Bacaan: Lukas 21 : 25 – 36 | Pujian: KJ. 332
Nats: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Ayat 33).
Dalam kunjungan ke Rumah Asuh Anak dan Lansia (RAAL) ‘Griya Asih’ Lawang, saya dan Pdt. Nicky Widyaningrum dibuat terpingkal-pingkal oleh kisah para oma lansia di rumah asuh tersebut. Oma-oma yang tinggal di sana kebanyakan sudah mengalami demensia (kepikunan), sehingga mereka kadang lupa apa yang terjadi pada mereka, bahkan beberapa jam yang lalu. Namun, kalau cerita tentang anak-anak mereka, mereka bisa bercerita kisah yang sama berulang-ulang. Kadang sampai temannya menyatakan, “Memangnya ceritamu cuma itu-itu saja ya, kok diulang-ulang terus. Kemarin itu, sekarang itu lagi.” Padahal yang menyatakan begitu juga mengulang cerita yang sama, melulu tentang anak-anaknya.
Ada pengalaman-pengalaman yang bertahan dalam hidup kita sedemikian kuat, pengalaman tersebut begitu membekas. Beberapa mungkin trauma, beberapa kehilangan, tetapi juga cinta. Cinta adalah hal yang tak lekang oleh waktu. Dia menjelma memori jangka panjang yang tak hilang-hilang. Pengalaman-pengalaman yang menyangkut hati, yang afektif dan emosional, kerap menjadi ingatan yang bertahan lebih abadi daripada pengalaman-pengalaman biasa yang ada di otak. Ada hal-hal yang tak akan berlalu, bahkan ketika waktu sudah berpindah jauh.
Firman Tuhan hari ini pun mengingatkan bukan hanya memori hati yang tak akan berlalu, tetapi juga firman Tuhan. Langit dan bumi akan lenyap, manusia datang silih berganti, tetapi Firman Tuhan tak akan berubah. Rejeki akan datang dan pergi, tetapi perkataan Tuhan akan terus abadi. Berpegang pada yang bisa berlalu, seperti memegang pasir, hari ini di tangan dan besok hilang dari genggaman. Tetapi memegang dan melakukan firman Tuhan akan memampukan kita menjalani hidup dengan tetap tenang, karena kita tahu Tuhan kita setia pada perkataan-Nya. Dulu perkataan-Nya membawa cinta, kini dan selamanya tetap akan cinta. Amin. [gide].
“Firman Tuhan iya dan amin selama-lamanya.”