NOPEMBER I
Bacaan : Matius 15:1-19
Tema : ‘Budaya Luhur Sarana Melakukan Panggilan Tuhan’
Keterangan teks bacaan:
Berita utama Injil Matius, seluruhnya, adalah ‘kabar baik, bahwa Yesus adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Allah. Melalui Yesus itulah Allah menepati apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam Perjanjian Lama kepada umat-Nya.’ Demikianlah tertulis pada bagian pengantar Injil Matius, di dalam Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, terbitan tahun 1987.
Adapun kabar baik yang dimaksud terbagi-bagi lebih khusus dalam bab-bab yang dikisahkan di dalam Injil Matius. Khususnya bacaan hari ini, Matius 15:1-19, merupakan bagian khusus yang berkisah tentang salah satu percakapan antara Tuhan Yesus dan para ‘lawan’-Nya, yakni orang Farisi dan ahli Taurat.
Dalam perjumpaan-Nya dengan orang-orang yang ‘taat secara hurufiah’ terhadap hukum agama, Tuhan Yesus memberi pengajaran khusus. Pengajaran-Nya ialah tentang keadaan hidup ‘pada waktu Allah memerintah sebagai Raja’. Artinya, hukum agama dan hukum yang ditentukan secara turun-temurun oleh kakek-nenek moyang ditempatkan di bawah wibawa kebenaran kekal dan kabar baik yang kekal abadi. Kabar baik itu adalah bahwa Allah menjadi raja atas kehidupan. Wibawa Allah jauh lebih tinggi ketimbang wibawa kakek-nenek moyang. Sebab, Allah adalah pencipta bagi kakek-nenek moyang bangsa-bangsa. Bahkan, kakek-nenek moyang bangsa-bangsa sangatlah berpaut sepenuh hati, sepenuh jiwa, dan segenap kekuatan-akal budinya. Kalau kakek-nenek moyang telah jauh lebih dahulu taat kepada Allah, maka sikap yang cocok, secara naluriah, adalah meneladan kepada kakek-nenek moyang orang percaya.
Ketentuan dan hukum yang dikreasi/ diciptakan oleh generasi zaman orang Farisi dan para Ahli Taurat pun harus tunduk kepada hukum yang ditaati penuh oleh kakek-nenek moyang bangsa Israel. Dengan kata lain, hukum yang mutakhir disorot dengan kebenaran hukum yang lebih berwibawa, yakni hukum yang dijunjung tinggi wibawanya oleh kakek-nenek moyang bangsa-bangsa, juga bangsa Israel.
Pertanyaan
- Ayat 1 – 2: topik apakah yang sedang dijadikan titik tolak diskusi antara Tuhan Yesus dan ‘lawan’-Nya?
- Ayat 4 bandingkanlah (dan bacalah) dengan Keluaran 20:12; Keluaran 21:17; Imamat 20:9; dan Ulangan 5:16. Apakah kata-kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus mengutip juga hukum yang sudah sangat kuno?
- Ayat 8-9 bandingkanlah (dan bacalah) dengan Yesaya 29:13. Dari kitab Yesaya itu, kita tahu, bahwa Tuhan Yesus sedang mengkritik-balik pada ‘lawan-Nya’, bahwa para ‘lawan-Nya’ itu sedang beribadah kepada Allah secara tidak pas. Di manakah letak ‘tidak pas’-nya?
- Intinya: beribadah pastilah menggunakan cara-cara dan ungkapan-ungkapan atau ekspresi-ekspresi yang bersifat budaya. Tetapi, budaya yang sedang dipergunakan beribadah harus dibawa serta ‘sowan’ atau menghadap kepada Tuhan Allah. Budaya dibawa taat kepada Tuhan Allah.
Realita kehidupan Kekinian:
- Apakah budaya-bersih telah menjadi budaya kita dalam hidup sehari-hari kita pada waktu dewasa ini? Berapa persenkah, kira-kira, budaya-bersih telah kita kembangkan?
- Bagaimana pendapat kita tentang makanan sehat dan makanan tidak sehat, begitu pun terhadap minuman: adakah minuman sehat dan minuman tidak sehat bagi tubuh kita? Apakah kita sedang mengembangkan gaya hidup makan hanya makanan sehat ataukah kita tetap bertahan secara kaku, yakni bahwa kita tetap memilih mengkonsumsi makanan dan minuman tidak sehat?
- Kalau ada saudara kita yang ‘menuduh’ kita, orang Kristen terlalu bebas dalam hal makan, minum, berpakaian, bisa jadi kita kemudian sakit hati, lalu kita balik menuduh, bahwa para ‘penuduh kita’ itu hidupnya terlalu kolot, terlalu kaku, terlalu mengungkung kebebasan. Apakah memang seperti itu kita bersikap?
Penerapan:
- Ada budaya kekerasan. Ada budaya pendamaian. Budaya manakah, dari kedua jenis budaya tersebut yang kita kembangkan?
- Ada budaya diam saja dan mendiamkan (agar tidak berkonflik). Ada budaya bicara secara terbuka (berisiko menyakiti hati orang lain). Bagaimana kita menyelaraskan kedua budaya itu?
Pdt. Suwignyo.
—
NOPEMBER II
Bacaan : Yoel 3:9-12
Tema : ‘Budaya Luhur Sarana Melakukan Panggilan Tuhan’
Keterangan teks bacaan:
Secara umum, kitab nabi Yoel ditulis pada kurang-lebih abad kelima dan keempat sebelum Masehi. Saat itu, kerajaan Persia sedang berjaya.
Nabi Yoel mendapat pesan dari Tuhan tentang tiga hal. Pertama, pesan tentang bencana. Bencana akan melanda umat Tuhan. Pasal 1:1 sampai dengan pasal 2:17 berkisah tentang hal-hal ini.
Kedua, janji Tuhan, bahwa umat-Nya hendak dipulihkan-Nya. Uraiannya terdapat pada pasal 2:18-27.
Ketiga, pemberitahuan tentang Hari Tuhan. Itu dikisahkan di dalam Yoel 2:28 – 3:21.
Dengan kata lain, perikop yang kita baca hari ini merupakan bagian dari pemberitahuan tentang Hari Tuhan. Intinya: Hari Tuhan adalah hari malapetaka bagi pelawan Tuhan Allah. Umat Tuhan diminta tetap setia. Tuhan Allah menjadi pembela bagi umat-Nya yang telah diperlakukan sewenang-wenang oleh lawannya.
Khusus tentang bacaan kita hari ini (3:9-12), keterangannya demikian:
Pertama, sang nabi harus mengumumkan kepada pihak lawan. Inti pengumuman adalah supaya mereka bersiap menjadi pasukan perang. Harap dipastikan, bahwa mereka siap maju perang secara ksatria. Dengan cara demikian, maka penentuan akhir akan benar-benar dapat ditentukan secara definitif, tanpa kecurangan. Dikondisikan sejak awal, supaya mereka yang berpijak pada kebenaran dan kekudusan Allah, pada akhirnya akan tampak cemerlang. Sedangkan mereka yang mencemoohkan kekudusan Allah, mereka akan terkalahkan secara fair–play (secara terbuka-jujur gaya ksatria).
Kedua, pertempuran akan berlangsung. Satu pihak adalah pasukan kebenaran, dari Allah. Pihak lain adalah pasukan kebatilan, dari ambisi manusia yang hendak berkuasa dan hendak menguasai bangsa lain. Yang pertama akan menang, sebab dituntun oleh Allah. Sedangkan pihak yang batil, yang jahil, yang jahat, yang sewenang-wenang, adalah pihak yang bertentangan dengan Allah.
Ketiga, umat Tuhan Allah harus maju berperang. Ini sebuah tugas dan panggilan yang menantang. Lawan dari umat Tuhan bersenjata lengkap. Senjata lawan itu serba mematikan (lihat ayat 10). Dan, senjata-senjata mematikan itu dipergunakan oleh para jagoan, oleh para pahlawan. Mereka adalah orang-orang yang terlatih mempergunakan senjata. Mereka juga telah terlatih untuk mencelakai musuh dengan cara apa saja.
Keempat, dipertegas pihak-pihak yang benar dan pihak-pihak yang batil. Itulah konteks pengadilan Tuhan Allah. Yang jahat menjadi benar-benar jahat. Yang berada dan setia pada kebenaran akan benar-benar teruji kebenarannya. Ujian kebenaran itu berupa pertempuran.
Pertanyaan
- Ayat 9: nabi Yoel diperintahkan oleh Tuhan agar melakukan apa terhadap pihak lawan?
- Ayat 10-11: apakah pesan utama Tuhan kepada bangsa-bangsa, yang disampaikan lewat nabi Yoel?
- Ayat 12a: Nabi Yoel memohon apakah kepada Tuhan?
- Ayat 12b: Tuhan berfirman apakah kepada Yoel?
Realita kehidupan Kini:
- Kita pernah mengenal adagium, rumusan, begini: becik ketitik, ala ketara (yang baik-benar akan tampak, yang buruk-jahat akan kentara). Benarkah, bahwa kita pernah mendengar atau mengenal adagium tersebut? Sejak kapankah kita mengenalnya?
- Dalam perbedaan yang tegas dan jelas itu, secara ideal, kita memilih berada pada pihak ‘yang becik’ ataukah berada pada pihak ‘yang ala’?
- Apakah menjadi orang yang disebut ‘becik’ harus berjuang keras? Adakah contoh perjuangan keras Anda untuk bertahan dan tetap berdiri sebagai pihak yang ‘becik’?
- Kata ‘berjuang’ itu menandakan adanya sebuah pertempuran atau peperangan. Antara yang terang dan yang gelap, saling berhadapan, bertempur. Setujukah Anda tentang hal ini?
Penerapan:
- “Ana rembug dirembug” (kalau ada persoalan, maka percakapkanlah, selesaikanlah). Janganlah diam saja. Janganlah mendiamkan sebuah perkara. Sebab, mendiamkan perkara itu hanyalah penundaan saja. Suatu ketika meledak. Ledakannya mungkin lebih dahsyat, lebih menghancur-luluhkan kehidupan. Setujukah Anda, bahwa memang ada wewarah (nasihat) seperti itu di dalam kehidupan kita?
- Dalam kehidupan bergereja, kegiatan pastoral atau penggembalaan adalah salah satu contoh penerapan wewarah yang bijak itu. Kalau ada ganjelan di hati, sebaiknya dibicarakan secara baik-baik. Janganlah berniat untuk mempermalukan saudaranya. Melainkan justru menolong saudaranya. Mencarikan jalan keluar yang terbaik. Mengurai persoalan dengan sabar penuh kasih. Apakah Anda punya pengalaman menarik dalam hal ini?
Pdt. Suwignyo.