GKJW dan Petani
Komunitas Kristen yang berada di kantong Kristen di wilayah pelayanan GKJW tinggal di konteks agraris. Dari pendataan sementara Komperlitbang di tahun 2023, jemaat-jemaat GKJW yang terletak di konteks agraris kurang lebih 50,56 %. Hasil sensus warga GKJW tahun 2017, mencatat warga jemaat GKJW yang berprofesi sebagai petani 10,6%. Jikalau warga GKJW usia dewasa berjumlah 125.759 jiwa, maka jumlah petani GKJW kurang lebih berjumlah 12.000 orang. Hal itu berkaitan dengan data, tetapi bagaimana tentang kesejahteraan petani?
Wakil Gubernur Jatim, Dr. Emil Dardak dalam sebuah pertemuan Halal Bihalal dan Dialog dengan tema “Membangun Ekonomi Kreatif menuju Indonesia Emas”, Pandaan menyampaikan bahwa jumlah pekerjaan terbesar (30 %) ada di sektor pertanian (tanam – panen) tapi sumbangan ke perekonomian Jawa Timur hanya sebesar 10 %. Hal ini berarti, banyak orang yang bekerja di sektor pertanian di Jawa Timur belum sejahtera, padahal petani adalah garda depan ketahanan pangan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikisahkan para petani, bahwa para petani belum secara mandiri dan berdaulat melakukan kegiatan ekonominya (dari budidaya – distribusi). Selain proses budidaya yang mengandalkan kekuatan pemodal dan pedagang besar yang melahirkan kebergantungan dan harga produk pertanian yang tidak adil bagi petani, beberapa petani yang melakukan kegiatan pengolahan pasca panen, seringkali mengalami kesulitan karena keterbatasan akses tekhnologi dan riset.
Maka dalam konteks itulah GKJW sebagai rumah bagi semua warga yang didalamnya juga adalah petani, merasa perlu mendengar, belajar, bertumbuh bersama petani untuk memperjuangkan kebaikan dan keadilan Allah bagi semua orang. Berangkat dari kesadaran bahwa Allah, sang PETANI sedang memperjuangkan tatanan hidup demi kesejahteraan bersama. Bahkan melalui Kejadian 2 : 4 b -25 dikisahkan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tercapai ketika penguasa berpihak pada perjuangan petani dalam mengelola pertanian berbasis keutuhan ciptaan. Dalam semangat itulah, salah satu bentuk upaya pastoral Gereja digagas dan ditemukan melalui kegiatan Patuwen Kopi.
Patuwen Kopi
Patuwen dalam bahasa Jawa berarti kegiatan perkunjungan antar sanak keluarga di masyarakat jawa untuk saling menanyakan kabar dan situasi dari keluarga yang dikunjungi. Kegiatan Patuwen ini menjadi kegiatan para petani kopi yang rindu membangun paseduluran dengan saling berkunjung, menyuguhkan pengalaman dan ilmu, berbagi kesulitan sambil berbagi harapan. Kegiatan ini dilakukan pada setiap akhir bulan April – Oktober 2023 dan didukung Anggaran Annual Budget UEM. Patuwen ini diikuti 30 orang peserta yang berasal dari Kelompok Tani Kopi Sumber Makmur, Sumberdem, Kelompok Tani Kopi Tunas Muda, Jengger, Kelompok Tani Kopi Republik Tani Mandiri, Kucur, perwakilan KPPD Malang 3 Barat, Malang 1 dan Malang 4 serta anggota DPP/pokja PEW MA difasilitasi oleh Bpk. Trianom Suryandaru.
Kelompok tani yang dikunjungi menjadi narasumber dalam sessi sharing pada pertemuan I – III. Di kelas ini semua menjadi murid dan guru untuk menjadi berdaya dan bertumbuh secara pengetahuan, pengalaman. Di hari pertama, peserta belajar bersama tentang upaya petani kopi bergiat budidaya kopi (tanam, rawat, pemupukan), pengolahan dan produksi pasca panen, pemasaran dan tata kelola usaha / lembaga kelompok tani. Hari kedua kami sambang ladang, melihat praktek pemeliharaan tanaman kopi. Kegiatan ini bagi menjadi penting, mengingat selama ini petani merawat kopi dengan cara turun menurun. Memanen buah kopi yang kurang matang, menggunakan pupuk yang belum ramah tanah, menyimpan kopi dengan cara sederhana. Padahal, 60 % cita rasa kopi sangat dipengaruhi tangan petani (perawatan dan pemanenan kopi). Dari pemasaran, para petani kebanyakan bergantung dengan pedagang besar yang menjadi penentu harga kopi. Dalam pertemuan IV, peserta belajar kepada Kelompok Tani Hutan Wonosantri, Singosari tentang pentingnya sinergitas kelompok Tani dengan pemerintahan desa, akademisi, investor demi memperjuangkan nilai -nilai yang dihidupi kelompok. Dalam situasi ini kebutuhan untuk berkomunitas menjadi penting sebagai upaya petani kopi memperjuangkan kemandirian secara berkelompok.
Pada Patuwen Kopi pertemuan ke V, kelompok petani kopi dari Jengger, Sumberdem dan Kucur sambang sedulur Surabaya Timur 1 dan Surabaya Timur 2 di GKJW Jemaat Sukolilo pada hari Sabtu 30 September hingga Minggu 1 Oktober 2023. Sambil ngopi bareng, menggelar bazar, para petani kopi bercerita tentang perjuangan mengawal kopi dari lahan sampai cangkir, mendapatkan masukan tentang selera cita rasa kopi para penikmat kopi, membuka ruang sarasehan bagi pemuda untuk belajar tentang usaha kedai kopi bersama Sdr. Abraham Kartiko dan pengaruh kopi bagi kesehatan bersama dr. Irwan Kristyono. Kegiatan ini bukan hanya penting bagi petani, tapi bagi kami sebagai gereja yang adalah rumah bagi semua warga jemaat dalam upaya membangun persaudaraan. Maka, hari itu, hati kami dilimpahi syukur karena menemukan salah satu bentuk patunggilan kang nyawiji melalui secangkir kopi.
Nyeruput kopine, nyedulur saklawase.
Video liputan Patuwen Kopi dapat disaksikan diatas