Bacaan : Mazmur 123 : 1 – 4 | Pujian : KJ. 249
Nats: “Kasihanilah kami, ya Tuhan, kasihanilah kami, sebab kami sudah cukup kenyang dengan penghinaan …” (Ay. 3)
Sebagai bangsa yang majemuk, sebenarnya kita cukup kenyang dengan konflik sosial. Seperti beberapa saat yang lalu, gara-gara sebutan binatang ‘monyet’ berimbas pada kerusuhan-konflik sosial di Papua. Sebagian besar konflik sosial tersebut disebabkan karena adanya ujaran maupun ajaran kebencian yang membuat suatu kelompok orang merasa terhina. Eksesnya melalui perjumpaan, demonstrasi, khotbah, ataupun melalui sarana chatting di media sosial whatsapp. Siapapun pernah mengalami penghinaan melalui ujaran dan ajaran kebencian, mulai pemimpin politik, kepala pemerintahan, artis, kaum ulama, sampai dengan orang biasa. Meskipun kemudian para penghina tersebut dihadapkan pada dua pilihan: mengklarifikasi atau dilaporkan ke polisi yang berujung pada dinginnya ruang penjara.
Kitab Mazmur 123 adalah sebuah pujian permohonan yang sungguh-sungguh dari seorang yang terhina, kepada Allah di surga (ay. 1). Pujian tersebut melukiskan sakitnya hati dan terlukanya perasaan karena penghinaan (ay. 3, 4). Pemazmur tidak hanya memohon pertolongan kepada Allah karena mereka lemah tak berdaya atas penghinaan dan olok-olok yang mereka alami. Tetapi Pemazmur juga menyebutkan bahwa mereka tidak ingin membalasnya, karena mereka mengimani Allah yang mereka sembah adalah Allah Maha Tahu dan Allah Maha Adil atas apa yang terjadi terhadap umat-Nya. Mereka memilih berdoa dan tidak membalas atas apa yang terjadi.
Penghinaan tidak selalu terjadi melalui tajamnya perkataan, tetapi juga sindiran (sarcasm) dan pelecehan (bullying) yang merendahkan citra, harkat dan martabat manusia. Diperlukan sikap empati, dimana seseorang mampu memposisikan diri, seolah-olah ada pada posisi lawan bicara. Diperlukan juga pemikiran yang jauh mendalam sebelum berbicara dan bertindak, karena lawan bicara dan obyek perbuatan kita juga seorang manusia yang memiliki hati dan perasaan. Oleh sebab itu menghargai sesama manusia melalui olah hati dan olah pikir, senantiasa menjadi bekal dalam membangun kehidupan sehari-hari dalam kehidupan berbangsa yang majemuk. Sehingga, relasi dengan sesama terjalin baik dan hidup kita selamat. Amin (BK)
“Memiliki banyak relasi membawa pada kehidupan.”