Dilarang Leyeh-Leyeh

25 September 2016

Bacaan : Amos 6 : 1a, 4 – 7 | Pujian: KJ 107
Nats: “…berlalulah keriuhan pesta orang-orang yang duduk berjuntai itu.” [ayat 7]

Saat paling nyaman adalah saat leyeh-leyeh. Santai sambil selonjoran kaki, baca koran, dengar musik, makin lengkap dengan minuman hangat dan pisang goreng. Ya. Itu rasanya jitu menghilangkan kepenatan. Tapi kalau keenakan leyeh-leyeh, setiap hari leyeh-leyeh, setiap hari merasa butuh rekreasi, butuh santai, padahal belum ada hal berarti yang sudah dikerjakan untuk layak menyebut diri ‘kurang piknik’. Maka leyeh-leyeh bisa menjadi awal kemalasan dan kegagalan hidup.

Demikian juga kehidupan beriman kita kepada Allah. Kadang kita merasa perlu leyeh-leyeh karena merasa sudah banyak melakukan pelayanan di gereja, sehingga perlu sejenak saja pergi dari hiruk-pikuk pelayanan gereja. Atau iman kita terlalu bangga dengan penebusan darah Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan, sehingga iman kita merasa hanya perlu leyeh-leyeh. Hati-hati jika keenakan leyeh-leyeh iman, membuat kita makin jauh dengan Allah.

Firman Tuhan yang kita baca hari ini memberikan pengertian bagi kita bahwa Allah memberikan teguran dengan keras kepada para pemimpin umat. Para pemimpin umat itu dikenal sebagai yang terkemuka dan memiliki kesempatan untuk menikmati banyak hal baik dalam kehidupan mereka (ayat 4-5). Hal itu membuat para pemimpin umat terlalu hanyut menikmati kenyamanan hidup mereka, sehingga tidak peduli lagi dengan krisis iman yang dialami oleh bangsanya. Bahkan hidup mereka yang dianggap oleh umat dekat dengan Tuhan, membuat mereka ‘sok dekat’ dengan Tuhan tapi sikap iman mereka selalu leyeh-leyeh, tidak mau mengandalkan Tuhan Allah dengan sungguh (ayat 3, 6). Hal itu membuat Allah berduka sehingga pada akhirnya, Allah menghukum bangsa Israel karena semua itu.

Hukuman Allah atas Israel menjadi peringatan keras bagi kita untuk berhenti leyeh-leyeh dalam hidup beriman kepada Allah. Iman kita tidak akan bertumbuh hanya dengan leyeh-leyeh tanpa ketekunan terus belajar firman Tuhan dan hidup melekat padaNya melalui doa dan ibadah kepadaNya. [Dee]

“Jika kita menunggu hingga setiap kemungkinan hambatan disingkirkan sebelum kita melakukan pekerjaan bagi Tuhan, maka kita tidak akan pernah melakukan apapun.” (TJ Bach)

Renungan Harian

Renungan Harian Anak