Gombal Mukio

17 April 2017

Bacaan : Kolose 3 : 5 – 11 | Pujian: KJ 39
Nats: “Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya.” [ayat 9]

Gombal mukio itu semacam kain lap yang dipakai terus-menerus sampai lap itu menjadi sangat kotor, robek sana-sini, karena terus dipakai tanpa dirawat. Sebuah gombal menjadi mukio karena saking banyaknya kotoran yang menempel di gombal itu. Ah, sudah gombal… mukio lagi, begitulah jeleknya kain lap itu yang tidak layak lagi berada di atas meja makan.

Maka hati manusia yang tidak pernah diperbarui, bisa jadi akan lebih mirip gombal mukio yang menumpuk banyak kekecewaan, kesedihan, kemarahan, tanpa pernah membersihkannya. Menjadi manusia baru seperti yang dipahami melalui Kolose 3:5-11 ini salah satunya adalah dengan cara tidak lagi saling mendustai.

Bicara mendustai itu bukan hanya tentang kebohongan yang berencana saja. Tetapi tidak jujur dengan apa yang dirasakan dalam hati sendiri, juga merupakan sebuah kebohongan. Misalnya saja, seorang yang sedang merasa sedih karena ditinggal meninggal oleh orang yang dikasihi. Supaya tampak seperti orang yang beriman kuat, maka ia mengatakan kepada semua orang: “Saya baik-baik saja, rencana Tuhan itu ‘kan selalu indah”. Ah, itu hanya kata-kata yang muncul dari “hati mukio”. Bagian terkecil dari hidup baru itu, berarti secara jujur mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, tanpa harus merasa takut dinilai tidak baik, dan tanpa harus melukai orang lain karena kejujuran hati. Maka ketika menjadi manusia baru, pada saat kedukaannya, ia akan berani mengatakan: “Ya, saya sangat sedih dan terpukul dengan kejadian ini. Mohon doakan saya, supaya saya kuat melewati semua ini”. Nah… inilah contoh ungkapan hati yang lahir dari hati yang baru, tidak perlu menutup-nutupi kesedihan hati supaya kelihatan hebat.

Menjadi manusia baru, tentu bisa dimulai dari hal-hal kecil, salah satunya adalah jujur mengungkapkan apa yang ada di dalam hati, tidak pamer kehebatan yang sebenarnya samasekali tidak hebat. [Dee]

“Jika iya katakan iya, jika tidak… jangan sekali-kali katakan entah”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak