Kamis Putih
Stola Putih
Bacaan 1 : Keluaran 12 : 1 – 15.
Mazmur : Mazmur 116 : 1 – 2, 12 – 19.
Bacaan 2 : I Korintus 11 : 23 – 26.
Bacaan 3 : Yohanes 13 : 1 – 17, 31 – 35.
Tema Liturgis : “Cinta Kasih Dasar Ketaatan Melakukan Kehendak Allah”.
Tema Khotbah : “Kerelaan Untuk Merendahkan Diri, Berkorban dan Melayani Berdasarkan Kasih”
KETERANGAN BACAAN.
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah).
Keluaran 12 : 1 – 15.
Permulaan perjamuan Paskah dimulai pada peristiwa ini. Berbagai peraturan diberikan kepada bangsa Israel agar mereka terluput dari bencana (kematian semua anak sulung) di Mesir. Perayaan paskah itu dirayakan di masing-masing keluarga dengan ritual dan menu makanan yang sama. Unsur terpenting dalam perayaan itu adalah domba korban yang tak bercacat dan juga darah domba yang dioleskan pada kedua tiang pintu sebagai tanda keberadaan umat Israel. Domba tak bercacat yang disembelih (dikorbankan) merupakan “pengganti” bagi orang-orang Israel (anak sulung) yang seharusnya mati.
Peristiwa makan domba Paskah itu dilakukan dengan berdiri, sayur pahit dan roti tak beragi yangsemua itu melambangkan situasi yang tergesa-gesa sebelum bangsa Israel meninggalkan Mesir dan dalam pengejaran Firaun. Roti tak beragi memberikan pemahaman bahwa saat itu waktunya sangat sempit, sehingga tidak mungkin menunggu adonan roti untuk mengembang setelah diberi ragi. Sayur pahit melambangkan kepahitan hidup bangsa Israel sebagai budak di tanah Mesir. Di masa berikutnya, perjamuan Paskah ini sekaligus menjadi peringatan pada peristiwa malaikat kematian yang “melewati / melampaui” rumah-rumah orang Israel, yang akhirnya juga membawa Israel keluar dari Mesir. Hal ini juga menunjukkan bahwa peristiwa terbebasnya bangsa Israel dari Mesir dan dari kematian adalah karena Allah yang menyelamatkan mereka. Ini skenario dan campur tangan Allah dalam upaya menyelamatkan umatNya. Israel benar-benar terluput dari maut.
I Korintus 11 : 23 – 26.
Perjamuan malam mengingatkan pada perjamuan Paskah di Mesir sebelum bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan di Mesir dan juga mengingatkan pada pengorbanan Kristus yang sudah memberikan tubuh dan darahNya supaya manusia menerima pengampunan dosa. Roti yang dipecah-pecahkan dan anggur yang tertuang dari cawan merupakan simbol pembebasan manusia dari perbudakan (di Mesir) dan dari dosa. Semua itu mengingatkan orang percaya pada karya pembebasan Allah dalam Kristus untuk manusia yang dikasihiNya.
Perjanjian yang baru sebagaimana tertulis pada ayat 25 ingin menjelaskan pembaharuan perjanjian Allah dengan umatNya di gunung Sinai (Taurat), diperbaharui oleh pengorbanan Kristus di kayu salib (Golgota). Perjamuan ini seharusnya juga mengingatkan orang percaya pada apa yang telah Kristus lakukan untuk manusia.
Yohanes 13 : 1 – 17, 31 – 35.
Yesus Kristus adalah model seorang pelayan. Dia memberi contoh tentang pribadi seorang pelayan yang bersedia untuk merendahkan diri dalam melayani para muridnya. Kristus melakukan pekerjaan seorang pelayan, yaitu membasuh kaki. Dia menempatkan diri pada posisi yang sangat rendah. Meskipun itu tidak lazim dilakukan oleh seorang guru, tetapi hal itu juga menjadi wujud kasihNya kepada para murid (ayat 1). Dia rela melakukan apapun untuk pihak yang dikasihiNya. Meskipun pihak yang dikasihi itu ada yang tidak tulus mengasihiNya, melainkan menjadi pengkhianat, tetapi kasih Kristus tidak berubah. Dia tahu isi hati masing-masing muridNya, baik yang seperti Petrus yang tampak sangat mengasihi gurunya, ataupun yang seperti Yudas yang mengkhianati gurunya.
Pelayanan Tuhan Yesus yang membasuh kaki para muridNya itu sekaligus menjadi teladan bagi para murid yang juga harus melayani Allah dan sesamanya.
Kesediaan untuk merendahkan diri, berkorban menjadi seorang pelayan sesungguhnya tidak menjadikan Kristus direndahkan. Sebaliknya justru menjadikan Kristus dimuliakan, bahkan di hadapan BapaNya (ayat 31 – 32).
Di ayat 34-35 Tuhan Yesus juga mengajarkan berkaitan dengan bagaimana mengasihi sesama. Ada hal yang baru, yaitu ketika para murid harus saling mengasihi, maka harus meneladani kasih Kristus kepada mereka. Ini tentunya tidak mudah. Karena kasih Kristus kepada mereka dijiwai dengan kerelaan untuk berkorban (bahkan sampai mati) dan juga melayani mereka. Perwujudan kasih yang seperti itulah yang menjadi penanda bagi para murid-murid Kristus. Murid-murid Kristus akan dikenali oleh semua orang dari cara mereka mengasihi sesamanya, yaitu yang dijiwai oleh semangat berkorban dan melayani.
Benang merah ketiga bacaan.
Kasih Allah kepada manusia sungguh tak terbatas. Allah rela melakukan apapun demi menyelamatkan manusia. Hubungan yang sangat dekat antara Allah dengan manusia juga membuktikan betapa Dia mengasihi manusia, sampai Diapun rela “melayani” manusia.
RANCANGAN KHOTBAH : Bahasa Indonesia.
Mengajar Dengan Teladan
(Nats : Yohanes 13 : 15)
Pendahuluan.
Banyak orang yang bisa mengajar. Tetapi tidak banyak orang yang bisa mengajar dengan memberi teladan, apalagi jika itu menyangkut peri laku. Sesungguhnya, mengajar dengan memberi teladan itu jauh lebih efektif dari pada hanya dengan kata-kata. Tuhan Yesus mengajar para murid berkaitan dengan bagaimana berkorban dan bagaimana melayani, justru dengan memberi teladan. Merendahkan diri melakukan tugas seorang pelayan, oleh Tuhan Yesus diajarkan kepada para murid bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan memberi teladan. Untuk sebuah pengajaran, memberi teladan itu lebih sulit dari pada hanya dengan kata-kata. Tetapi justru memberi teladan itulah pengajaran yang paling efektif dan lebih mudah diikuti. Dengan kata lain, Tuhan Yesus sebagai seorang Guru bukan hanya bisa berbicara dalam mengajar, tetapi terlebih dahulu melakukan apa yang diajarkanNya.
Isi
Ketika mengajarkan tentang bagaimana harus melayani sesama, Tuhan Yesus tidak meminta para murid untuk mengikuti ucapanNya, tetapi mengikuti teladanNya (ayat 15). Tuhan Yesus berkata : “….sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Tuhan Yesus tidak mengatakan Aku telah memberikan suatu pengajaran, atau suatu khotbah, tetapi suatu teladan. Artinya, Tuhan Yesus terlebih dahulu sudah melakukan apa yang diajarkan, dalam hal ini sebuah contoh bagaimana para murid harus melayani sesamanya. Tuhan Yesus telah membasuh kaki para murid.
Membasuh kaki adalah pekerjaan yang paling hina, dan biasanya hanya dikerjakan oleh seorang pelayan atau budak. Ketika Tuhan Yesus melakukan pekerjaan membasuh kaki, artinya Tuhan Yesus harus rela “dianggap” seperti budak. Dia harus rela “meletakkan” kedudukannya sebagai Guru yang sangat dihormati pada saat itu, dan merendahkan diri di posisi paling rendah sebagai pelayan atau budak.
Pengajaran yang ingin Tuhan Yesus berikan berkaitan dengan tindakan Tuhan Yesus membasuh kaki para murid, yaitu ;
- Motifasi dari semua tindakan itu haruslah berdasarkan kasih, sebagaimana kasih Tuhan Yesus kepada para muridNya (ayat 1).
- Kerelaan untuk merendahkan diri, bahkan mungkin dianggap rendah oleh orang di dunia, tetapi sesungguhnya itu dalam rangka mentaati kehendak Allah (ayat 4, 5).
- Untuk bisa merendahkan diri seperti Tuhan Yesus, dibutuhkan pengorbanan menanggalkan “ego”. Berkorban dalam menanggalkan status sosial yang tinggi (sebagai Guru) dan melaksanakan peran di status sosial yang dianggap rendah yaitu pelayan.
- Tujuannya bukan untuk bermegah (atau pamer), melainkan untuk memberi teladan dalam hal melakukan kehendak Allah (ayat 10).
Hal melayani dan membasuh kaki para murid sesungguhnya bukan hal baru jika kita mencermati karya Allah sejak jaman Perjanjian Lama. Allah yang ingin menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir juga rela melakukan berbagai “kerepotan” supaya karya Allah itu bisa dipahami oleh manusia (lihat bacaan 1).
Demikian juga upaya Rasul Paulus yang berusaha mengingatkan jemaat di Korintus agar selalu mengingat pengorbanan Kristus di Golgota dalam setiap Perjamuan yang diadakan (lihat bacaan 2). Berbagai pengorbanan telah Allah lakukan untuk menyelamatkan manusia, sampai pada akhirnya Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan tentang bagaimana harus berkorban dan melayani.
Pengajaran Tuhan Yesus yang dilakukan dengan memberikan teladan bukan hanya berkaitan dengan pengorbanan dan merendahkan diri, tetapi juga dalam hal mengasihi. Kalau kita perhatikan tentang perintah baru di ayat 34-35, seolah-olah sama saja dengan perintah untuk mengasihi sesama yang sudah tertulis sejak jaman Perjanjian Lama. Tetapi jika kita cermati khususnya di ayat 34, di situ benar-benar terbaca perintah yang memang baru itu. Para murid dan kita semua oleh Tuhan Yesus diperintahkan bukan saja untuk mengasihi sesama, tetapi kasih itu harus sama seperti Tuhan Yesus mengasihi para murid (“…. ; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi”). Jika karih Tuhan Yesus kepada para muridNya diwarnai dengan kerelaan untuk melayani mereka, pengorbanan, bahkan sampai mati di kayu salib, maka kasih kita kepada sesama itu mestinya seperti itu. Kasih yang diwarnai dengan kerelaan untuk melayani, merendahkan diri dan berkorban bagi pihak yang kita kasihi. Inilah “perintah yang baru” itu.
Semua yang Tuhan Yesus ajarkan dan perintahkan untuk kita lakukan, semua sudah diteladankan. Kita tinggal mengikuti teladan itu. Bagaimana harus melayani, bagaimana harus berkorban dan bagaimana harus mengasihi, semua sudah Tuhan Yesus lakukan sebagai teladan bagi kita semua. Tinggal kita ini mau mengikuti teladan itu atau tidak. Yang jelas, apa yang sudah Tuhan Yesus teladankan, ya itulah yang diajarkanNya. Apa yang Dia ajarkan dan lakukan, ya itulah yang Allah kehendaki untuk kita lakukan bagi sesama.
Penutup.
Sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, di sekolah, di tempat pekerjaan, di gereja, pengajaran yang diberikan baru sebatas pengajaran dengan kata-kata. Hari ini, melaui Firman Tuhan, kita diajar untuk juga bisa mengajar dengan keteladanan. Bahkan mungkin tanpa kata-kata, tetapi dengan contoh perbuatan nyata, orang lain lebih bisa memahami dan melakukannya. Jika kita mengajarkan tentang kebenaran, maka yang mengajar itu juga harus memberi teladan hidup benar, demikian selanjutnya. Sehingga kita tidak dikatakan sebagai pengajar yang “omdo” (=omong doang), hanya bisa omong (bicara) tetapi tidak melakukan apa yang diomongkan.
Teladan Tuhan Yesus yang membasuh kaki para murid sebagai wujud kasihNya serta kesediaan untuk merendahkan diri dan melayani juga akan hayati dalam peristiwa Perjamuan Kudus. Dalam Perjamuan Kudus kita juga belajar meneladani Tuhan Yesus agar kita rela untuk saling melayani, menanggalkan “ego” untuk dilayani dan dianggap penting. Persoalan sebenarnya bukan siapa yang melayani dan siapa yang dilayani. Tatapi keinginan untuk merendahkan diri dan berkorban yang dilandasi cinta kasih yang tulus sebagaimana cinta kasih Kristus untuk kita semua. Wujud nyata cinta kasih adalah kerelaan untuk berkorban bagi pihak yang dikasihi. Itulah teladan Tuhan Yesus bagi kita. Amin. (YM)
Nyanyian : Kidung Jemaat 381 : 1, 4, 5.
RANCANGAN KHOTBAH : Basa Jawi.
Mucal Kanthi Tuladha
(Jejer : Yokanan 13 : 15)
Pambuka
Kathah tiyang ingkang saged mucal. Ananging boten kathah tiyang ingkang saged mucal kanthi paring tuladha, punapa malih menawi sesambetan kaliyan tingkah laku. Estunipun mucal kanthi tuladha punika saestu langkung gampil katampi (efektif) tinimbang mucal ingkang namung ngangge ukara. Gusti Yesus mucal para sekabat gegayutan kaliyan bab kados pundi kedah paring pangorbanan lan leladi, inggih mawi tuladha. Ngesoraken dhiri nindakaken pedamelanipun batur, dening Gusti Yesus kawucalaken boten namung srana tetembungan, nanging kanthi paring tuladha. Ing bab piwucal, paring tuladha punika pancen langkung ewet tinimbang namung ngangge ukara. Ananging estunipun paring tuladha punika dados piwucal ingkang “efektif” lan langkung gampil dipun ecakaken. Kanthi tembung sanes, Gusti Yesus selaku Guru boten namung saged ngandika wonten anggenipunparing wiwucal, ananging langkung rumiyin nindakaken punapa ingkang kawucalaken.
Isi.
Nalika mucal ing bab kados pundi kedah leladi dhateng sesami, Gusti Yesus boten nyuwun supados para sekabat miturut ing bab pangandikanipun Gusti, ananging supados miturut ing tuladhanipun (ayat 15). Gusti Yesus ngandika : “…..Awit Aku wus menehi tuladha marang kowe, supaya kowe kabeh uga nindakake kaya kang wus Daktindakake marang kowe.” Gusti Yesus boten ngandika Aku wus menehi piwulang marang kowe, utawi wus paring khotbah, ananging wus menehi tuladha. Tegesipun, Gusti Yesus langkung rumiyin sampun nindakaken punapa ingkang kawucalaken, ing bab punika paring tuladha kados pundi para sekabat kedah leladi dhateng sesaminipun. Gusti Yesus sampun ngwijiki sukunipun para sekabat.
Ngwijiki suku punika pedamelan ingkang paling asor, lan adatipun namung katindakaken dening batur utawi budhak. Nalika Gusti Yesus nindakaken pedamelan ngwijiki sukunipun para sekabat, tegesipun Gusti Yesus kedah kersa “dipun anggep” kados dene batur. Panjenenganipun kedah kersa “nyalap” kalenggahanipun ingkang dados Guru ingkang saestu kinurmat ing wekdal semanten, ngasoraken dhiri ing kalenggahan ingkang paling asor kados dene batur.
Piwucal ingkang kaparingaken dening Gusti Yesus sesambetan kaliyan ngwijiki sukunipun para sekabat, inggih punika :
- Motifasi ing sedaya tumindak punika kedah adhedhasar katresnan, kados dene Gusti Yesus inggih nresnani para kagungane (ayat 1).
- Karsanipun Gusti kangge ngesoraken dhiri, lan ugi dipun wastani asor dening manungsa ing ndonya, punika estunipun inggih kangge nindakaken karsanipun Allah (ayat 4, 5).
- Supados saged ngesoraken dhiri kados dene Gusti Yesus, kabetahaken pangurbanan, nyalap “ego”. Ngurbanaken lan nyalap status sosial ingkang inggil (selaku Guru) lan nindakaken pakaryan ing status sosial ingkang dipun wastani asor kados dene batur.
- Tujuanipun boten kangge gumunggung (pamer), ananging kangge paring tuladha ing bab nindakaken kersanipun Allah (ayat 10).
Bab leladi lan ngwijiki sukunipun para sekabat estunipun sanes prekawis enggal tumrap pakaryanipun Allah wiwit jaman Perjanjian Lami. Allah ingkang ngersakaken milujengaken bangsa Israel saking pigesangan ingkang dados batur ing Mesir, inggih kersa nindakaken mawerni-werni “kerepotan” supados pakaryanipun Allah punika saged dipun mangertosi dening manungsa (mugi mirsani waosan 1). Mekaten ugi ingkang katindakaken dening Rasul Paulus ingkang mbudi daya ngengetaken pasamuwan ing Korinta bab pangurbananipun Sang Kristus ing redi Golgota wonten salebeting Pambujanan ingkang katindakaaken (mugi mirsanni waosan 2). Mawerni-werni pengurbanan sampun katindakaken dening Allah kangge milujengaken manungsa, lan wusananipun Gusti Yesus piyambak ingkang paring tuladha ing bab kados pundi kedah paring pengurbanan lan ugi leladi.
Piwucalipun Gusti Yesus ingkang kaparingaken kathi paring tuladha boten namung gegayutan kaliyan bab pangurbanan lan ngesoraken dhiri kemawon, ananging ugi ing bab nresnani. Menawi sami kita gatosaken ing bab pepaken enggal ing ayat 34 – 35, kados-kados kok sami kemawon kaliyan pepaken ingkang sampun nate kaserat wiwit jaman Perjanjian Lami. Ananging menawi langkung kita gatosaken, maliginipun ing ayat 34, ing ngriku saged kawaos wontenipun pepaken ingkang saestu enggal. Para sekabat lan kita sedaya kakersakaken dening Gusti boten namung nresnani sesami, ananging katresnan punika kedah sami kados dene Gusti Yesus nresnani para sekabat / para kagunganipun (“…dikaya anggonKu wus tresna marang kowe, kowe iya padha tresna-tinresnanana uga”). Menawi katresnanipun Gusti Yesus dhateng para sekabat punika alembaran kerelaan kangge ngladosi para sekabat, paring pangurbanan, kepara ngantos seda ing kajeng salib, pramila katresnan kita dhateng sesami kedahipun inggih mekaten. Katresnan ingkang alembaran kerelaan paring pengurbanan kangge leladi, ngerosaken dhiri lan paring pengurbanan kangge pihak ingkang kita tresnani. Lah punika ingkang dipun wastani “pepaken enggal” .
Sedaya ingkang kawucalaken lan ingkang kakersakaken dening Gusti Yesus punika sampun katuladha lan katindakaken dening Gusti. Kita namung kedah niru tuladha punika. Kados pundi anggen kita kedah lelados, kados pundi anggen kita kedah paring pengurbanan, lan kados pundi kita kedah nresnani, sedaya sampun katindakaken dening Gusti Yesus lan dados tuladha tumrap kita sadaya. Namung kantun kita punika purun niru tuladha punika punapa boten. Ingkang cetha, punapa ingkang sampun katindakaken dening Gusti punika dados tuladha ing bab piwucalipun. Punapa ingkang sampun kawucalaken lan katindakaken dening Gusti Yesus, inggih punika ingkang kakersakaken dening Allah supados kita lampahi dhateng sesami.
Panutup.
Asring kedadosan ing pigesangan saben dinten di gesang bebrayatan, ing pasinaon, ing papan pedamelan, ing greja, piwucal ingkang kaparingaken namun katindakaken ing salebeting tetembungan kemawon. Lumantar Pangandikanipun Gusti dinten punika kita sami kawucal supados inggih sami saged mucal kanthi tuladha. Saged ugi tanpa ukara, ananging kanthi tuladha lan tumindak nyata, tiyang sanes badhe langkung gampil mangertos lan nindakaken. Menawi kita paring piwucal bab kayekten, ingkang mucal punika kedah langkung rumiyin paring tuladha gesang ingkang leres, mekaten selajengipun. Kanthi mekaten kita boten dipun wastani guru ingkang namung “omdo” (=omong doang), namung saged omong nanging boten nindakaken punapa ingkang dipun omongaken.
Tuladhanipun Gusti Yesus ngwijiki sukunipun para sekabat ingkang dados wujuding katresnan sarta kersa ngesoraken dhiri lan lelados, ugi badhe kita raosaken ing salebeting Bujana Susi. Ing salebeting Bujana Suci kita ugi kedah sinau nuladhani Gusti Yesus ingkang sampun kersa lelados, nilar “ego” supados dipun ladosi lan dipun anggep penting. Estunipun ingkang dados prekawis ingkang wigati punika sanes sinten ingkang lelados lan sinten ingkang dipun ladosi. Ananging cumadhang kangge ngesoraken dhiri lan paring pengurbanan adhedhasar katresnan ingkang tulus kados dene katresnanipun Gusti Yesus tumrap kita sedaya. Wujud nyata katresna inggih punika rila paring pengurbanan tumrap pihak ingkang dipun tresnani. Lah punika tuladha saking Gusti Yesus tumrap kita sami. Amin.. (YM).
Nyanyian : Kidung Pasamuwan Jawi 196 : 1, 2, 5.