginting, Sipahutar, lsp nedah’aken kekiyatan indentitas patrilineal (mendet garis keturunan saking pihak bapak/tiyang kakung) ingkang sejatosipun keturunan Raja Siahaan, Ginting, Sipahutar, lsp. Mila, saben tiyang Batak gampil dipun runut sinten simbah buyutipun lan kados pundi rumiyin tumindakipun Raja punika nalika mimpin.

Isi
Wonten waosan kita, Gusti Allah paring pitedah ‘model’ kepemimpinanipun para tokoh Kitab Suci, ingkang paring bukti bilih sih panganthi lan parimatanipun Gusti Allah piyambak ingkang ndadosaken kasaenan lan kawilujengan umat. Model kepemimpinan kalawau tuwuh karana wonten tantangan lan momotaning gesang pasamuwan utawi umat rikala semanten. Kados pundi model kepemimpinan kalawau dipun tepangi? Keputusan ingkang dipun pendhet kaliyan sedaya pasamuwan punika kedahipun nglibataken Gusti Allah.

Bab kepemimpinan pupunapa ingkang saged kita sinaoni saking tiga waosan punika:

  1. Kepemimpinan ingkang paring prioritas kangge ‘Masa Depan’ipun Pasamuwan.
    Saking Kitab Pangentasan 32:1-6 kita saged sumerep kados pundi kepemimpinan Musa tumrap bangsa Israel. Nalika dados pemimpin, Musa nggadahi prioritas supados gesangipun bangsa Israel salajengipun kalampahan kanthi sae. Nabi Musa lajeng nilar bangsa Israel lan minggah gunung. Cara ingkang dipun lampahi dening Nabi Musa punika kadosdene cara ‘Out of the box’, karana nabi Musa ngrumaosi bilih bangsa Israel punika bangsa ingkang ageng lan mbetahaken aturan utawi pranatan kangge nata sedaya gesang warganipun ingkang terus ngrembaka. Ananging, bangsa Israel mboten nggadahi kesabaran lan rumaos dipun tilar nabi Musa kaliyan Gusti Allah ingkang sejatosipun tansah dipun sembah kaliyan simbah buyutipun bangsa Israel. Ketingal saking prekawis punika bangsa Israel gesang boten gadhahi prioritas.
    Wonten waosan kaping kalih, Filipi 4:1-9, Paulus ingkang dados pemimpin rohani paring nasehat ingkang mbekta kasaenan lan kangge ‘masa depan’ipun pasamuwan Filipi. Dhateng pasamuwan Filipi, Paulus paring piwucal bab karukunan lan patunggilan supados Injil ingkang dipun wartosaken punika mboten pikantuk alangan ingkang pinangkanipun saking tumindakipun Pasamuwan Filipi piyambak ingkang mboten leres. Menawi tiyang Kristen mboten rukun satunggal kaliyan sanesipun, kadospundi tiyang sanes badhe ndherek Gusti Yesus? Wontenipun tiyang sanes malah badhe ngece tiyang Kristen lan ngece Gusti Yesus.
    Kapemimpinan ingkang nggadahi prioritas dhateng masa depan umat, mboten gampil dipun lampahi, karana sakmesthinipun pemimpin kalawau mboten nglampahi kadosdene tipe ‘pemimpin operator’. Ananging, pemimpin kalawau kedah paham saestu pupunapa ingkang dipun betahaken umat lan kedah dipun arahaken dhateng pundhi pasamuwan kagunganipun Gusti kalawau. Pemimpin ingkang fokus gadhahi prioritas dhateng masa depanipun pasamuwanipun mboten namung mangertosi karakter warga pasamuwanipun, ananging ugi kedah nggadahi hubungan ingkang raket kaliyan Gusti Allah. Gusti Allah piyambak ingkang paring pitedhah, pupunapa ingkang kedah dipun lampahi pemimpin punika lan pupunapa ingkang dipun lampahi pasamuwan kagunganipun.
  2. Kepemimpinan ingkang gadhahi watak : Wicaksana lan Teges
    Bangsa Israel ndamel patung anak lembu saking emas lajeng dipun sembah (Pangentasan 32:1, 6). Punika gadhahi teges bilih bangsa Israel ‘nolak’ nabi Musa dados pemimpinipun. Punika ugi nggadhahi teges bilih bangsa Israel sampun mboten purun malih kaliyan Gusti Allah ingkang sampun miji nabi Musa dados pemimpin bangsa Israel. Gusti Allahipun bangsa Israel ingkang sampun nganthi bangsa Israel saking tanah Mesir lan ngrimati wonten ara-ara. Nabi Musa ingkang raket kaliyan bangsa Israel punika ingkang salajengipun saged ngeleremaken manahipun Gusti Allah. Nabi Musa nyuwun supados Gusti Allah paring pangapura dening bangsa Israel amargi Gusti Allah sampun nate janji kaliyan simbah buyutipun bangsa Israel: Abraham, Ishak, lan Yakub. Menawi bangsa Israel dipun ganjar kaliyan paukuman, bangsa Mesir mesthi badhe ngece, karana bangsa Israel saged uwal saking tanah Mesir, nanging dipun ukum pati kaliyan Gusti Allahipun. Kasetyanipun simbah buyutipun bangsa Israel dhumateng Gusti Allah ingkang ndadosaken bangsa Israel luput saking hukuman. Menawi nabi Musa selaku pemimpin bangsa Israel jenis pemimpin ingkang karakteripun mboten wicaksana alias ‘pendendam’, mesthinipun nabi Musa mboten badhe nyuwun pangapura bangsa Israel dhumateng Gusti Allah.
    Wonten Injil Mateus 22:1-14 jelas saestu raja ingkang keputusanipun teges dhumateng tamu undangan ing salebeting pesta nenikahan. Ingkang mboten purun nampi undangan, mboten dipun peksa. Ananging, ingkang pikantuk undangan lan ndherek, ananging mboten cecawis dhiri, tamu undangan kalawau ugi dipun ukum.
    Kawicaksanan lan tumindak ingkang teges punika kalih prekawis ingkang nyengkuyung karakter lan wibawaning pemimpin pasamuwan. Mboten namung dhateng pemimpin pasamuwan, ananging keputusan ingkang teges punika ugi njagi katresnan lan wibawanipun Gusti Allah, wonten salebetipun lan sak’njawinipun pasamuwan.
  3. Kepemimpinan ingkang tansah lelados.
    Kadosdene tigang pribadi wonten waosan kita: Musa, Paulus, lan Yesus punika pemimpin ingkang dados mitranipun Gusti Allah anggenipun lelados lan nresnani manungsa. Sinten mawon ingkang dipun agem Gusti Allah nindakaken pakaryan martosaken Kratoning Allah, martosaken tentrem rahayu, sedaya kalawau namung ‘abdi’. Abdi punika mboten saged tumindak sakpenakipun piyambak, amargi abdi punika namung nindakaken tugasipun kanthi setya lan manut punapa ingkang dipun kersakaken tuwanipun, inggih punika Gusti Allah piyambak. Sanajan dados pemimpin ingkang dipun tolak kadosdene Musa, ngalami kasangsaran kadosdene Paulus, malahan seda kados ingkang dipun lampahi Yesus; sedaya pemimpin wonten waosan kalawau tetap setya dhumateng Gusti Allah ingkang ngutus.
    Implikasinipun wonten salebeting gesang kita, Gusti Allah ngersaaken saben tiyang, dados mitranipun Allah nindakaken tugas martosaken kabar kawilujengan. Sinten kemawon, kapiji dening Allah kanthi sedaya kasagedan lan kekiranganipun. Ingkang purun dipun agem Gusti, Gusti mesthi nganthi lan ngrimati. Pramila, sanajan ngalami aniaya lan kasangsaran, tiyang ingkang kapiji dados pemimpin kedhah tetap setya ing kapitadosanipun lan sedaya tugasipun kedhah dipun tindakaken sarta namung sumendhe dhumateng Gusti kemawon kita nggadahi kekiyatan.

Panutup
Ing wanci sakmangke, kathah tiyang ingkang nggadhahi kepinginan dados pemimpin’ipun tiyang kahah. Ananging, kadangkala kepenginan punika mboten dipun imbangi kaliyan spiritualitas kepemimpinan ingkang kiyat. Cara paningal ingkang pragmatis ingkang dipun tawaraken saking asil kepemimpinan, kadangkala ndadosaken tiyang mboten peduli lan kesupen kaliyan proses lan cara anggenipun olah kepemimpinan. Cilakanipun, bab kalawau mboten namung kalampahan wonten ranah kepemimpinan institusi profan, utawi institusi kadonyan. Ananging, ugi kalampahan wonten institusi sakral, institusi agami.

Selaku greja kita sejatosipun sadhar bilih kita sedaya punika pemimpin ingkang nglampahi sejarah. Sanajan kita taksih gesang wonten ing jagad punika, ananging greja punika organisme, inggih punika persekutuan tiyang gesang ingkang pitados lan sampun dipun timbali Gusti Allah martosaken Kratoning Swarga. Tantangan peladosan ing greja punika mesthi wonten. Greja mboten nggadhahi pilihan saklintunipun ngadhepi lan upaya madosi solusi tumrap masalah utawi prekawis ingkang wonten, kanthi tansah pitados wonten pitulunganipun lan rancanganipun Gusti Allah. Pitulunganipun Gusti Allah ing pasamuwan utawi greja ingkang sampun dipun lampahi Bapa-bapa Greja punika ingkang salajengipun ndadosaken greja lan para pelados pasamuwan mangertosi bab jati dhirinipun, timbalanipun lan manggihi solusi lan cara anggenipun ngadhepi samukawis prekawis.

Sumangga, minangka Greja, kita tansah sinau setya tumrap sedaya tugas timbalan kita martosaken tentren rahayunipun Allah. Nalika kita usaha mbudidaya lan tansah pitados tumrap campur astanipun Gusti, Gusti tansah paring solusi lan berkah. Amin. (BK)

Pamuji :

  • KPK. 63 : 1, 2, 3 Tyang Najis Ndlarung Ing Dosa
  • KPJ. 357 : 1, 2 Endahing Saduluran

Renungan Harian

Renungan Harian Anak